Tampilkan postingan dengan label Cerpen Remaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Remaja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Mei 2012

Kutunggu Seikat Senyumu


Biarkan tebing terjal menghimpitku…..lautan memisahkanku ..atau kawanan elang mencabik isi jantungku, aku harus tetap menjadi Ody yang braveman, aku tidak mau menjadi pengecut “ teriakan hati Ody, meski hanya dia yang mendengarkan, tapi  terus saja bilik jantungnya yang lebay bergayut di dirinya. Entah sampai kapan dia terus menyeruakan maksud hatinya,  untuk meluluhkan hati Rin, dia sendiri tidak tahu. Dia hanya mampu mengingatnya saat dia mulai sekelas dengan Rin Mahardika “The Silent Girl” dua tahun silam.

Kini usai sudah Ody belajar di bangku sekolah menengah, setelah papanya membuka amplop hasil pengumuman dari wali kelasnya, dan terbaca jelas  kata LULUS di pengumman itu. Papa Ody hanya tersenyum puas, Nampak dengan jelas tidak ada kegembiraan yang berlebihan di raut wajahnya. Demikian pula Ody, yang terbesit dalam relung hatinya, akan sebuah perjalanan panjang yang baru saja dia mulai.Maka Ody tidak mudah berbuat seperti anak ingusan, konyol mencoret coret baju seragamya.

Haya kedua sorot mata Ody, yang menyapu setiap penjuru sekolah untuk menelisik wajah manis yag terkadang hanya dihiasi senyum tipis, atau kala dia mengibas rambutnya yang terurai sebatas bahunya. Kadang pula kedua mata bolanya yang bereksotis di balik kaca matanya, membuat Ody terus saja tidak mau membuang sorot matanya pada The Silent Girl yang sedari pagi terus saja bergayut di lengan mamanya,
***
“Sudah ya Ody !, papa harus ke kantor, nanti sore biar mamamu membuatkan makanan untuk pesta kecil kecilan di rumah. Jangan lupa !, cepat pulang dan nggak usah ikut ikutan turun ke jalan !” pinta papa Ody. Anak ke empat dari Andre Hudoyo itupun hanya menganggukan kepala. Ody bergegas mmburu waktu untuk kumpul bareng dengan sokib sokibnya, yang sebagian besar lulus UN tahun ini. Peluk manja dan derai tawa terdengar di sana sini.

Sorot matanya kini beradu dengan salah satu sudut sekolahnya, yang riuh lantaran banyak sokib sokibnya yang melepas tawa lepas dan bebas, dan ditengah kerumunan itu “The Silent Girl hanya melempar senyum tipisnya pada cowok cowok yang mengurungnya. Ody seketika itupun dengan sigap mencoba laru dengan semua sokib sokibnya, sementara dia terus meloading detak jantungnya, “Mengapa the  silent girl hanya memberikan senyum tipisnya, padahal dia telah lulus. Kapan aku mampu membuat dia bisa terawa lepas. Karena tawa lepas  Rin belum pernah aku jupai sejak aku kenal dia di  kelas XI “.

“Mengapa, kau penasaran dengan senyum lepas cewek itu ?. Itu kan nggak prinsip….” protes sisi jantung Ody. Sisi jantung Ody yang lainpun berusaha membela Ody, “Ah, kamu nggak tau sih, aku ingin sesekali meliha dia tersenyum lepas saat di depanku. Apalagi anak manja itu benar benar nggak pernah nyambung kalau aku ajak bicara !”

“Itu memang bawaan dia sejak kecil, bro !. Maka dia jarang bisa senyum lepas dengan semua orang, apalagi dengan kamu, Ody !”.

Kedua sisi jantung Ody sat inipun terus megedepankan egonya masing masing, maka kini Ody hanya mampu mendengarkan celoteh celoteh yang saling bertentangan ,  maka diapun kini hanya mampu berdiri terpaku di kerumunan sokib sokibnya, yang mirip kumbang sedang memasang belalainya untuk segea menjaring perhatian dari  Si Cantik  The Silent Girl yang ada di pusat kerumunan itu.

Silent Girl, begitu acuhnya melihat kedatangan cowok ganteng itu,sama sekali dia tidak terusik dengan memberi tegur sapa, atau “saying hallo”, pada Ody yang juga berhasrat memasang jeratnya. Sama sekali tidak loading yang berate bagi silent girl itu terhadap Ody.

“Bro, ayo dong jangan seperti kakek pikun, kemana rencana kamu setelah pengumuman ini ?” pekik Albert dengan menarik bahu Ody, agar lebih dekat lagi Ody mampu berbagi rencana remaja remaja gaul yang sedang menebar jeratnya pada The Silent Girl, yang kini mulai memberikan senyum yang lebih cerah ketimbang pagi tadi.
“Mengapa dia mulai mau mengusung senyuman cerahnya, ah silent girl itu mulai merespon Albert, ah apa sih Albert itu ?, cobalah aku lebih binal lagi memasang jeratku, aku harus punya rencana yang lebih eksotis lagi, agar Rin betul betul tertarik dengan rencanaku. OK Rin, kau harus berubah menjadi cewek yang lepas tertawa hanya pada aku !!!”. Ody tambah menjadi binal menuruti kata hatinya itu.

“OK , friend !, aku sudah lama pengin nongkrong dan berkemah di hutan yang masih perawan dan nyaman. Kita naik ke Gunung Slamet, tetapi di punggungnya kita berkemah. Setelah itu kita enjoy di Baturaden, Jogja dan coming home ! OK ?”

“Nora Kamu Od !, itukan enjoynya anak udik !. Cari dong petualangan lainnya yang lebih syuuuuur !” seru Bram.

