Rabu, 01 Desember 2010

Aku, Kasihku Dan Waktuku

Jangan kau enggan lagi, kasihku…..
Untuk meniti apa yang kita punya, untuk membentangkan
Kata hati hingga menawan “Puncak Mount Everest”
Yang menangis pilu dan menyembunyikan wajahnya di ketiakmu….
Walau malam yang kau lewati mengutukmu sekeras hati.
Meski juga belum kau miliki hari hari beruntungmu
Dengan segelas air susu segar, penumbuh harap
Atau rumah pengantin beratap daun pandan
Dan berlantai keharuman…….
Dengan halaman luas bertanam bunga Anyelir

Bila sang waktu telah menyelinap di kantong bajumu
Embun pagipun mampu melonggarkan nafasmu
Kita mampu menyiangi sawah sawah berpagar lamtoro, daun milik
lenguh sapi, kambing dan domba milik kita, yang melingkungimu di pusaran.....
hari tanpa buruk sangka, sumpah serapan, gegap gempita
Bahasa hati yang serakah dan melekang tanpa bermandi…….
Gemercik air di tengah sawah kita.

Bila waktu kita telah tiba.
Tiada lagi wereng coklat atau wedus gembel, yang mengguratimu
Dengan lara hati…
Bila juga telah sirna panorama padang belantara
Dengan segudang panorama tanaman berduri…
Aku hanya mampu menyisipkan hati
Pada kesegaran air tawar dan sejuk dari telaga
Yang membentang di balik langit

Bila waktu kita tiba, kekasihku…..
Kita dirikan saja rumah bambu, yang berornamen Suralaya…..
Dari jendelanya kita mampu memandang “hati hati bersenyum kebon bunga”
Bukan hati hati layaknya singa lapar
Yang mampu mengoyak tabir zaman yang rapuh,
Biarlah anak anak kita mampu menepisnya
Dan bermain sesuka hati di beranda
“Awang Awang Semilir” yang bertangga “Amarta, Widarakandang, Jodipati
Rose Wiki 2010
Karang Kedempel” dan jargon para ksatria.

Bukan di beranda penuh kambing menjulurkan lidahnya
Karena ringkih termakan nafsu hedonism, suka memfitnah
Dan menganyam keranjang perseteruan
Kekasihku,….kita adalah anak bangsa yang…
Memiliki bilah hati,

(Semarang, 2 Desember 2020, Pondok Sastra HASTI Semarang).