Senin, 19 Desember 2011

Saksi Sang Waktu


Aku menjadi saksi sang jaman,
Dalam tikaman sang waktu aku menyusun daun pandan
Kala matahari bersorot ceria, atau
rembulan yang mengusung sendu
aku tetap pada birama yang bercorak biru

Aku tak pernah menarik surut benang kodrat
Biar apa saja ku terjang
Meski bukit yang hanya mampu kupandang
Lebih berwajah Raksasa berkuku tajam
Akupun telah tersobek dada dalam luka nyeri

Jangan kau menundukan wajah, kasihku....
 Tataplah semua pagar warna warni dalam Bougenvil
Yang kita dirikan dengan rumbai ilalang
puspa prasasti aji
Mataharipun menghardiku
Batas langit menelanjangi aku.
Hingga tak ada sepotong katapun aku lemparkan

Biar saja aku tak berdaya
Dikerumuni prosa belukar berwajah bisu
Menuai hidup dengan setengah baju bertelanjang dada
Aku sampaikan pilu dalam tatap sendu
Mereka terdiam,

Malam selimutiah aku
Dalam wajah sejuk  (Semarang, 20 Desember 2011).

Dua Buah Premen


PUISI ANAK

Satu buah premen aku kantongi
Lainnya aku berikan, pada teman sebangkuku
Dia bercerita,  belum sarapan pagi tadi
Sepiring nasi hanya untuk bapaknya
Yang sakit tak  sembuh sembuh

Aku berkata “kasihan bapaknya”
Dia mengusap air matanya
Dia sering dipanggil bu guru
Karema belum membayar SPP.

Aku berjanji padanya,
Esok akan kubawakan sekerat roti
Dia hanya tersenyum

Desember, 2011