“Bro, tiap hari kita hanya melihat hutan beton, asap mikrolet, aspal yang berlobang. Sekali sekali kita menyatu dengan hutan asli di penggung Gunung Slamet, eh Bro di hutan itu nanti akan kita temui banyak mata air, jadi jangan takut. Kebetulan aku punya tenda parasit untuk 8 pendaki cukup, kita akan mendengarkan kicauan  burung burung yang lepas bebas !” Ody begitu meyakinkan, karena pengalaman di sebagai Organisator Out Bond di grup pencinta alam sekitarnya.

“Ody !, kalau cewek bisa ngikut nggak ?”

“ Kenapa takut, hutan Gunung Slamet sudah nggak ada lagi hewan ganas, asal Rin mau mandi di sendang !, kenapa tidak !. Lagian  kita bisa turun ke Baturaden bila kita butuh suplay bekal. Ngikut aja Rin !” pinta Ody.

Rin Mahardika “The Silent Girl” mulai menengadahkan wajahnya yang lembut dengan mata lugu pada cowok ganteng yang renyah itu, diapun mulai mengusung senyum lebar pada Ody.Loading hati Rin mulai menampakan sedikit sentuhan pada ajakan Ody. Lepas bebasnya senyum sang ratu di tengah kicauan burung hutan Gunung Slamet tentunya akan memiliki nuansa tersendiri. Apalagi sejuknya angin dingin Gunung Slamet di pagi hari akan ikut merias wajah Rin.

“Udah Rin !, pastikan kamu ikut ke Gunung Slamet. Kita coba nanti ajak Stefani, Wulan dan Bunga. Atau kita ajak sokib-sokib satu kelas yang butuh enjoying. Gimana Ody !” desak Albert.

Ody bertambah berselera untuk segera mewujudkan petualangan di Gunung Slamet. Saat menyaksikan Rin menganggukan kepala untuk berkencang dengan Punggung Gunung Slamet. Sekali lagi senyuman halus diusung Rin kepada teman temanya dan sekali lagi hati Odypun berdesir kuat. Meski dia belum tahu pastinya, apakah senyum Rin hanya untuk dia atau kepada cowok ganteng lainya yang bareng ngumpul saat itu.

“Oh Surely,  kita nanti bisa menyewa tenda di bumi perkemahan Baturaden. OK friend sebaiknya kita rapatkan saja rencana kita besok di sekolah. Sekalian kita minta ijin sekolah”

Kampus sekolah itu kembali sepi. Sejuta rasa penasaran masih tumbuh di hari Ody***

Sabtu, 17 Maret 2012

Sahabat Sahabat Sejati

Apa mau dikata sebelum semua ini terjadi,  memang hari hari yang dilewati terasa indah dan berlalu begitu saja. Bagi Cassy jarum waktu menebas atmosfer yang dihirupnya, terlewatkan begitu saja. Namun ternyata Tuhan Yang Kuasa menghendaki lain, hari hari yang melingkungi kini bagaikan rantai berduri yang melilit leher dan sekujur tubuhnya. Setiap sorot mata teman sekelasnya, bagi dia serasa menyudutkanya. Entah apa dan dosa dia ataukah ini hanya perasaan dia saja yang sudah tidak memiliki hari indah penuh enjoy. Mengapa pula tumpahan cobaan hidup bagi remaja flamboyant ini, harus dia hadapi saat dia duduk di kelas XII, yang beberap pecan lagi dia harus menempuh UN.

Sempat Cassy hampir satu bulan  tidak masuk sekolah semenjak mama dan papinya berpisah dihempas prahara yang membuat getir hatinya. Maka saat itu hanya dinding kamarnya saja yang mampu dia jadikan tumpahan curhat, meski selama itu dinding dinding kamarnya hanya diam membisu. Seloroh seloroh dalam canda ria bersama dengan teman sekelasnya, yang cuakepnya hampir sama dengan Boneka Barbie saat itu dia tepiskan, atau dia lebih memilih untuk menuangkan air matanya di atas bantal gulingnya.

Sesekali Cassy lebih memilih duduk termenung di ayunan di bawah pohon jambu di belakang rumah. Tempat itulah yang kerap menjadi tumpahan manja dia pada papinya, saat dia masih kecil. Setiap Hari Minggu dia selalu bermanja dalam canda sayang bersama papi dan adik-adiknya. Termasuk suatu hari, saat hari menjelang senja di awal bulan ini. Saat saat itu kembali datang, meski dalam kemasan lamunan. Hingga Cassy  terlihat sering tertawa sendiri, lantas tak berapa lama air matanya meggantikan tawa riangnya. Betapa papanya meninggalkan dia begitu saja, begitu juga maminya yang masih kelihatan cantik dan muda, yang lebih senang bergumul kepalsuan hidup dengan pria lainya.

Hati Cassy terus menjadi bulan bulanan ombak Laut Selatan, terombang ambing antara kenyataan yang merenggutnya dan sebuah  protes entah kepada siapa, mengapa kenyataan ini meski terjadi. Mengapa sesuatu yang terindah di dunia ini, harus hiolang begitu saja ?. Meski pada sore itu telinganya  mendengar deru mobil yang dia kenal telah memasuki halaman rumahnya yang senyap. Diapun segera beranjak dari kursinya untuk segera menjumpai sokib satu kelasnya.

“Oh..sokibku semua, met jumpa lagi….dari mana saja kamu !..yuk silakan duduk ?” Senyum halus Cassy tersungging dengan renyah wajah yag disodokan pada Kimberly,
2
Albert dan Siska, yang begitu saja pada sedang merebahkan punggungnyadi kursi bambu
yang tertata di beranda depan rumah Cassy yang luas. Sementara  mendung mengintip di belahan langit sebelah barat. Pertanda sebentar lagi hujan akan menyambangi mereka.

“Cassy !, kamu tambah nekad ya !, eh kamu sudah dua hari ini tidak ikut try-out. Tadi pagi Pak Chandra nanyain kamu. Ayo dong be happy masa so sad terus. Kalau kota kita berselimut mendung tebal, janganlah hati kamu juga ikut mendung, piss friend !” pinta Kimberly yang sudah lama kental dengan Cassy seperti saudara sekandung.

