Sabtu, 31 Desember 2011

Tersekap di Tahun 2012

puspa prasasti aji
Hari ini , aku meminang hari
Hari pertama aku menginjak tahun 2012 dalam benang
biru,  berujung simpul asa berkait pada rongga dada
yang lapang......
Istriku tersenyum berseri,  anaku lelah
semalam mencandai terompet dan kembang api
akupun masih kenyang dengan roti bakar dan
segelas kopi panas semalam.

Gerimis  membungkam pekik terompet
Juga  memberiku halaman baru...menyodoku
agar terus memutar roda hidup, dalam birama
Jalan panjang berliku, seperti tubuh Ular Naga
Namun berbagai warna tubuhnya belum aku kenal

Kubalas dengan metamorfosis suka duka
Dengan nadi jantung yang memburu tirai kelam tersingkap
Pagar bambu halaman rumahpun ikut menyentak
Dalam protes tepi jaman yang tak mampu kupandang
Namun beruntung embun pagi
Terus menyapaku
Menyejuk urat nadi istriku
Memberikan ikatan bunga untuk anaku

Membeningkan pandang mataku
Yang tak lagi menelanjangi guratan nasib
Yang menghisapku pada nyanyian burung parau
Sehingga mengemas resah,
Melumat sisi jantungku
Menyucapkan selamat tdur
Meski kedua mata hanya terpencing

Aku bangun dalam bingkai 2012, sebuah misteri...
Dalam kado bahagia, tanpa “Solar Flare” atau “Green House Effect”
Tanpa melempar hujat pada korutor
Atau kolektor uang negara

Aku tetap terpingit, pada nyanyian padang
Masih berlantai tanah merah berhias belukar
hanya belalang yang berhasrat menyegerakan berputarnya
bumi menyergap matahari. Namun inilah
bilah yang aku punya untuk memburu embun pagi
dalam basuh wajah yang segar berseri
menjemput benang lurus 2012

(Semarang, 1 Jan 2012)

