Sabtu, 14 April 2012

bila kau sebut rindu


aku ditengah riuh manja bocah berlarian  di tengah padang
pesolek alam dengan bibir gincu menyengat tak aku pedulikan
lengkingan lugu angin yang melesat dari buluh jerami,
di tiup  mulut mungil bocah desa bertelanjang dada
memenuhi empat penjuru padang berbatas cakrawala,
aku berkata rindu, engkau menyelinap  dalam wajah suka
angin padang bereksotis seperti diriku dalam lekuk tubuhmu

kita berdua berburu hari
hingga batas matahri tak menerkam legam kulitku.
aku mengayunkan lengan menyisir  keberuntungan
menjaring debu dan deru jalanan, hingga kering peluh
yang mengsyahwati asa, berselingkuh dengan pipit dan kenari
hingga pagi, kita dalam rindu

 (Semarang, 15 April 21)

Kamis, 05 April 2012

Ilalang di Tengah Awang Awang

tanti ayu
tatkala semua sisi  Jonggring Saloka
meggemparkan dengan tautan warna hari,
senandung lirih menyertai dalam rajutan  Negeri Kahyangan
angin angin yang jeli menyeruak dari  Sekar Kedaton
dalam taman, semua tak berkata dusta
aku terpojok dalam sudut hati
hingga aku melepas ikatan dalam benak  syak wasangka
tak kusadari aku terbaring
di tengah kelambu langit penuh benang kasih
hingga aku sepeti  sang penghuni Indraphrasta

luluh lantak yang terberai dalam cakrawala semu
aku punguti kembali,
aku semaikan dalam kelopak Edelweis,  namun tak kunjung mengering
menjulang dalam tatapan langit
sempat aku baca guratan yang berlalu
aku benamkan dalam lazuardi di balik dada

satu hari melaju…..
bermetamorfosis dalam peredaran bulan dan matahari
sehingga tak terasa satu dua bukit terlampaui
satu dua pulau, telah  akrab dengan pelanginya sendiri
akupun terjebak dalam canda terpingit hari
apalagi bila kembang warna warni turut berprosa
dalam bait yang runtut, namun hening dalam damai

satu hari terkapar
wajah hari lainnya mensemilirkan angin musim
satu hari meradang nanar dalam sorot mata binal
hari lainya menyodorkan Puncak Mahameru
dalam adonan Asmarandhana
hingga aku terpelanting dalam kicau pipit
kutilang, nuri dan burung penjaga pagi
kita di sebersit warna pelangi yang meluruh
karena putaran roda pedati yang rakus tak henti
aku mengusap peluh, engkau mengatur nafas
kita masih tetap dalam waktu

(Semarang, 6 April 2012)





Rabu, 04 April 2012

Kulihat Bulan di Pangkuanmu

tanti ayu
(sajak untuk anaku)

kali ini kau menyeringai, bermesra tentang hari
saat kau menyudahi, lepasnya sendi tulang belulangku
aku terkapar, dalam batas tak dapat kusentuh
tentang bulan yang menyelinap di hausku
aku semai di tengah sawah ladang kagumku

aku balut dalam memori otaku
dalam bilah pita biru jingga
kau coba menyusun hari, akupun tak mengerti
betapa jauh hari yang kau tempuh
batas pandang dalam noktah di cakrawala

aku pinta kau bangkit
di atas telapak kedua kakimu
biar kau saja yang merenda harimu dengan
benang emas namun sekuat baja
sekokoh Mount Everest
selembut putih salju, dalam bahasa yang kau isaratkan
pada terang rembulan, pada padang belantara
akupun hanya mampu berhias senyum

inilah hari,
saat kau menapak sepanjang pematang sawah
saat ibumu hanya memucat wajahnya
lantaran kau gapai hari hanya dengan kepalan tangan
dan besarnya nyali, teruslah kau kembangkan layar
agar satu dua pulau bertanam sayur
menyongsong pagi penuh aroma tawa canda
jangan kau punguti lagi jarum waktu
yang tajam emutus urat nadimu

aku masih dalam dahaga

(Semarang, 4 April 2012).