“Teman teman dari klas lain malah mengira kamu pindah kota. Mereka berusaha calling kamu, tetapi hp kamu tidak aktif. Ayo dong, Cinderella ! besok gabung lagi dengan kita, aku mau deh njemput kamu, asal kamu mau berangkat, gimana ?” pinta Albert yang ikut merasa kegetian hati Cassy, Cinderella yang sekarang berwajah seperti kotanya, tertutup gulungan tebal awan hitam.

“Terimakasih, sokibku semua. Sungguh aku sama sekali tidak ingin datang ke sekolah, jangankan untuk ikut try-out. Seluruh hatiku tertutup awan gelap, sama sekali aku tak selera berbuat apapun. Aku tidak sanggup ikut try out, biar aku langsung ikut UN saja, sampaikan Pak Chandra, ya !”.

“Cassy !, bukan itu masalahnya !. Tapi kita sekarang  kehilangan kamu !. Kamu sanggup memberi inspirasi pada kita semua, bila kita sedang menghadapi masalah. Lagian kamu memang selalu ceria sepanjang hari, ini yang membuat kita kehilangan, friend !” seru Siska di tengah wajah Cassy yang mulai memerah jambu, setelah beberapa saat lalu wajah yang cantik dan melangkonis itu pucat pasi. Selintas hadir di sisi hati Cassy betapa bahagianya saat di tengah mereka. Baik sokib cewek ataupun yang cowok selalu memanggilnya “Cinderella Putri Negeri Kaca”. Memang wajah Cassy cantik jelita, seperti mamanya yang keturunan Belanda dan Ambon. Sedangkan papanya meski kelahiran asli Jawa, namun wajahnya ganteng seperti actor sinetron.

Selain itu Cassy dikenal semua sokibnya sebagai cewek yang luwes, familiar dan mau dekat dengan sokib dari kalangan mana saja. Perihal kehalusan dan budi pekertinya semua sokib dan guru-gurunya tidak memungkiri kelebihanya itu. Meski dia sanggup tampil elegan di tempat manapun, tapi dia memilih untuk tampil bersahaja. Namun saat saat ini dia berubah karakter begitu saja, sepertinya iblis bersayap telah merenggut seluruh hatinya, tinggalah sisi gelap hatinya yang terus membawanya bersikap acuh pada siapapun, malas dan tidak memiliki tanggung jawab pribadinya terhadap masa depanya, yang seindah rajutan benang sutra.

3
Hujan deras kini menerpa kota itu, mereka bertigapun segera pamit setelah mendapatkan
janji dari Cassy untuk gabung lagi dengan mereka semua esok hari.

Cassy menjadi acuh tanpa alasan pada Stevan yang telah lama berusaha mendekati dirinya, meski sebelum itu Stevanpun hanya dianggap sahabat biasanya. Namun bagi Stevan sikap Cassy yang lembut dan penuh peduli, dianggapnya telah membuka kedua tanganya pada hasrat Stevan.Pada suatu pagi Stevanpun datang ke rumah Cassy dengan bekal mampu menjadi dewa penolong terhadap keterpurukan hati Cassy.

“Akupun sama sepertimu Cassy !, menjadi korban perpisahan mama dan papaku. Tapi aku biasa saja, karena semua manusiapun akan mendapat giliran dari Yang Kuasa mendapatkan cobaan “. Stevan berharap sekali mampu menyembuhkan sisi hati Cassy yang sedang sakit.

“Itulah bedanya aku dan kamu, Stev !!!”

“Bedanya di mana ?”

“Kamu mungkin terbiasa dengan sikap tidak saling mencintai sesama keluarga “ jawab Cassy dengan suara yang pelan dan datar.

“Mana bisa dalam satu keluarga tidak saling menghargai satu sama lain ?“ jawab Stevan.

“Bisa saja, Stevan !,  dan banyak contohnya. Mama dan papa mereka sibuk dengan bisnis dan ambisinya masing masing. Sementara putra-putranya menjadi liar tak pernah tersentuh kasih sayang. Mungkin  kamupun  terbiasa bersikap acuh dengan mama dan papamu”

“Kamu seperti psikolog Cassy !, kalau mama papamu masih serasi dan bahagia, mengapa mereka berpisah ?”

“Itulah manusia, Stev !, dan akupun menjadi shok karena perpisahan mereka. Semua yang aku hadapi tiap hari hanya limpahan kasih sayang mereka berdua dan sebaliknya. Maaf Stevan, aku harap kita hanya sebatas sahabat saja tanpa lebih dari itu. Apa yang kamu pinta sebelum itu, akupun tidak mengerti. Kan sudah sewajarnya sesama karib saling menyayangi “

“Cassy !, OK !, aku rela menjadi korban pelampiasan hati kamu, tapi jujur saja Cassy,
aku tidak mampu jauh dari kamu “ rintih Stevan seperti hari-hari sebelumnya selalu
4
bersikap seperti itu.
“Aku harap engkau bisa menjadi sahabatku, maka berilah aku kebebasan untuk
menentukan apa yang ada di hatiku. Sungguh Stevan !, semua teman pria yang berada diseputarku, aku anggap sebagai teman biasa. Piss, Stevan !!!! “. Stevan tak mampu lagi member jawaban pada semua yang dikatakan Cassy, dia hanya pamit dan pergi.

***
Pak Chandra hanya mengusung sebuah senyuman yang menyuratkan bahwa dia tahu persis apa yang sedang menyelimuti hati dan perasaan Cassy. Maka dia sebagai kepala sekolah tanpa banyak bersikap menyalahkan Cassy. Pak Chandra hanya meminta Cassy untuk kembali terlibat aktif di try out terakhir minggu ini.

“Cassy apa kabar !, Cinderella kita hadir lagi !” teriak Bram.