Jumat, 30 Desember 2011

Eva Peron Nurlela


indah mahanani
anerji.blgspot.comHanya beberapa patah kata saja yang dapat lepas renyah dari mulut Eva Peron, kala cewek yang feminis dan flamboyan itu  disapa Roksi yang gantengnya mirip Teungku Wisnu yang kini ada di depanya. Entah apa salah mentari pagi yang menghangati bumi atau daun- daun palem botol yang basah berselingkuh embun pagi hari ini, sehingga mereka berdua menjadi cuek tidak ketulungan. Sikap Roksi yang angkuh seperti peragawan di atas Catwalk itu membuat Irma dan Sylvie, sokib setia Eva Peron menjadi terbakar hatinya.  Maka mereka berdua segera menghentikan langkah Eva Peron yang sudah ngebet pengin es jeruknya  kantin Tante Lisa.
“Gila tuh anak !, hai Lela!, lihat tuh cowok kamu!, sombongnya minta ampun !”. Kedua bola mata Sylvie seakan keluar dari rongga matanya
“Udahlah !, biarkan saja dia kan sudah gede, sudah tahu apa yang  harus dia perbuat “.
“Kamu selalu baikan sama dia sih Lela “ seru Irma
“Irma !, kenapa kita lupa!, kita kan sedang berhadapan dengan María Eva Duarte de Perón . Ibu negara Argantina yang berhati baik dan dekat dengan rakyatnya. Makanya Lela baik hati terus sama cowok yang kaya Arjuna itu “
“Ah kamu tambah ngaco. Biarkan saja dia berada di sikap seperti itu. Nanti kalau dia butuh bantuanku, dia kan mendekat sendiri dengan senyumnya yang ramah, disitulah aku baru menganggapnya Roksi Leonanto “, Sikap Nurlela seperti inilah yang membuat banyak sokibnya ingin selalu dekat denganya. Bahkan sebagian sokibnya sudah melekat betul memberi panggilan Eva Peron pada Nurlela. 
Termasuk juga Roksi yang sudah beken dengan sikapnya yang arogan dan egois, diapun tak segan untuk dekat dengan Eva Paron karena ada maunya, namun bagi cewek yang santer juga dikenal sebagai cewek pemerhati dan penuh  kepedulian itu, sikap Roksi yang seprti itu hanya ditanggapi dengan dingin dan tangan terbuka. Sehingga sokib-sokibnya terkadang merasa heran, mengapa bisa sedekat itu dengan Roksi, mengapa pula mereka terkadang bagaikan kedua remaja yang tidak saling kenal. 
Padahal sebenarnya mereka berdua memang telah akrab menjadi sokib yang saling “take and give” sesamanya, bukan hanya saling berbagi uluran tangan untuk masalah sekolah saja. Tetapi semua ganjalan hati mereka berdua selalu dibalas dengan kepedulian dari keduanya. Meski karakter menjadi batas  antara mereka berdua,  namun bagi Eva Peron batas itu bukan merupakan mata  pisau yang  tajam.  
Roksi “The Ellegan Boy “ selalu berpenampilan  metropolis dan eksklusif di manapun dia melangkahkan kaki. Diantara sokib-sokibnya Roksi selalu berambisi dengan egonya untuk mendapatkan atensi dari mereka tentang gagasan dan idenya. Meski dia harus banyak mengeluarkan doku untuk mentraktir apapun niatan sokib-sokibnya, demi sebuah pujian dan penghargaan semu atas dirinya.  Sedangkan Nurlela termasuk type cewek low profile,  renyah, familiar dan licin kedua tanganya untuk memberi kepedulian sesamanya. Sehingga perihal performan maupun karakter dari Roksi, Nurlela yang paling tahu dan paling mengerti. 
Maka Nurlelapun tidak habis pikir, “ Mengapa sebagian besar sokib-sokibku banyak yang tidak suka pada sikap Roksi. Padahal bila mereka mau berkorban untuk menebalkan telinga dan mengganggap sikap Roksi sebagai hal biasa, maka sebenarnya sikap Roksi adalah biasa biasa saja”.
***
“Ros, aku menjadi tidak enak sendiri ?” demikian curhat Nurlela di sore hari saat Roksi main ke rumah Nurlela.
“Mengapa ?, tentang aku ?”
“Ah..nggak Ros. Aku menjadi terbebani dengan panggilan María Eva Duarte de Perón padaku”
“Lho, seharusnya kamu bangga Lela!. Eva Peron kan tokoh wanita dunia dan  dia simbol kepedulian pada sesama, terutama Rakyat Argentina yang miskin”
“Justru itu, Ros!. Banyak teman kita yang seenaknya memerlakukan aku. Mereka seenaknya minta tolong sama aku untuk hal-hal yang sepele . Mereka menyamakan aku dengan Eva Peron yang gampang menolong siapapun. Aku kan Nurlela manusia biasa !”
“Yah ..jangan kamu perdulikan mereka. Figur Eva Peron sebenarnya bukan seperti itu ?”
“Lantas seperti apa ?”
“Lela !, kamu sebaiknya membaca sejarah Eva Peron !”
“Aku belum pernah !” jawab Nurlela seraya menangkat kedua bahunya.
“Ya baca dong !” Sebuah derai tawa menghiasi wajah Roksi.
“Kamu pernah ?” Nurlela membalasnya dengan ajah inocen dan sebuah senyuman tipis.
“Lho kok tanya aku !, yang difigurkan Eva Peron kan kamu !. Mengapa tanya aku! “
“Kamu tadi ngomong tentang peran sebenarnya Eva Peron, tentunya kamu pernah membaca. Piss aku minta informasi biodatanya “
“ Cuma sedikit yang aku tahu. María Eva Duarte de Perón  lahir di Los Toldos sebuah desa terpencil di Argentina Tahun  1919.  Eva Peron merupakan istri ke dua dari   President  Argetina Juan Peró n (1895–1974).  Pada tahun  1934,  tepatnya pada usia 15  tahun Eva hijrah ke Buenos Aires da berkarir di panggung hiburan dan menjadi aktris radio dan film. Pada Tahun  1944 Eva berkenalan dengan Kolonel Juan Peron.  Satu tahun kemudian merekapun menikah dan pada Tahun 1946 Juan Peron terpilih sebagai Presiden Argentina. Itulah yang aku tahu “
“Trim Ros, tapi mengapa menurut informasi dari teman teman, dia sempat menjadi ibu negara yang dicintai rakyat Argentina. Betul Ros ?”
“Betul, karena seluruh hidupnya dicurahkan untuk Argentina. Selama 6 tahun mendampingi Juan Peron, Eva Peron menjadi ibu negara yang sangat berkuasa. Bahkan telah diberi amanah oleh Rakyat Argentina menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Kesehatan. Oleh karena itu dimanapun dia berada selalu menyerukan isu hak hak buruh.. Selain itu Eva Peronpun mendirikan yayasan yang bergerak di perlindungan terhadap perempuan. Tak lama kemudian dia mendirikan Partai Perempuan Peron (Female Peronist Party ). Kiprah tersebut membuatnya dia terpilih menjadi wakil presiden Argentina pada Tahun 1951, untuk mendampingi suaminya sebagai Presiden Argentina”
“Sungguh bahagia ya Ros !.Bila kita bisa sukses seperti Eva Peron ?”
“Tapi itu relatif, Lela !”
“Apa maksudmu ?” tanya Nurlela.
“Menurut sejarah kemashuran Eva Peron rupanya tak berlangsung lama setelah diagnose dokter menemukan sebuah kanker ganas menyerang serviknya. Sehingga pada Tanggal 26 Juli 1952 Eva Peron meninggalkan Rakyat Argentina untuk pulang selama-lamanya. Menyisakan keharuan yang besar sekali bagi rakyatnya karena sentuhan kemanusiaannya yang begitu membekas selama memimpin mereka”
“Manusia memang sudah memiliki takdir sendiri- sendiri, yang jelas tidak kan ada lagi Eva Peron yang  kedua di muka bumi ini”
“Ada, Lela !”
“Dari negara mana ?”
“Bukan dari mana mana dan  tidak jauh “
“Hari sudah sore, ucapanmu semakin ngaco !”
“Kaulah Eva Peron, Lela !”
“Tambah ngaco lagi  !“ Merah rona wajah  Nurlela kini kelihatan jelas terlihat.
“Kamulah Eva Peron untuk aku,Lela !”
Nurlela terdiam dan menundukan wajah. Senja telah menjamah beranda rumah Nurlela. Entah esok pagi apa yang akan mereka perbuat bersama***

