Minggu, 05 Februari 2012

Dusta

jangan kau terburu, melempar dusta
menimang perguliran hari
lantas kau suguhkan, sayatan demi sayatan
hingga tak lagi, aku sempat menilik jantung hati
yang seharusnya berada di kubangan air bunga.
bila aku raih yang nampak dalam guratan tanganku
namun kau hanya mencanda tiupan angin
dari sisi bukit yang menjulang anggun
sementara hariku kau tepis ke tengah fatamorgana
dengan kemilau warna pelangi
yang kusam...lantas sepi
akupun tak tahu

dalam hitungan hari dan deru waktu
kau ayunkan langkah kaki
hingga ke puncak bukit pesona
dengan gaun Sinderella...kau senyum ramah
meluruhkan semua daun palma
menerbangkan sulaman kain kelambu
yang aku bentangkan memenuhi semua liuk tubuhmu

akupun memunguti langkah surut
di batas senja dengan seribu tangan malaikat
yang menghipnotisku, dalam hari hari biru
masih mampu aku ikat benang benang merah jingga
sampai ke semua penjuru langit
hingga Sang Supraba aku teriaki
meski parau suaraku, namun seribu derai tawa
puncak bukit sepanjang negeri sorga
menelikungku.aku terhenyak

wajah hari semakin aku kenal...nyanyian kutilang
tak memekakan telingaku
kerutan dahi yang memerah....telah bertumbuh
sesubur bunga di taman halaman gubugku
biar saja kau pincingkan kedua matamu
tak lagi menyelingkuhi hari hari dalam memburu
(Semarang, 5 Pebruari 2012).