Sabtu, 23 Oktober 2010

Lembayung Senja Di Nusantara

MASIH ADAKAH LAGU RINDU

Senja mengelabuhi seisi alam
Dengan gincu tipis berpupur temaram,
Kala sang bagaskara menyelipkan kelelahan
hati…..
Di pintu pagar manusia jauh menyekap hasrat
Tentang lagu hidup….tentang peluh
Dan hari esok yang kabur
Di jinjing burung bangau…
Yang mencari sekeping kesejukan,…

Masih adakah di tanah merdeka ini,
Berbatas kesayahduan buih putih di pantai
Berpagar Bukit Barisan dan berenda
Pulau Dewata….
Kita mampu menyenyam
Sekeranjang suka cita
Dengan nyanyian rindu kepada alam
Kepada pagi yang melecutkan….
Gairah untuk berbenah hidup ……(Semarang, 23 Oktober 2010).



TUBUH TUBUH YANG LETIH


Seberapa lama kau akan merobohkan tebing
Yang terjal, penahan angin kembara.
Mengendus dan melupatkan noda pada Jaya Wijaya
Hingga sampai puncak Semeru
Bila belum seberapa kokoh kaki yang kau pijakan
Pada merah membaranya suatu sejarah,

Lantas mengapa kau jinjing
Selaksa peluh yang bertepikan keletihan
Padahal telah sarat untaian hati sang bidadari
Berseloroh di langit bertatap biru,
Di tengah semilirnya Angin Bahorok

Bila kau terjangkan lagi
Seribu lembar prosa kegalauan
Dengan belati yang terhunus
Menajamkan bilik jantung yang melemah
Dari setiap yang merindu …….(Semarang, 23 Oktober 2010).

TAK KULIHAT LAGI PERMADANI EMAS


Gemercik air kali…kini menggelapar
Yang melintang di tengah sawah,
Telah mengusung sebuah ego
Hingga menghitam dan anyir …menyedu
gelisah semua palma dan belukar.

Mengapa kau abaikan cantiknya bulir padi
Yang tertunduk bagai putri kahyangan
Kala harus bermandi di jernih airmu
Mengapa pula tak kau beri lagi
Pelepas dahaga lantaran bercengkerama
Dengan Sang Bagaskara

Lantas harus pulakah meradang mata
Yang nanar…..
Bila telah habis episodamu
Mengeluskan gemercik airmu
Di tengah panggung sandiwara
Para punggawa dan hulubalang raja….(Semarang, 23 Oktober 2010)


EPISODA SEPENGGALAH MATAHARI


Bangkitlah semua yang mengendarai waktu
Meski semua yang diliang kubur
Atau hantu penasaran…di malam buta
Sebelum tanah ini beraroma…
Dan meletupkan isi bumi
Hingga jauh ke sudut langit…

Tajamkan sorot matamu
Agar belukar kini tak terinjak lagi
Sementara sudah habis semua nafasnya
Hingga sebilah nafas yang tersimpan
Yang diharapkan untuk mencumbu
Pagi yang datang dari Kahyangan…..(Semarang, 23 Oktober 2010)


KUTITIPKAN MALAM PADA REMBULAN

Bila telah malam,
Tak tampak lagi
Kembang sore hari
Serta tidur panjang
Embun pagi

Bila telah malam
Kita hanya mampu bermimpi
Merajut jalan tanah
Yang ada
Di depan gubug kita

Bila telah malam
Kumbang melipat sayapnya
Tiada kembang tersenyum ceria

Bila telah malam
Aku titipkan pada rembulan
Agar hasrat anak bangsa
Tetap terang menerjang…..(Semarang, 23 Oktober, 2010)