Kamis, 29 Desember 2011

Sketsa Hidup di Awal Tahun

sekar kusuma adji
Barangkali hanya ini, yang aku mampu hidangkan.....
Senampan hidangan makan malam,  dengan menu tergigit
angin malam dari tebing jaman.
Sementara otot tubuhku telah terlipat kerasnya
jalanan hidup, tempat abang becak mengayuh hidup.
Padahal engkau di puncak “Langen Sari”  berteman “Dewi Supraba,
Gagarmayang, Tunjungbiru dan Dewi Lenglengmulat”.

Tapi jangan dulu kau tepiskan sebuah makna
yang telah kau benahi rapi dalam keranjang berbalut
kain sutra,  meski jalan tanah liat menuju untaian pelangi.
Telah basah oleh geimis pagi “berkuku tajam”
Namun masih ada sehelai benang kuning dari “Sang Bagaskara”
yang menusuk celah rumah kita yang tersayat pilu.
Rumahku Impianku

Aku dan kau, kasihku....
Dalam Naungan yang Maha Perkasa
Bersemayam di balik tirai tipis,  setipis antara bilik jantung
yang saling bersebrangan, namun sorot mataNYA menyodorkan
berjuta tangan lembut untuk meluruskan tulang-belulang kita.
Bila engkau berhasrat menanam bunga bunga jiwa
Dalam tetumbuhan “Arcapada”,  tempat kau bermandi keluh
Tersayat sembilu galau dan risau.

Halaman rumah kita, biarkan saja menghitung hari
Memburu setiap detik, menyelingkuhi dirimu dalam cibiran bibir
Bukankah kita masih memiliki taman bunga
Di rongga dada, yang kau taburi dengan wewangian
pengantin baru. Kala angin malam kau jadikan pena untuk
mengambar sumpah serapah kita.

Luruskan benang putih hingga ke jendela langit
Sementara tembang parau kau letakan saja di halaman
rumah gubug kita, terpungut jaman lantas kau biarkan saja
terpelanting oleh angin kembara dari “Negeri Prahara”
yang menguncimu hingga tesengal nafasmu.
Aku masih memiliki lengan yang kokoh,
Sekedar mencandamu bersama nyanyi Kenari dan Derkuku
Hingga pagi nampak elok berdandan  gincu bibir.

Janganlah kau genapi wajahmu dengan ornamen awan gelap
Bila sorot lampu jalan menyilaukan kedua mata .