“Rencana hari ini kami semua akan ke rumahmu untuk meminta kamu comeback “ . Sahut Puguh ketua kelas mereka.

“Oh My God, bidadarimu kembali tampak di depan kita semua “ Siska segera menyeruak ke tengah kerumunan mereka dan segera menyodorkan jabat tangan pada sahabat setianya. Sementara Stevan dengan langkah perlahan mendekati Cassy sambil juga menyodorkan tangan kananya untuk sebuah jabat tangan, dengan sebuah bisikan “ Cass, habis try out aku antar kamu ke Bu Wulan” pinta Stevan.

“Tidak usah Stev !, biar aku saja yang menghadap sendirian.
***

“Nah, kamu lihat tadi teman temanmu kehilangan kamu semua, kan Cass ?”

“Iya bu !”

“Mereka semua tetap ceria dan aktif sekolah !”

“Mereka tidak punya masalah keluarga, bu !”

“Siapa bilang, Cass !, Bu Wulan sebagai wali kelas, biasa mendapat pengaduan dari mereka. Mereka semua juga punya masalah sepertimu !”

“Tapi masalahnya lain dengan Cassy, bu !”

5
“Ya, betul, Cassy !. Tetapi ada beberapa yang yang jauh lebih berat dari kamu “

“Mereka semua tidak pernah cerita sama Cassy “
“Kamu tahu Kimberly ?, dia diasuh oleh bukan ortunya sendiri. Sementara hingga kini dia pengin sekali bertemu dengan ortu kandungnya. Juga Nur Hayati yang mamanya dikabarkan meninggal di Arab, sedangkan bapaknya di rumah  stress. Akhirnya Bu Wulan ikut membantu biaya sekolah, karena dia sebentar lagi ikut UN. Cassy !, cerialah seperti sebelumnya !” pinta Bu Wulan.

“Iya bu !, Cassy akan berusaha !”

“Cassy bahagia dan kesedihan dari setiap manusia, itu hanya tergantung dari sisi hati sebelah mana. Bu Wulan sudah lama mengamati kamu dan Bu Wulan kagum dengan pribadimu. Bu Wulan yakin kamu akan mampu mengurai derita hatimu !. Untuk melupakan derita itu, cobalah kamu teruskan bisnis mamamu, kamu saya yakin mampu bisnis di bidang boutiq, menggantikan mamamu”

“Cassy mengerti Bu !”

Udara di sinang hari itu kembali cerah, sang mentari tak lagi bermuka cemberut, demikian juga hati Cassy yang mulai benderang. Sementara itu sayap Sang Putri Negeri Kaca kembali berkepak lagi***

Sabtu, 10 Maret 2012

Anisah Ratu Matematikaku


“Entah apa sebabnya aku begini ???? ” berkali kali,  entah sudah berpuluh  kali pertanyaan itu selalu menggelitik hati Anisah. Bukan tentang hadirnya sang doi di hatinya, atau sorot mata Ikang yang selalu dihujamkan padanya, tiap mereka berdua bertemu di setiap sudut sekolah itu. Atau bukan pula tentang beberapa teman cewek sekelasnya yang selalu melipat bibir mereka sendiri karena cemburu bila menyaksikan setiap langkah Anisah.

Tetapi selalu saja pertanyaan itu timbul bila dia berhadapan dengan Ibu Hamidah yang selalu menuliskan angka di papan whiteboard di pelajaran matematika yang paling dia benci. Angka angka dan serangkaian huruf capital atau hiruf kecil terus saja memenuhi whiteboard di depanya, yang semakin membuat ubun ubun Anisah seakan mau pecah. Apalagi bila angka-angka itu saling membagi atau mengalikan bersama dengan serangkaian huruf kecil atau capital.

Apalagi bila sang guru manis berambut panjang itu, berteriak melengking, besorot mata tajam seakan melihat hantu di sudut kelas,  sambil memukul-mukulkan penghapus pada papan whiteboard, Bu Hamidahpun kerap  berteriak “ Ini bahan ajar untuk UN, kalian harus mencermati materi ini. Kalau tidak bisa gimana kamu mau lulus ?. Padahal UN sudah dekat ?”. Anisah terperangah di tengah perasaan sedih, mengapa otaknya tidak setajam pisau, menagapa Tuhan menganugerahi otak kerbau kepada aku. Kata kata Bu Hamidah “ Gimana mau lulus UN ? …. Gimana mau lulus UN?.... Gimana mau lulus UN ?..” terus saja menempel di hati dan telinganya.

Hari itu tatapan matanya bertambah meredup, rasa takut memenuhi setiap nadi jantungnya. UN kini menjelma menjadi hantu menakutkan,  sebengis wajah Bu Hamidah yang cantik dan lajang itu.
***

“He..first lady…ratu jagad yang kaya Kate Midlleton, tumben kamu melipat wajah hari ini. Apa ada angin tenggara yang menculik hatimu “ teriak Burhan di beranda kelas usai terdengar bel panjang, pertanda mereka bisa pulang di tengah gerimis musim hujan ini.

“Makasih friend, atas rayuan gombalmu. Mana ada first lady, yang bodo seperti aku ?” jawab Anisah dengan sorot mata yang masih kelihatan layu ditikam perasaan pd-nya yang pas pasan.
“Aduh , emak !, sedikit senyum dong !. Mesti kamu habis disemprot Bu Hamidah, iya kan ?”
2
“Ya memang gitu, aku malu dan bingung”

“Kenapa ? “

“Aku selalu tidak  bisa mengerjakan,  bila Bu Hamidah menyuruhku maju ke depan. Entah Burhan !, aku sendiri sering bingung kalau mengerjakan matematika, apalagi soal soal UN, tolong ajari aku, friend !” sahut Anisah memelas.

“Kamu bisa kok !, asal kamu teliti dan sering latihan “

“ Ya itu sih sudah pasti, friend !, aku sudah belajar tapi ya seperti inilah !. Dasar IQ-ku  zero !”

