Rabu, 04 April 2012

Kulihat Bulan di Pangkuanmu

tanti ayu
(sajak untuk anaku)

kali ini kau menyeringai, bermesra tentang hari
saat kau menyudahi, lepasnya sendi tulang belulangku
aku terkapar, dalam batas tak dapat kusentuh
tentang bulan yang menyelinap di hausku
aku semai di tengah sawah ladang kagumku

aku balut dalam memori otaku
dalam bilah pita biru jingga
kau coba menyusun hari, akupun tak mengerti
betapa jauh hari yang kau tempuh
batas pandang dalam noktah di cakrawala

aku pinta kau bangkit
di atas telapak kedua kakimu
biar kau saja yang merenda harimu dengan
benang emas namun sekuat baja
sekokoh Mount Everest
selembut putih salju, dalam bahasa yang kau isaratkan
pada terang rembulan, pada padang belantara
akupun hanya mampu berhias senyum

inilah hari,
saat kau menapak sepanjang pematang sawah
saat ibumu hanya memucat wajahnya
lantaran kau gapai hari hanya dengan kepalan tangan
dan besarnya nyali, teruslah kau kembangkan layar
agar satu dua pulau bertanam sayur
menyongsong pagi penuh aroma tawa canda
jangan kau punguti lagi jarum waktu
yang tajam emutus urat nadimu

aku masih dalam dahaga

(Semarang, 4 April 2012).