Jangan pula kau cemburu dengan sepatu kaca
Di etalase rumah berarsitektur romawi

Sementara bila kau dan aku terhuyung pada tepi langit
Maka akan aku gunakan seribu sayapku
Agar kau mampu kuterbangkan ke “Jonggring Saloko”.
Tempat yang ramah, hingga kita lepas bebas
dan menggulai hari dengan bumbu yang renyah
Tempat kita juga mampu menanam ubi dan palawija.

(Semarang, 31 Desember 2011- Di Malam Tahun Baru 2012).






Senin, 26 Desember 2011

Aku Anak Ubi


PUISI ANAK

hamdi beffananda aji
Kala basah mata emak,
Aku jadi sedih, bukankah singkong rebus
untuk makan malam kita telah siap di meja
tersedu juga teh gunung yang tawar tapi hangat
Biarkan Bapak di rantau...bertanam nafas
Dalam buaian hidup, berkalang sumpah serapah

Emak, jangan berkubang air mata
Biar dinding perutku ini, terus memburuku
Dengan “gulai” kasih emak sehalus sutra
Akupun terus panjatkan do’a.
Agar gubug bambu tempat kita merebahkan
badan, terus menyanyi lagu ceria

Aku anak ubi rebus, hanya halaman rumah
Yang tinggal sejengkal yang dapat menyongsong
aku yang terbiasa tanpa alas kaki,
akrab dengan kebon dan palawija

Bapak, esokpun akan aku jemput
Pulang dari kota
Untuk menyemai padi hidup aku***

Hamdi Beffananda Aji

Gerimis

PUISI ANAK

hamdi beffananda aji
Mengapa seharian kau menggigit bumi
Hingga basah yang aku alami
Burung burung terdiam, tulang-tulangku meronta
Meminta seberkas kehangatan,
Aku hanya memiliki suka cita
Bersama ayah dan emaku, meski hidup di
bawah rumah bambu dan beralas tanah kering
kita semuapun setia menunggu gerimis.

Agar singkong dan ubi di ladang,
Lebih keras lagi memberi sapa
Agar emak  tidak marah menyuruhku jauh mengangsu air

Gerimis berilah kabar kepadaku
Bagaimana aku bisa kuliah di perguruan
Karena bapak dan emak,  hanya  mampu tersenyum pilu

Gerimis, kabarkan ke langit,
Aku pengin menjadi pilot pesawat
Hingga mampu menyentuh langit
Terimakasih gerimis
(Semarang, 26 Desember 2011)