“Gimana kamu bisa, kamu sendiri sudah pesimis seperti itu. Cobalah lebih akrab dengan matematika. He, beautiful !!!, aku sudah kenal kamu sejak kita di SMP, aku tahu kamu alergi terhadap matematika. Beruntung Bu Hamidah yang cantik, luwes dan simpatik. Coba kalau yang ngajar Pak Aditya, masti kamu lebih stressss…” jawab Burhan yang berjalan di sisi The Nice Girls Anisah hingga sampai di pintu gerbang sekolah.

“Makanya ajari aku ya Han ?”

“Percuma !”

“Kenapa, percuma !”

“Kamu sendiri sudah membenci matematika !!!”

“Ah, entahlah ! “, Anisah membanting wajahnya pada jalan-jalan aspal yang mulai basah dijatuhi titik hujan. Anisah kini tenggelam dalam hujan. Sementara angin yang bertiup kencang melempar tiap percik air hujan ke semua penjuru. Tubuh Anisah sudah tak kelihatan lagi.
***

“Pap, aku mau ikut bimbingan tes matematika, boleh pap ?” pinta Anisah pada papanya di suatu sore di beranda rumah gedong yang berhalaman luas.

“Lho, papakan tidak pernah melarang kamu  ikut kegiatan positip seperti itu. Cuma papa mau tanya !. Mengapa tiba tiba kamu minta bimbingan tes matematika ?’

3
“UN sudah dekat, pap !”

“Kenapa tidak dulu dulu ? “

“Pap, Anisa tidak bisa matematika, padahal UN sudah dekat !”

“Anisah !, papa tahu UN sudah dekat. Tapi mengapa baru sekarang kamu ribut ikut bimbingan tes. Papa tahu,  sejak SD kamu malas belajar matematika, yang kamu anggap seperti momok. Inilah salahnya kamu, Anisa !”. Sebenarnya seberrsit harapan kini mulai tumbuh di hati Samsudin. Sebuah harapan agar Anisah mulai rajin belajar hingga mampu kuliah di jenjang perguruan tinggi.

Guratan panik di wajah Anisah mulai jelas kelihatan. Maka sore itu dia hanya melentingkan sorot matanya yang hampa di hamparan rumput jepang yang tertata apik di halaman rumahnya. Hati kecilnya masih selalu saja mengutuk mengapa dia harus belajar angka angka setan, mengapa pula harus ada UN matematika, mengapa Bu Hamidah selalu menyudutkan dia dan kini papanya juga ikut memberikan vonis bersalah padanya. Samsudinpun tahu persis watak dan ego putri kesayanganya itu.

“Anisah !, apa bimbingan tes  bisa menyulap kamu menjadi pandai matematika, hanya dalam beberapa minggu ?”

“Papa gitu, sih !. Malah membuat Anisah panik !”

“Bukan itu maksud papa, kamu bisa siap UN, kalau diri kamu sendiri yang menyiapkan, bukan bimbingan tes “

“Papa malah ngaco !, apa papa keberatan biaya daftarnya ?”

“Aduh !!!, Anisah sayang !, papa dan mamamu tidak pernah keberatan mengeluarkan biaya untuk kemajuan kamu, paling berapa, sih biaya bimbingan tes ?. Tapi maksud papa kamu mulai sekarang belajar  matematika sendiri yang rajin. Mesti kamu bisa ?. seberapa sulitnya sih, matematika SMA ?’

“Papa !, untuk Anisah, matematika memang sulit, pap !, Anisaj tidak punya bakat pinter matematika !’

“Yang sulit bukan matematikanya, tapi diri kamu sendiri !”

“Sulit bagaimana pap ?”

“Kamu yang memang tidak punya kemauan untuk pinter matematika. Itu papa tahu sejak dulu, sekarang jadikan matematika sebagai teman akrabmu, bukan lagi seperti angka angka setan yang membuat kepalamu puyeng “

“Ah..caranya bagaimana, pap !”

“Ya itu tadi, kamu belajar yang tekun dan rajin mengerjakan soal soal matematika. Jangan pernah lagi kamu anggap matematika seperti angka angka setan “

***
“Matematika tidak sulikan, Anisah ?” dengan senyum renyah Bu Hamidah mencoba berbicara dari hati ke hati pada Anisah di ruang guru, saat Anisah meminta nilai try out terakhir pada Bu Guru yang cantik itu.Anisah hanya tersenyum dalam derai yang dihiasi lesung pipitnya. “Jadi kamu sekarang siap menghadapi UN pelajaran matematika ?”. Pertanyaan Bu Hamidah dibalas dengan senyum canda Anisah, yang mengisaratkan bahwa matematika bagi dirinya bukan lagi ANGKA ANGKA SETAN 

