Jumat, 07 Oktober 2011

K E N A N G A


Kenanga terus menguntai senyumnya di bibir bertanam bunga mawar merah jambu. Seakan  sedari pagi hingga tingginya sang mentari hari ini, adalah miliknya. Lantaran Kenanga hari ini betul betul menuai keindahan, dengan menyelipkan warna warni bunga di beranda hatinya. Sementara itu langit bagaikan kelambu biru ranjang pengantinya, yang tergelar di empat kaki langit. Bunga mawar berkelopak merah jambu, mulai Kenanga semaikan setelah sepotong kalimat Indra betul betul bersemayam dengan kokohnya di keranjang hatinya. “Kenanga , aku suka kamu “. Sepotong kalimat inilah, yang menjadi rajutan kain sutra, yang melilit di lubuk hatinya.
Kenanga hanya mampu membalasnya dengan senyum berkemas lebay, mirip kala Kenanga di depan mamanya, untuk merayu minta dibelikan mobil baru atau acessori terbaru yang keren. “Ah, tapi Indra gimana ya, apa dia serius atau cuma making a joke. Aku benar benar bingung.  Cowok jenius ini, tidak seperti biasanya, dia suka acuh tapi akhir akhir ini,  dia seperti serius dan minta ampun romantisnya. Memang dia penuh pesona, dengan rambut ikal, hidung mancung dan berkumis tipis mirip penyanyi country Frankie, yang sanggup menerbangkan hatiku. Tapi rasa salut juga aku berikan sama cowok ini, yang tergolong mahasiswa tidak mampu tapi dengan penuh PD yang kuat dia berani pdkt aku, yang tak mampu menepisnya”. Entah sayap malaikat mana yang mengipasi kalbu Kenanga hingga terus melamun.
“Kenapa aku harus seperti cewek nggak gaul?, seribu cowok kaya Indra bisa aku dapatkan dalam satu hari. Mengapa aku harus dibuat penasaran dengan rayuanya yang nylonong begitu saja?”. Tak hentinya hati Kenanga dipenuhi rasa penasaran. Di salah satu beranda hatinya, dia tidak mau  seperti cewek yang tidak  punya gengsi, tapi di beranda hati lainnya diapun takut kehilangan cowok jenius yang misterius, meski kadang terkesan cowok yang jadul. Tapi “duilah”, kalau cowok yang satu ini mulai bertutur kata, dia mirip Morgan Smesh, bahkan lebih santun lagi.
***
Kenanga menginjak pedal gas mobil sedan trendy merah metalik dengan pelan, melintasi jalan aspal berdebu di depan kampusnya, meski beberapa cewek temen gaulnya sudah melaju kencang mendahuluinya. Tatapanya kini dia lemparkan pada kaca jendela sebelah kiri dan kanan secara bergantian. Siapa lagi kalau bukan Indra yang dia telisik. Barangkali saja Indra di siang terik seperti ini masih nongkrong sehabis kuliah.
Sedan merah metalik yang flamboyant masih melaju pelan, meski beribu peluru senapan mesin telah diberondongkan sokib sokibnya pada dia, pagi hari tadi, yang sama sekali tidak merestui Indra menjadi tambatan hati Kenanga,
“Eh Inga!, gila kamu !, cowok dekil kaya Indra nggak usah diberi kesempatan dekat dengan kamu!” sahut Ririn dengan mata tajam seakan berhasrat menelanjangi seluruh tubuh Kenanga,
“Kamu nggak kasihan sama papi dan mama kamu ?. Aku pernah dengar langsung dari mama kamu!. Kamu tidak bakalan sengsara di masa depan, bila Aldo yang menjadi pendamping hidupmu. Kurang apa lagi dengan Aldo, cowok gaul dan juga smart, tidak kalah sama Indra, cowok jadul yang hidup di bawah kolong”. Ucapan Beti yang meluncur begitu saja dan masih kuat melekat di sanubari Kenanga.
“Anga !, aku sudah lama kenal kamu mulai dari SMA dulu, cewek seusia kamu bukan lagi ABG, yang cuma kenal cinta buta dan ingusan. Apa yang diharapkan dari Indra. Piss Anga !, ini kan demi kamu, kita  ini bener bener  sokib  yang sayang sama kamu ”. Pinta Resti sambil melilitkan tanganya di leher Kenanga dan tak lama kemudian Restipun mencium kedua pipi Kenanga, yang mulai dibasahi air mata bening cewek kolokan ini.
