Senin, 06 Februari 2012

Entahlah


hanya bentangan kuning padi berseri,
terbawa liarnya angin memburu seribu makna
kadang menengadahkan bulirnya ke mentari
berkuning rapat rambut sutra
atau meliukan rindu ke biru gunung menawan
menata kembali nafas yang terpagut merona tepi jaman
entahlah hanya tangkainya yang menggenggam makna
dari dahinya yang berkerut
dan rongga matanya yang dalam membisu.

atau……….
biarkan saja awan jingga dalam angkuhnya
menerpakan sisi cakrawala barat
tempat merpati meluruskan sayap
aku terselip di dalamnya ikut menggetarkan
makna – makna yang meluruh di gerimis senja

aku kencangkan genggam jemari
yang tergolek lesu kalau seribu cermin ego menghimpitku
aku kabarkan dalam seloroh prosa pujangga
namun hanya bait yang menunggu merekahnya mawar jingga
beruntai gerigi tajam menghanyutkan sisi sendiku
aku  kembali dalam canda manja alam
atau kepak kenari yang melambungkanku
menuju batas pandang yang samar
aku tak tahu….

sempat pula sang camar
membenah pantai dari rerimbunan durjana
yang menghitami, jantungnya
namun tanpa mata nanar dan syak wasangka
sang camarpun hinggap di biru langit
dengan wajah menunduk, memunguti  bentangan harap
aku dalam sepi….

masih ada sisa bait, yang terpendam pada
dalamnya kalbu, hanya makna yang aku sendiri
lelah menjinjing di balik wajah yang mencibirkan kelu
mari kita kembali untuk mengetam padi
meluruskan pematang sawah kita
agar kuning padi menyeringai dalam seloroh mentari
hingga belalang melipatkan sayapnya
kita dalam damai
agar tiada lagi sepi….sebuah gambar alam


(Semarang, 8 Pebruari 2012)