Anisah Sang Ratu Matematika  kini lepas bebas, bagai burung  pipit di pagi hari


***

Kamis, 12 Januari 2012

Episode Cinta Remaja

Anita si cewek cantik jelita,  saat itu memucat wajahnya, apalagi setelah melihat Bu Anggun melipat wajahnya, yang kini duduk di depanya terbujur dingin. Anita tidak tahu lagi apa yang akan terjadi, bila Bu Guru Anggun yang hitam manis itu tanpa sedikitpun berhias senyum indah seperti biasanya. Hari ini memang bagi Anita kegiatan belajar sedari pagi tadi kelihatan hambar, setelah Bu Anggun sendiri yang menyuruhnya menghadap seusai sekolah berakhir.
“Anita duduklah !, langsung saja to the point tentang  sesuatu yang ingin ibu sampaikan. Anita jawablah ?. Ini ibu yang jadul, nggak tahu “playing love”nya anak muda atau kamu yang harus menuruti nasehat ibu “. Sesuatu yang dibayangkan sebelumnya oleh Anita kini memang menjadi realita, setelah Bu Anggun mencoba menelisik privasinya.  “Mengapa kedekatan aku dan Ryan mengusik hatinya ?, apakah bu guru yang cantik itu cemburu denga aku yang lagi enjoy ?. huuuh, aku cuekin aja. Mama papaku saja tidak melarang aku dekat dengan Ryan , apa urusanya dia marah sama aku “ bisik hati Anita kini menggayuti beranda hatinya.
“Anita, mengapa diam ?.
“Anita tidak mengerti apa yang ibu maksud ?”
“Kamu mau belajar ?, apa mau terus-terusan main dan bolos sekolah !”
“Anita mau sekolah, Anita kemarin-kemarin ijin bu ?. Papa sendiri yang buatkan surat ijin “
“Oh, ya !, betul papamu yang nulis ijin ?. Bukanya Ryan yang nulis surat ini!. Anita akulah mamamu, akulah papamu di sini. Sejak kapan kamu pandai berdusta “
“Tapi, bu…..!”
“OK !!!, Anita seribu alasan pasti akan kamu ajukan ke ibu ?. Karena ibu tahu saat saat seperti kamulah semua akan terasa kecil, resiko apapun akan kamu abaikan. Anita !, ibu harapkan kamu sudah mampu membedakan siapa yang tulus memperhatikan kamu dan tidak. Bu guru sama sekali tidak melarang kamu untuk berpacaran, selama itu menjadi penyemangat untukmu “
“Tapi Ryan hanya teman Anita, tidak lebih dari itu !”. Anita masih menyerpihkan seberkas alasan kepada guru yang selama ini menjadi guru pujaan baginya.
“Inilah yang ibu khawatirkan, Anita !. Kamu tahu maksud ibu ?”
“Tidak bu !”
Anita sekarang tidak lebih dari anak ingusan yang tidak berkutik sama sekali di depan wali kelasnya.  Meski selaksa untaian kata telah dia persiapkan sebelum bertemu Bu Anggun. Namun sentuhan halus guru yang piawai itu telah membuat tenggorokanya terseumbat. Lantas bagaimana nantinya aku akan enjoy dengan Ryan, bila aku tak mampu menghadapi guru ini. Tapi bukankah selama ini Bu Anggunlah yang membimbing aku segalanya ?, berkat sentuhan halus darinya, aku mampu terus-terusan mendapat rangking di sekolah ini.
“Anita ? hargailah ibu jangan kamu diam seribu bahasa. Bu guru tidak pernah berniat menjerumuskan kamu. Meski hati kamu sekarang sedang tidak di hadapan ibu lagi “

“Bu Anggun tidak perlu khawatir pada Anita, Anita sudah dewasa bu !”
“Dewasa ?,  mana Anita yang dewasa !. Persahabatan biasa tidak mungkin membawamu menjadi siswa yang sering ke cafe pada jam sekolah, tidak mungkin menjadikanmu siswa yang malas belajar. Tapi persahabatan itu tidak lebih dari simpatik kamu yang gelap mata pada cowok ganteng seperti Ryan. Inikah yang disebut dewasa ?”
“Anita tidak pernah ke café, bu ?”
“Inilah yang sekali lagi  membuat aku kecewa. Anita ?”
“Sungguh, bu !”
“Demi Ryan kamu berbohong pada ibu ?”
“Tapi Anita sudah gede, bu !”
“Anita !, bu guru tidak pernah menelisik kamu pacaran sama Ryan apa tidak ?. Karena kamu sudah gede seperti katamu. Tapi yang ibu harapkan, kehadiran Ryan dihatimu justru menambah spirit kamu untuk meraih prestasi. Bukan malah menjadi cewek badung seperti sekarang ini“
Seberkas titik air kini mulai membasahi kelopak mata Anita, yang sebenarnya tahu persis bahwa selama ini dia di depan guru sekaligus figur penyejuknya itu dia berbohong. Mengapa Bu Anggun selama ini tahu persis tentang dirinya dan Ryan.