Kini Kenanga benar benar tersudut, himpitan dari sokib sokibnya menuai kabut hitam dan tebal di langit hatinya. Silih berganti bayangan Indra dengan senyum yang tulus, yang mengisyaratkan apapun nantinya mereka berdua mengalami goncangan hidup, Indra akan tetap disampingnya. Namun lecutan suara sokib sokibnyapun tak lama kemudian
2
menghilang terbawa kerontangnya angin kemarau dan bayangan  Indra kini mulai menepis butir butir awan gelap.
“Mengapa ini terjadi kala Indra mulai ada di hatiku ?” Kenanga dengan wajah yang lugu dan lebai, mulai berani menatap sorot mata sokib sokibnya.
Ya, udahlah Anga !, semua adalah semata saran untukmu. Apapun pilihanmu kami tetap menjadi sokibmu. Karena pertemuan dan perpisahan semata milik Yang Kuasa, hanya saja kamu harus merelakan cinta kamu di atas semua yang akan kamu hadapi, kalau memang kamu memilih Indra”.
***
Setiap sudut Kota Semarang kini terlihat kumal diterkam kemarau panjang., sementara Kenanga masih terus menyelesuri jalan aspal yang melentingkan sinar mentari yang menerpanya. Satu dua buah berkas angin kemarau di tengah hari yang ingin berselingkuh denganya mulai menerobos kaca jendela mobilnya. Berkas angin itupun mulai mampu mendinginkan hatinya, yang mulai menggulirkan bayangan Indra, yang kini seperti biasanya sehabis kuliah, cowok The Ice Cool itu nongkrong di Buffalo Café di salah satu sudut bundaran Simpang Lima Semarang.
“Tidak langsung pulang, Anga ?” sapa manis Indra, yang kini telah ibarat terhisap dalam kontes “Miss Universe 2011” di Brasilia beberapa bulan yang lalu, yang kini mereka semua telah menjelma menjadi Kenanga yang kini duduk disampingnya.
May I joint ?“ Pinta Kenanga dengan tetap menghiaskan senyum di bibir. Tapi apakah Kenanga biasa bersikap kaya gini dengan cowok lainnya, atau memang sikap manis ini hanya untuk aku, ataukah karena aku yang GR, ataukah memang aku nggak bisa bersikap dewasa atau memang aku yang nggak mampu menilai hati wanita. Tetapi bagi Indra.  langit biru yang mengungkungi mereka berdua seakan mampu menelikung dirinya, agar tidak mampu lagi bergerak menjauh dari tempat duduk Kenanga.
“Tentu, tapi seperti inilah tempatnya. Namanya aja Buffalo Café , sudah pasti kan Anga?, tempat ini cocok untuk nongkrong mahasiswa dekil dan norak”
No problem, Dra!. Biarkan saja dulu!,  aku  kongkow di sini karena aku butuh enjoy  dan refresh”
“Please  Anga !, kamu mau pesan menu apa?, biar aku yang tlaktir, tapi menunya hanya bakso dan nasi pecel. Paling kamu nggak suka menu kaya gitu. Menu seperti ini hanya cocok untuk mahasiswa yang udik, dekil dan  nggak gaul”
“Ah, canda kamu  tendensius!, emangnya aku ini putri kahyangan atau sengaja kamu ingin menjaga jarak denganku, Indra?’
“Kamu kok jadi aneh!, Anga!, aku Cuma bercanda. Ada apa kamu jadi sensitif seperti itu?”
“Biarin !!!, apa salahnya kalau aku marah. Kamu mau ngomomg aku cewek kolokan kan ?, Aku cewek yang hanya bisa gaul dengan sokib dari kalangan the have saja kan ?, aku cewek putra kesayangan mama papa, kan ?. Indra!. Model gaul kaya gitu sudah bukan jamanya lagi. Aku nggak suka kalau kamu norak kaya gitu!. Oke !!!, Dra kalau kamu terganggu dengan kedatanganku, lebih baik aku pulang saja”
“Eh, nanti dulu, Anga !. Sure dech, aku sama sekali nggak bermaksud norak sama kamu. Malah aku enjoy kamu mau gabung ?. Please staying for a while Anga !”
“Ok !!! Dra, tapi aku minta kamu jujur, mengapa sikap kamu norak kali ini?, ucapanmu tajam menyakiti aku”. Sepasang mata Kenanga yang bulat dan tajam kini menusuk Indra dan siap untuk membelah isi jantung Indra.
“Nggak apa apa, Anga !, tadi cuma nylonong begitu saja”
“Aku kenal kamu sudah lama sejak dari semester tiga, aku selalu enjoy dekat kamu, tapi belum pernah aku lihat sikap kamu yang nggak familiar seperti ini. Dra!,  jujur
3
saja sama aku ?, Aku ingat kamu sering ngajarin aku tentang pentingnya nilai kejujuran”
       “Kamu tadi ngumpul bareng Resti, Beti dan Ririn  di kantin kampuskan ?”
