Jumat, 30 Desember 2011

Eva Peron Nurlela


indah mahanani
anerji.blgspot.comHanya beberapa patah kata saja yang dapat lepas renyah dari mulut Eva Peron, kala cewek yang feminis dan flamboyan itu  disapa Roksi yang gantengnya mirip Teungku Wisnu yang kini ada di depanya. Entah apa salah mentari pagi yang menghangati bumi atau daun- daun palem botol yang basah berselingkuh embun pagi hari ini, sehingga mereka berdua menjadi cuek tidak ketulungan. Sikap Roksi yang angkuh seperti peragawan di atas Catwalk itu membuat Irma dan Sylvie, sokib setia Eva Peron menjadi terbakar hatinya.  Maka mereka berdua segera menghentikan langkah Eva Peron yang sudah ngebet pengin es jeruknya  kantin Tante Lisa.
“Gila tuh anak !, hai Lela!, lihat tuh cowok kamu!, sombongnya minta ampun !”. Kedua bola mata Sylvie seakan keluar dari rongga matanya
“Udahlah !, biarkan saja dia kan sudah gede, sudah tahu apa yang  harus dia perbuat “.
“Kamu selalu baikan sama dia sih Lela “ seru Irma
“Irma !, kenapa kita lupa!, kita kan sedang berhadapan dengan María Eva Duarte de Perón . Ibu negara Argantina yang berhati baik dan dekat dengan rakyatnya. Makanya Lela baik hati terus sama cowok yang kaya Arjuna itu “
“Ah kamu tambah ngaco. Biarkan saja dia berada di sikap seperti itu. Nanti kalau dia butuh bantuanku, dia kan mendekat sendiri dengan senyumnya yang ramah, disitulah aku baru menganggapnya Roksi Leonanto “, Sikap Nurlela seperti inilah yang membuat banyak sokibnya ingin selalu dekat denganya. Bahkan sebagian sokibnya sudah melekat betul memberi panggilan Eva Peron pada Nurlela. 
Termasuk juga Roksi yang sudah beken dengan sikapnya yang arogan dan egois, diapun tak segan untuk dekat dengan Eva Paron karena ada maunya, namun bagi cewek yang santer juga dikenal sebagai cewek pemerhati dan penuh  kepedulian itu, sikap Roksi yang seprti itu hanya ditanggapi dengan dingin dan tangan terbuka. Sehingga sokib-sokibnya terkadang merasa heran, mengapa bisa sedekat itu dengan Roksi, mengapa pula mereka terkadang bagaikan kedua remaja yang tidak saling kenal. 
Padahal sebenarnya mereka berdua memang telah akrab menjadi sokib yang saling “take and give” sesamanya, bukan hanya saling berbagi uluran tangan untuk masalah sekolah saja. Tetapi semua ganjalan hati mereka berdua selalu dibalas dengan kepedulian dari keduanya. Meski karakter menjadi batas  antara mereka berdua,  namun bagi Eva Peron batas itu bukan merupakan mata  pisau yang  tajam.  
Roksi “The Ellegan Boy “ selalu berpenampilan  metropolis dan eksklusif di manapun dia melangkahkan kaki. Diantara sokib-sokibnya Roksi selalu berambisi dengan egonya untuk mendapatkan atensi dari mereka tentang gagasan dan idenya. Meski dia harus banyak mengeluarkan doku untuk mentraktir apapun niatan sokib-sokibnya, demi sebuah pujian dan penghargaan semu atas dirinya.  Sedangkan Nurlela termasuk type cewek low profile,  renyah, familiar dan licin kedua tanganya untuk memberi kepedulian sesamanya. Sehingga perihal performan maupun karakter dari Roksi, Nurlela yang paling tahu dan paling mengerti. 
Maka Nurlelapun tidak habis pikir, “ Mengapa sebagian besar sokib-sokibku banyak yang tidak suka pada sikap Roksi. Padahal bila mereka mau berkorban untuk menebalkan telinga dan mengganggap sikap Roksi sebagai hal biasa, maka sebenarnya sikap Roksi adalah biasa biasa saja”.
***
“Ros, aku menjadi tidak enak sendiri ?” demikian curhat Nurlela di sore hari saat Roksi main ke rumah Nurlela.
“Mengapa ?, tentang aku ?”