“Anita sayang ?, Bu Anggun sudah sering kali menjumpai kasus seperti ini. Tapi Bu Anggun tidak pernah melarang siapa saja untuk pacaran. Bu Anggunpun pernah muda dan pernah juga bepacaran. Tapi yang ibu selalu hindari adalah perasaan yang lebai, yang hanyut dengan romantisma picisan, yang justru akan menenggelamkan kamu ke dalam lumpur yang dalam. Itulah yang bisa ibu berikan pada kamu, Anita !”
Goresan goresan kecil yang ada di libuk hati Anita, yang semula menimbulkan kegalauan kini mulai tertepis karena sentuhan nalar Anita. Hatinya semula terpingit oleh Ryan yang tampil seperti actor Tom Cruise, dengan janji janji wangi bunga yang tumbuh di taman hatinya. Namun bukan berarti dia harus menghempaskan Ryan yang mencuri separo hatinya. Tapi justru dia harus mampu menyejukan cowok badung itu yang melekang diterpa eksotis jaman.
“Sudahlah, Anita !, maafin ibu ya !. Semua yang ibu katakan sama kamu semata semata permintaan mama kamu yang sayang sama kamu. Selebihnya terserah kamu saja “
“Maafin ya bu, Anita tadi berbohong !”
“Sudahlah, Bu Anggun tidak menyalahkan kamu. Asal kamu mau berjanji pada ibu “
“Janji apa Bu ?”
“Anita !, jangan kamu yang tersihir rayuan Ryan. Tapi justru kamulah yang harus mampu membuat Ryan menjadi anak baik. Perlu kamu ketahui, Anita !. Apabila Ryan masih sering membolos, maka terpaksa sekolah akan mengeluarkan dia dan ibu harap kamulah sang dewi penolong bagi Ryan, sanggup ?”
Anita hanya mengganggukan kepala dan segera berlalu.
Mata yang berkaca kini mulai menampakan menggambar hati insane remaja itu, pertanda di hatinya mulai tumbuh semi yang bakal mengokohkan hatinya demi Ryan, demi cintanya, demi maminya dan Bu Anggun serta demi segalanya.
***
Sebuah sedan biru sendu metalik  kini menderukan mesinya menggilas genangan air di jalan aspal sisa hujan semalam. Mobil keluar meninggalkan halaman sekolah di tengah hari dan mobil itu seakan sedang berbagi rasa dengan seseorang yang duduk di belakang kemudinya, untuk sebuah niatan tulus demi Sang Dewi Amour. Sementara terlihat cewek remaja itu sibuk merogoh kantong bajunya untuk mendapatkan Hpnya yang berdering lembut.
“Anita !, aku mau jumpa kamu sebentar saja. Tadi ngapain kami dipanggil Bu Anggun “
“Ah..nanti saja kita jumpa, aku capek, aku mau jumpa mamiku dulu, besok besok saja kita ketemu !”
“Anita, nanti dulu..”
“Dah Yan, bye bye…klik”. Anita segera mematikan Hpnya dan menaruhnya di Dashboard mobilnya.Sementara dari HiFi stereo mobilnya bergema lagu jadul Elvis Presley “Are You Lonesome To Night “. Anita kini tertikam udara musim hujan yang dingin dan semilir untuk beristirahat tidur siang di rumahnya.
***
“Aku tidak mau lagi nongkrong di café sama kamu lagi Yan !. Aku malu ditegur Bu Anggun dan mami sekarang demam setelah tahu aku sering bolos sekolah”, pinta Anita seusai sekolah di siang hari.
“Tapi, kapan kita bisa bebas jumpa kamu !”
“Kita bukan anak kecil lagi !,  simpan saja egomu yang kaya anak ABG saja !. Aku nggak mau seperti itu lagi. Yan kamu sudah diancam guru guru, kamu harus rajin masuk karena sebentar lagi UN “ sekali lagi pinta Anita disodorkan pada Si Ganteng itu.
“Ah, masa bodo Anita, aku ya seperti ini. Kamu nggak usah ngatur aku piss !”
“Ya sudah!, Cuma kamu harus tahu Yan !, kalau kamu mencintai seseorang kamupun harus bisa berbagi perhatian dengan lainnya, kamu hanya bisa mencintai egomu saja . Itulah permintaanku pada kamu. Yan aku pulang saja, mami sudah menungguku di rumah “
“Eh Anita, tunggu dulu !”
“Aku harus menunggu apa lagi “
“Aku tadi Cuma ngomong nggak serius !”
“Kamu masih suka saja sama egomu itu !”
“Nanti dulu Anita, OK, OK, ya aku janji . Aku pengin bareng pulang sama kamu. Aku pengin njenguk mamimu. Aku mau minta maaf sama mami kamu, papi kamu dan kamu,     sayang !”
“Sungguh Yan !, aku sungguh sungguh ! “
“Ya, sayang !”
Daun daun palma di depan sekolah kembali bereksotis ditiup angin musim hujan. Gerimis mulai membasahi bumi, sebasah hati Ryan yang mulai lapng dan sejuk ***