       “Tahu dari mana ?, dan apa hubungan dengan kamu?”
       “Aku lihat sendiri, tapi aku milih nggak gabung sama mereka. Sekarang gantian kamu yang jujur sama aku, mereka nggak mau dan takut kan kalau kamu dekat aku?”
Kenanga mulai menghisap es jeruk dalam gelas piala perlahan, dia baru sadar  kalau tenggorokanya mulai kering, debu dan deru dari asap knalpot kendaraan yang merebak di bundaran Simpang Lima mulai sedikit menyesakan dadanya, lantaran hari sudah lewat tengah hari. Hanya suasana diam seribu bahasa menyelimuti hati mereka berdua meski hanya sesaat.
       “Kamu tersinggung, Anga ?”         
       “Tidak, Dra!!!. Hanya saja aku harus bilang apa. Mereka bertiga tidak tahu bahwa hati manusia sudah semestinya dihiasi dengan kelembutan dan kepedulian antar sesama, ibaratnya taman bunga warna warni, tempat burung burung berceria di pagi hari, termasuk hati aku ini, yang bebas disemai bunga yang aku sukai”. Setetas air mata Kenanga mulai membasahi pipinya.
       “Itulah yang aku takuti. Anga ?”
       “Apa yang kamu takuti?, aku melihat dalam diri kamu bukan anak manja, tak mudah menyerah dan tegar. Berbeda dengan aku, Dra !”
       “Tetapi dalam hal ini, aku seperti anak kecil yang diliputi ketakutan dan kebimbangan”
       “Sekali lagi aku jadi nggak ngerti, apa sih yang yang kamu takuti ?”
       “Aku takut kamu terpengaruh sokib sokibmu, dan aku harus kehilangan kamu, karena perbedaan antara kita. Itulah yang aku akui dengan jujur, aku seperti anak kecil”.
Indra tidak henti hentinya melempar sorot mata ke arah Kenanga, lantaran Indra menginginkan kejujuran Kenanga, tentang tempat yang dia harapkan di bilik jantung Kenanga, Sehingga tiap pagi hari dia bisa bermandikan cahaya pelangi hanya milik Kenanga.
         “Indra !, aku bukan anak kecil lagi, dan mama papaku tak pernah bersifat otoriter terhadapku. Sudah bukan jamanya lagi kita dikungkung dengan aturan kolot.  Aku nggak suka kalau kamu bersikap seperti itu”
        “Tapi realita berkata lain, papa kamu menginginkan Aldo menjadi pendampingmu”
       “Jangan kecewakan aku Dra !, seakan kita baru kenal kemarin sore. Mana sikap dewasa , yang selalu kau tunjukan padaku”
       “Tapi masalahnya bukan seperti itu ?”
       “Jadi seperti apa ?”
       “Ah, aku sendiri nggak tahu “
       “Jadi harus aku yang menebak isi hatimu?. Jujur saja aku menilaimu, kamu sekarang kehilangan percaya diri berada di sampingku kan?, Kamu membandingkan dirimu sendiri dengan Aldo yang kamu anggap segalanya lebih baik darimu, iya kan ?. Terus dimana Indra yang kata temen temen sekampus, termasuk mahasiswa yang gigih, hingga hampir menyelesaikan studinya dengan perjuangan yang tegar. Apa sih perbedaan antara kita ?”
Indra melemparkan semua kekesalanya kepada rumput di bundaran Simpang Lima dan mengajak mereka agar mampu menepiskan sisi hatinya yang mulai robek diterkam rasa bimbang dan ketidakpercayaanya.
4
             “Ternyata kamu Kenanga yang aku harapkan bisa memberi spirit bagi aku, yang sering merasa terpingit karena keadaan, sukurlah kalau kamu bisa  dewasa”
            “Aku memang harus bisa tegar dan tanpa mengenal surut untuk tiap yang aku pilih, itulah yang mama  papa harapkan. Aku harus  bergelut dengan   apa yang harus aku raih. Dan ini semua  aku dapatkan dari kamu”
Angin musim kemarau mulai meniupkan daun daun palma di seputar Simpang Lima, kedua insan itu kini mulai dipinang oleh rasa percaya diri yang hinggap pada diri mereka masing masing, dengan tetap mengusung sebuah kejujuran dari Kenanga dan Indra serta garis takdir yang bakal mereka lalui di masa depan. Entahlah mereka sendiri tidak tahu apa yang mesti terjadi pada diri mereka kelak, hanya saja kini lampu lampu jalan di bundaran Simpang Lima sudah mulai mengeksotiskan wajah Kota Semarang. Kini merekapun  tenggelam dalam lautan asmara, yang hanya mereka sendiri yang merasakan.