Hamdi Beffananda Aji


Minggu, 25 Desember 2011

Biru Rindumu


puspa prasasti aji
Rehas datang ke acara kumpul bareng sokib-sokib gaulnya di rumah Avda pada sore hari sesuai apoinmen mereka lewat Hp.  Bukan siapa-siapa yang terselip di hatinya kala dia berambisi untuk gabung di rumah Avda, di awal tahun baru ini, bukan pula secangkirkopi dan sekerat roti yang dia buru.   Tapi kata hati, yang terus memberontak menusuk rongga dada, jantung dan urat nadinya.
Avda segera menghamburkan diri ke beranda rumah, kala kelebat tubuh Rahas terlihat di pintu gerbang halaman rumahnya. Avda mengulurkan ke dua tangan, sedangkan Rahas hanya memperepat langkahnya sembari melempar senyum. Perjumpaan ini mirip dua orang “Knight dari Skandinavia” yang bertahun tidak berjumpa dalam kancah pperangan melawan Romawi.  Bagi Rehas selama empat tahun tidak pernah bisa jumpa dengan beberapa sokib kentalnya sejak SMP, memang membuatnya dia ngebet ingin jumpa hari ini, di tengah libur panjangnya. 
“Rehas, kita jumpa lagi, sehatkan ?” kalimat pertama Avda yang lepas berderai tawa memenuhi beranda rumahnya  yang hanya berlantai semen.
“Avda !, aku nggak sangka kamu mau datang !. Rasanya baru kemarin kita pisah !”
Mereka berdua merasakan kehangatan yang renyah, akrab tetapi fresh meski udara di luar terasa dingin akibat gerimis yang mengguyur awal Januari tahun ini. Rehas masih menampakan sebuah duka yang menyerpih di dinding kalbunya meski dia sudah meninggalkan kota lamanya empat tahun silam, sebuah duka tentang pertemuanya dengan Elga dan sebuah perpisahan yang menyakitkan.
“Bangkitlah Rehas !, mendung tidak selamanya membawa hujan !” sebuah advis sejuk datang dari Avda.
“Apa maksudmu ?”
“ Tidak selamnya apa yang kamu duga akan menjadi kenyataan “
“Aku masih belum tahu, cobalah kamu lebih detil saja “
“Ah...kamu kan udah mahasiswa tahun ini, masa nggak tahu sih Has !”
Avda meneguk bebarapa tegukan kopi hangat, sedangkan tak satupun makanan yang belum masuk ke rongga perut Rehas.  Avdapun tahu sebuah kegalauan kini menyelimuti hati sokib dekatnya itu yang datang dari Medan demi apoinmen mereka, atau demi Elga yang rencananya juga mau ngikut  bareng ngumpul.
“Has, kamu coba dong lebih dewasa sehingga bisa memberikan Elga sebuah alasan tentang empat tahun yang lalu. Dia juga sering nanyain kabar kamu kok ! “
“Emang itulah yang akan aku lakukan, moga-moga sore ini aku mampu menjadi The Braveman untuk sebuah penjelasan “. Sendu di wajah Rehas sudah mulai tertepiskan.
“Mengapa tidak kau lakukan di awal awal saja ?”
“Itupun aku menyesal, yah kita saat itukan masih remaja yang belum dewasa. Perpisahaku dengan Elga hanya menimbulkan emosi di hatiku. Aku benci bila melihat Elga. Namun kebencian itu lama-lama meluruh, meninggalkan kesan pada Elga dari sisi lain “ . Rehas kini mulai membasahi tenggorokanya dengan softdrink yang ada di depanya.
“Sisi yang mana ?”
“Ternyata dia lebih dewasa lagi sekarang, apalagi  setelah lulus SMA. Aku bisa menebaknya, dia jauh lebih dewasa dari umurnya. Betulkan kan , Avda ?”
“Betul Has !,sayang kita berpisah lama. Seandainya kamu masih gabung bareng denganku. Tentunya akan aku ceritakan semua tentang Elga “
“Kamu dekat dengan, Elga ?”  Rehat mulai mencoba menelisik tentang Elga.
“Kebetulan dia kuliah bareng aku, Sehingga dia hampir tiap hari ketemu aku “
“Mengapa kamu nggak crita sama aku ?”
“Orang kamu aja baru sms met tahun baru kemarin, gimana aku tahu posisi dan no hap kamu “
“Banyak yang pdkt sama dia, Avda ?”
puspa prasasti aji
“Dia menjadi bunga kampus, apalagi dengan sikapnya yang dewasa. Dia juga dinilai banyak teman-teman sebagai wanita flamboyan. Aku sarankan kamu pdkt lagi dengan kiat yang santun, halus selembut sutra !”.
Rehas hanya diam membisu.
***
Avda, meski bukan anak seorang gedongan, tapi memiliki karakter yang santun, halus, peduli dan ringan tangan menolong siapapun. Oleh karena itu banyak sekali sokib-sokibnya yang seneng berada di dekatnya, meski belum satupun cewek mahasiswi yang mampu menjadi penambat hatinya. Karena bagi Avda “cinta” bukan selembar hasrat yang harus ditautkan dalam wujud pacaran. Avda hanya mengenal cinta dalam wujud memberikan kebaikan dengan lainnya. Maka bila dia mengantar pulang Elga, Shanty,  Elvi dan seabreg cewek lainnya, dengan sepeda motor bututnya, itulah cinta menurutnya.
Maka kala dia memberikan selorohnya untuk mengumpulkan semua sokibnya di rumahnya yang sederhana,semua sokibnyapun menyambutnya. Mereka kin tidak membuhkan temu bareng di hotel berbintang, atau di pub, restoran dan lain sebagainya. Tetapi meski hanya rumah sederhana di batas kota mereka semua dengan ringan menyetujui kumpul bareng itu.
Rehas belum mampu melepas semua candanya pada semua teman-teman Avda yang sudah mulai gabung dengan duduk di atas tikar, sambil memusari hidangan pecel lele dan nasi hangat serta sambal yang pedas. Tidak ketinggalah daun kemangi dan irisan mentimun juga ikut menambah menu tahun baru yang sederhana.
“Avda !, kita bikin heboh aja kumpul bareng ini !” pinta Kayla.
“OK !, aku yang bawa gitar, siapa yang mau nyanyi !. Kayla please ?”
“Aku nggak bisa nyanyi,  aku bacakan puisi saja ya !, kebetulan aku bawa dari rumah,setuju !”
“Setujuuuuuu....!!!!!”
Semua kebisuan tadi kini menjadi cair, saat Kayla membacakan puisi karya dia sendiri :
Puisi Tentang Tahun Baru
Bukankah  aku  telah  simak
dengan seluruh nadi  darahku
agar  tetap mengalirkan  semua  yang  kau  pinta
lantaran  telah  hilang  lakon hidup