“Ah..nggak Ros. Aku menjadi terbebani dengan panggilan María Eva Duarte de Perón padaku”
“Lho, seharusnya kamu bangga Lela!. Eva Peron kan tokoh wanita dunia dan  dia simbol kepedulian pada sesama, terutama Rakyat Argentina yang miskin”
“Justru itu, Ros!. Banyak teman kita yang seenaknya memerlakukan aku. Mereka seenaknya minta tolong sama aku untuk hal-hal yang sepele . Mereka menyamakan aku dengan Eva Peron yang gampang menolong siapapun. Aku kan Nurlela manusia biasa !”
“Yah ..jangan kamu perdulikan mereka. Figur Eva Peron sebenarnya bukan seperti itu ?”
“Lantas seperti apa ?”
“Lela !, kamu sebaiknya membaca sejarah Eva Peron !”
“Aku belum pernah !” jawab Nurlela seraya menangkat kedua bahunya.
“Ya baca dong !” Sebuah derai tawa menghiasi wajah Roksi.
“Kamu pernah ?” Nurlela membalasnya dengan ajah inocen dan sebuah senyuman tipis.
“Lho kok tanya aku !, yang difigurkan Eva Peron kan kamu !. Mengapa tanya aku! “
“Kamu tadi ngomong tentang peran sebenarnya Eva Peron, tentunya kamu pernah membaca. Piss aku minta informasi biodatanya “
“ Cuma sedikit yang aku tahu. María Eva Duarte de Perón  lahir di Los Toldos sebuah desa terpencil di Argentina Tahun  1919.  Eva Peron merupakan istri ke dua dari   President  Argetina Juan Peró n (1895–1974).  Pada tahun  1934,  tepatnya pada usia 15  tahun Eva hijrah ke Buenos Aires da berkarir di panggung hiburan dan menjadi aktris radio dan film. Pada Tahun  1944 Eva berkenalan dengan Kolonel Juan Peron.  Satu tahun kemudian merekapun menikah dan pada Tahun 1946 Juan Peron terpilih sebagai Presiden Argentina. Itulah yang aku tahu “
“Trim Ros, tapi mengapa menurut informasi dari teman teman, dia sempat menjadi ibu negara yang dicintai rakyat Argentina. Betul Ros ?”
“Betul, karena seluruh hidupnya dicurahkan untuk Argentina. Selama 6 tahun mendampingi Juan Peron, Eva Peron menjadi ibu negara yang sangat berkuasa. Bahkan telah diberi amanah oleh Rakyat Argentina menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Kesehatan. Oleh karena itu dimanapun dia berada selalu menyerukan isu hak hak buruh.. Selain itu Eva Peronpun mendirikan yayasan yang bergerak di perlindungan terhadap perempuan. Tak lama kemudian dia mendirikan Partai Perempuan Peron (Female Peronist Party ). Kiprah tersebut membuatnya dia terpilih menjadi wakil presiden Argentina pada Tahun 1951, untuk mendampingi suaminya sebagai Presiden Argentina”
“Sungguh bahagia ya Ros !.Bila kita bisa sukses seperti Eva Peron ?”
“Tapi itu relatif, Lela !”
“Apa maksudmu ?” tanya Nurlela.
“Menurut sejarah kemashuran Eva Peron rupanya tak berlangsung lama setelah diagnose dokter menemukan sebuah kanker ganas menyerang serviknya. Sehingga pada Tanggal 26 Juli 1952 Eva Peron meninggalkan Rakyat Argentina untuk pulang selama-lamanya. Menyisakan keharuan yang besar sekali bagi rakyatnya karena sentuhan kemanusiaannya yang begitu membekas selama memimpin mereka”
“Manusia memang sudah memiliki takdir sendiri- sendiri, yang jelas tidak kan ada lagi Eva Peron yang  kedua di muka bumi ini”
“Ada, Lela !”
“Dari negara mana ?”
“Bukan dari mana mana dan  tidak jauh “
“Hari sudah sore, ucapanmu semakin ngaco !”
“Kaulah Eva Peron, Lela !”
“Tambah ngaco lagi  !“ Merah rona wajah  Nurlela kini kelihatan jelas terlihat.
“Kamulah Eva Peron untuk aku,Lela !”
Nurlela terdiam dan menundukan wajah. Senja telah menjamah beranda rumah Nurlela. Entah esok pagi apa yang akan mereka perbuat bersama***