Jumat, 30 Desember 2011

Eva Peron Nurlela


indah mahanani
anerji.blgspot.comHanya beberapa patah kata saja yang dapat lepas renyah dari mulut Eva Peron, kala cewek yang feminis dan flamboyan itu  disapa Roksi yang gantengnya mirip Teungku Wisnu yang kini ada di depanya. Entah apa salah mentari pagi yang menghangati bumi atau daun- daun palem botol yang basah berselingkuh embun pagi hari ini, sehingga mereka berdua menjadi cuek tidak ketulungan. Sikap Roksi yang angkuh seperti peragawan di atas Catwalk itu membuat Irma dan Sylvie, sokib setia Eva Peron menjadi terbakar hatinya.  Maka mereka berdua segera menghentikan langkah Eva Peron yang sudah ngebet pengin es jeruknya  kantin Tante Lisa.
“Gila tuh anak !, hai Lela!, lihat tuh cowok kamu!, sombongnya minta ampun !”. Kedua bola mata Sylvie seakan keluar dari rongga matanya
“Udahlah !, biarkan saja dia kan sudah gede, sudah tahu apa yang  harus dia perbuat “.
“Kamu selalu baikan sama dia sih Lela “ seru Irma
“Irma !, kenapa kita lupa!, kita kan sedang berhadapan dengan María Eva Duarte de Perón . Ibu negara Argantina yang berhati baik dan dekat dengan rakyatnya. Makanya Lela baik hati terus sama cowok yang kaya Arjuna itu “
“Ah kamu tambah ngaco. Biarkan saja dia berada di sikap seperti itu. Nanti kalau dia butuh bantuanku, dia kan mendekat sendiri dengan senyumnya yang ramah, disitulah aku baru menganggapnya Roksi Leonanto “, Sikap Nurlela seperti inilah yang membuat banyak sokibnya ingin selalu dekat denganya. Bahkan sebagian sokibnya sudah melekat betul memberi panggilan Eva Peron pada Nurlela. 
Termasuk juga Roksi yang sudah beken dengan sikapnya yang arogan dan egois, diapun tak segan untuk dekat dengan Eva Paron karena ada maunya, namun bagi cewek yang santer juga dikenal sebagai cewek pemerhati dan penuh  kepedulian itu, sikap Roksi yang seprti itu hanya ditanggapi dengan dingin dan tangan terbuka. Sehingga sokib-sokibnya terkadang merasa heran, mengapa bisa sedekat itu dengan Roksi, mengapa pula mereka terkadang bagaikan kedua remaja yang tidak saling kenal. 
Padahal sebenarnya mereka berdua memang telah akrab menjadi sokib yang saling “take and give” sesamanya, bukan hanya saling berbagi uluran tangan untuk masalah sekolah saja. Tetapi semua ganjalan hati mereka berdua selalu dibalas dengan kepedulian dari keduanya. Meski karakter menjadi batas  antara mereka berdua,  namun bagi Eva Peron batas itu bukan merupakan mata  pisau yang  tajam.  
Roksi “The Ellegan Boy “ selalu berpenampilan  metropolis dan eksklusif di manapun dia melangkahkan kaki. Diantara sokib-sokibnya Roksi selalu berambisi dengan egonya untuk mendapatkan atensi dari mereka tentang gagasan dan idenya. Meski dia harus banyak mengeluarkan doku untuk mentraktir apapun niatan sokib-sokibnya, demi sebuah pujian dan penghargaan semu atas dirinya.  Sedangkan Nurlela termasuk type cewek low profile,  renyah, familiar dan licin kedua tanganya untuk memberi kepedulian sesamanya. Sehingga perihal performan maupun karakter dari Roksi, Nurlela yang paling tahu dan paling mengerti. 
Maka Nurlelapun tidak habis pikir, “ Mengapa sebagian besar sokib-sokibku banyak yang tidak suka pada sikap Roksi. Padahal bila mereka mau berkorban untuk menebalkan telinga dan mengganggap sikap Roksi sebagai hal biasa, maka sebenarnya sikap Roksi adalah biasa biasa saja”.
***
“Ros, aku menjadi tidak enak sendiri ?” demikian curhat Nurlela di sore hari saat Roksi main ke rumah Nurlela.
“Mengapa ?, tentang aku ?”
“Ah..nggak Ros. Aku menjadi terbebani dengan panggilan María Eva Duarte de Perón padaku”
“Lho, seharusnya kamu bangga Lela!. Eva Peron kan tokoh wanita dunia dan  dia simbol kepedulian pada sesama, terutama Rakyat Argentina yang miskin”
“Justru itu, Ros!. Banyak teman kita yang seenaknya memerlakukan aku. Mereka seenaknya minta tolong sama aku untuk hal-hal yang sepele . Mereka menyamakan aku dengan Eva Peron yang gampang menolong siapapun. Aku kan Nurlela manusia biasa !”
“Yah ..jangan kamu perdulikan mereka. Figur Eva Peron sebenarnya bukan seperti itu ?”
“Lantas seperti apa ?”
“Lela !, kamu sebaiknya membaca sejarah Eva Peron !”
“Aku belum pernah !” jawab Nurlela seraya menangkat kedua bahunya.
“Ya baca dong !” Sebuah derai tawa menghiasi wajah Roksi.
“Kamu pernah ?” Nurlela membalasnya dengan ajah inocen dan sebuah senyuman tipis.
“Lho kok tanya aku !, yang difigurkan Eva Peron kan kamu !. Mengapa tanya aku! “
“Kamu tadi ngomong tentang peran sebenarnya Eva Peron, tentunya kamu pernah membaca. Piss aku minta informasi biodatanya “
“ Cuma sedikit yang aku tahu. María Eva Duarte de Perón  lahir di Los Toldos sebuah desa terpencil di Argentina Tahun  1919.  Eva Peron merupakan istri ke dua dari   President  Argetina Juan Peró n (1895–1974).  Pada tahun  1934,  tepatnya pada usia 15  tahun Eva hijrah ke Buenos Aires da berkarir di panggung hiburan dan menjadi aktris radio dan film. Pada Tahun  1944 Eva berkenalan dengan Kolonel Juan Peron.  Satu tahun kemudian merekapun menikah dan pada Tahun 1946 Juan Peron terpilih sebagai Presiden Argentina. Itulah yang aku tahu “
“Trim Ros, tapi mengapa menurut informasi dari teman teman, dia sempat menjadi ibu negara yang dicintai rakyat Argentina. Betul Ros ?”
“Betul, karena seluruh hidupnya dicurahkan untuk Argentina. Selama 6 tahun mendampingi Juan Peron, Eva Peron menjadi ibu negara yang sangat berkuasa. Bahkan telah diberi amanah oleh Rakyat Argentina menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Kesehatan. Oleh karena itu dimanapun dia berada selalu menyerukan isu hak hak buruh.. Selain itu Eva Peronpun mendirikan yayasan yang bergerak di perlindungan terhadap perempuan. Tak lama kemudian dia mendirikan Partai Perempuan Peron (Female Peronist Party ). Kiprah tersebut membuatnya dia terpilih menjadi wakil presiden Argentina pada Tahun 1951, untuk mendampingi suaminya sebagai Presiden Argentina”
“Sungguh bahagia ya Ros !.Bila kita bisa sukses seperti Eva Peron ?”
“Tapi itu relatif, Lela !”
“Apa maksudmu ?” tanya Nurlela.
“Menurut sejarah kemashuran Eva Peron rupanya tak berlangsung lama setelah diagnose dokter menemukan sebuah kanker ganas menyerang serviknya. Sehingga pada Tanggal 26 Juli 1952 Eva Peron meninggalkan Rakyat Argentina untuk pulang selama-lamanya. Menyisakan keharuan yang besar sekali bagi rakyatnya karena sentuhan kemanusiaannya yang begitu membekas selama memimpin mereka”
“Manusia memang sudah memiliki takdir sendiri- sendiri, yang jelas tidak kan ada lagi Eva Peron yang  kedua di muka bumi ini”
“Ada, Lela !”
“Dari negara mana ?”
“Bukan dari mana mana dan  tidak jauh “
“Hari sudah sore, ucapanmu semakin ngaco !”
“Kaulah Eva Peron, Lela !”
“Tambah ngaco lagi  !“ Merah rona wajah  Nurlela kini kelihatan jelas terlihat.
“Kamulah Eva Peron untuk aku,Lela !”
Nurlela terdiam dan menundukan wajah. Senja telah menjamah beranda rumah Nurlela. Entah esok pagi apa yang akan mereka perbuat bersama***