episoda  demi  episoda
kini  haripun bertabuh  genderang tahun  baru
biarlah  aku  hadirkan  lagi
bahasa  tubuhku  yang  lama  terbang
merengkuh  awan
biarkan  pula  langit  memberikan  senyumnya
asalkan  kita  sewarna  merah,  biru  dan  jingganya
tahun baru.

Saat  ini  tak  mau  aku  menanti  datangnya  mentari
 Lantaran telah aku basuh wajah dengan  senyum  bidadariku
 Yang telah memberikan  aku  secawa  air  pelepas  dahaga
 Biarlah  semua  tergambar jelas 
 
Akan aku   dapatkan  lagi
 Biru langit  bertepi   ormanen  warna  jingga
 Sementara  engkaupun masih menawarkan  lagi
 Sebilah hatimu  yang  telah  meranum  bahagia
  
Kayla, 4 Januari 2012.
 Rehas dan Elga tak sengaja saling bertatap mata, Rehas mengawali dengan seberkas senyum gantengnya. Elgapun mambalasnya dengan sebuah bisik hati , “Rehas bila biru rindumu memberkas katakan saja, akan aku terima dengan kedua tanganku “
Rumah Avda yang berdinding setengah papan itu menjadi saksi pertemuan mereka berdua***


Sabtu, 24 Desember 2011

Selamat Pagi Mama


hamdi beffananda aji
PUISI ANAK


Mama, biarkan aku bercerita.....
Sambil melahap singkong rebus yang mama berikan
Di awal pagi bergerimis
Setelah semalam aku becanda
dengan teman-temanku
melalui facebooku
Aku ceria, hingga tak terasa malam
semakin larut.

Mereka semua mengucapkan
Selamat tahun baru
Padahal di sawah ladang bapak
Tidak mengenal tahun baru
Singkong, padi dan palawija miik Bapak
Terus tumbuh sepanjang waktu

Aku ucapkan saja
Semoga kita sehat
(Desember, 25 Desember 2011).
  
Mimpiku

Bapak membelikanku mobil sport merah jambu
Mampu menderu di jalan-jalan Kota Semarang
Aku tertawa sepanjang hari
Mama tidak menyuruhku pergi ke ladang
Aku meneguk es kelapa muda di rumah makan
besar,  di etalase kaca dipampang sejuta menu makanan
Tapi, tidak ada menu daun singkong dan sambal kacang

Tapi aku tetap tertawa
Mama disampingku mengelus pipiku
“Anaku sayang !, bangunlah hari sudah siang, pergilah
ke  sawah membantu Bapak !”
(Desember, 25 Desember 2011).

Selasa, 20 Desember 2011

Agatha, Something Wrong ?


PUSPA PRASASTI AJI
Hari ini  Agata merasakan  hari terpanjangnya, karena hari ini adalah saat- saat terakhir sekolah di semester gasal tahun ini. Sebentar-sebentar Agata menjumpai sokib sokibnya yang mengusung wajah berawan gelap, gelisah dan memburu matahari agar segera terbenam di balik tabir cakrawala. Hari ini adalah hari  terakhir mereka ke sekolah, panjangnya liburan akhir tahun hingga awal tahun 2012  sudah menyelinap dalam dalam ke angan mereka.

Bermandi cahaya kembang api di Pantai Parang Tritis, Jogja atau berkemah dan kegiatan out-bond di Pantai Pangandaran, atau happy ending year di hotel berbintang bersama entertainer papan atas serta acara seremonial lainya menggayuti  angan sokib sokib Agatha. Namun cewek centil mirip Ayu Ting Ting sama sekali belum melintas sama sekali di benaknya untuk merencanakan pesta tahun baru ini.


Pernah sekali Bram mengajaknya ke Malioboro untuk gabung dengan bule –bule wisman seantero jagad dan paginya ke Prambanan untuk nonton OVJ Happy New Year, namun dengan halus dan lembut ajakan Bram ditolaknya. Agatha lebih senang bila malam tahun baru berllu begitu saja seperti malam malam lainya. Toh rembulan dan bintang tak akan berbeda dandananya di malam tahun baru dengan malam malam lainnya. Malam ini aku melihat rembulan dengan raut muka yang “putih bersih”  di lingkari kerikil- kerikil besinar gemerlap, adalah keindahan alami yang tiada mengenal waktu. Hanya manusia-manusia yang lebay saja yang membedakan arti sebuah malam.


Bagi Agatha hanya tahu malam berbintang terang, malam gelap berselimut awan hitam atau malam tak mengusung wajah bulan.


“He..Agatha,  malam tahun baru hanya tinggal satu minggu lagi. Ayo dong kita bareng buat acara, terserah kamu saja kita ke mana ?”. Pinta Marcella.


“Aku  staying home  saja, Ell !”

“Kamu nggak setia sama kita-kita. Aku dan semua sokibmu pengin enjoy bareng sama kamu “

“Aduh gimana ya Ell, aku malah senang enjoy di rumah sama mama papa dan adik-adiku. Itu kebiasaanku tiap tahun baru. Ngapain aku repot-repot ?”.


“Kamu kok aneh hari ini, Agatha !”. Bibir Marcella sengaja dicibirkan, suatu isyarat protes terhadap sokib gaulnya itu.


“Apanya yang aneh !,memang tiap malam tahun baru aku selalu di rumah kumpul bareng sama keluarga “.

“Agatha !”


“He..eh, ada apa Ver !”


“Serius dong ! “


“Ini masalahnya bukan serius dan nggak, Ver !, tapi  hanya masalah selera saja !. Coba dong kamu rasakan kumpul sama keluarga tiap malam tahun baru, tiap malam pergantian tahun “


“Sok tahu kamu, Agatha !, ya udahlah kalau kamu nggak mau gabung kita-kita gak pa pa. Cuma kamu pasti

AGATHA
nyesel Agatha !” . Rosma sebenarnya kecewa, karena acara malam tahun baru yang bakal digelar minggu depan tidak menyertakan sokibnya yang paling kental.


“Nyesel kenapa ?”


“Kamu kan pernah kenalan cowok dari Fakultas Tehnik itu, kan ?”


“Yang mana ?”


“Ah nenek pikun !, yang kenal sama kamu waktu les musik di Gabriel Music, ingat kan !. Jadi naksir nggak ?” Rosma mencoba merayu Agatha.


“Aku nggak perduli, Rosma. Sebenarnya sih aku pengin lebih dekat lagi dengan Si Ganteng itu. Tapi lain waktu saja “


Rosma menjadi tambah heran dengan sikap Agatha yang tumben tidak merespon kiatnya untuk meluluhkan hati sokibnya itu. Biasanya cewek gaul ini ngebet bukan main kalau puya hasrat deket dengan cowok yang gantengnya seperti di Cover Boy Majalah Play Boy, “Ada apa dengan Agatha ?”, pertanyaan itu terus menyelimuti  anganya.


“Agatha !”


“Idiiih,apa lagi Ros ?”


“Si Ganteng itu rencanaya sih mau bawa mobil sendiri dan gabung dengan kita “


“Darimana kamu tahu ?”


“Ya dari Marcella lah!, coba kamu tanya sendiri sama dia !” Rosma mendorong tubuh Marcella ke arah Agatha.


“Ella kamu nggak usah lah cerita tentang si Ganteng itu. Karena acara ini punya kamu kamu, silakan saja kamu bisa dekat dengan dia. Kalau dia ngebet pengen kenal sama aku, datang saja di acara malam tahun baru di rumahku. Sekalian dia bisa gabung dengan mama, papa, om, tante dan adik-adiku !”


“Agatha !,minta ampun !. Kamu kok susah banget di ajak kompromi !  Something Wrong  with you ?” Vera menjadi uring-uringan menyaksikan sesuatu yang lain pada diri Agatha.


“Kamu sekarang kaya cewek udik, Agatha !”. Marcella mulai merah padam wajahnya.

“Memang kamu kadang-kadang suka kaya gitu sih “  seru Vera.


puspa prasasti aji
“Eh, sahabat-sahabatku !,  enjoy untuk seseorang, meski kita masih abg tidak  selalu sama. Aku merasakan enjoy tiap malam tahun baru bersama seluruh keluargaku, mama, papa, om, tante dan adik-adiku semua. Memang itulah simpatiknya papaku, dia piawai membuat acara tahun baru bersama keluarganya. Meski undangan dari teman bisnisnya banyak, tapi papa selalu menolaknya, aku sangat rindu dengan acara-acara seperti itu di tengah keluargaku, inilah yang disebut keharmonisan keluarga yang nilainya jauh lebih tinggi ketimbang nongkrong-nongkrong. Cobalah kamu semua rancang acara tahun baru seperti keluargaku, pasti lebih  menyentuh. OK teman sorry ya, aku pulang dulu, daaaah !!!!”


Rosma, Vera dan Marcella hanya bengong mendengarkan Si Cantik Agatha menguntai kata. Namun dalam hati mereka semua timbul  rasa heran, tumben cewek gaul yang kolokan itu pandai berfilsafat seperti seorang motivator. Ada apa dengan Agatha, something wrong?.***


Senin, 19 Desember 2011

Saksi Sang Waktu


Aku menjadi saksi sang jaman,
Dalam tikaman sang waktu aku menyusun daun pandan
Kala matahari bersorot ceria, atau
rembulan yang mengusung sendu
aku tetap pada birama yang bercorak biru

Aku tak pernah menarik surut benang kodrat
Biar apa saja ku terjang
Meski bukit yang hanya mampu kupandang
Lebih berwajah Raksasa berkuku tajam
Akupun telah tersobek dada dalam luka nyeri

Jangan kau menundukan wajah, kasihku....
 Tataplah semua pagar warna warni dalam Bougenvil
Yang kita dirikan dengan rumbai ilalang
puspa prasasti aji
Mataharipun menghardiku
Batas langit menelanjangi aku.
Hingga tak ada sepotong katapun aku lemparkan

Biar saja aku tak berdaya
Dikerumuni prosa belukar berwajah bisu
Menuai hidup dengan setengah baju bertelanjang dada
Aku sampaikan pilu dalam tatap sendu
Mereka terdiam,

Malam selimutiah aku
Dalam wajah sejuk  (Semarang, 20 Desember 2011).

Dua Buah Premen


PUISI ANAK

Satu buah premen aku kantongi
Lainnya aku berikan, pada teman sebangkuku
Dia bercerita,  belum sarapan pagi tadi
Sepiring nasi hanya untuk bapaknya
Yang sakit tak  sembuh sembuh

Aku berkata “kasihan bapaknya”
Dia mengusap air matanya
Dia sering dipanggil bu guru
Karema belum membayar SPP.

Aku berjanji padanya,
Esok akan kubawakan sekerat roti
Dia hanya tersenyum

Desember, 2011

Minggu, 18 Desember 2011

Malam Minggu Miliku

Malam minggu ini, aku tersudut di kamar....
Dari celah-celah waktu  yang terbang tak menentu
aku meminjam mega, untuk menggambar wajahmu,
bersudut bunga ranum, terselip pada tiap nyanyi hatimu
maka berilah aku senyum,
meski hanya sebuah lembayung senja

Di malam minggu ini, aku menghela nafas
Dari dadaku yang tersengal, merindu kabar burung,
yang menusukan pandangnya dari balik awan
tentang kamu,
tentang mozaik hati antara kita
yang tak kentara, kau torehkan dalam benakmu

Aku bertanam sekuntum asa, dalam bunga
sekar kusuma adji
yang merona secerah pelangi. Engkau menghempaskan
sehingga langit biru bertepi jelaga,
aku menjaring nyanyian parau dari
daun-daun palma yang mencibirku

Di malam minggu ini, hanya kutemui sisi hati
yang entah dimana aku meletakanya,
atau yang kau pilih harus sebuah kamar berkelambu
jingga, tempat sang pangeran membasuh kaki
dengan kembang setaman
menuju kereta kencana malam,
tanpa ragu mengarungi pekatnya malam.

Di malam minggu ini aku pilih tepi malam
Untuk ku ajak saling menyodorkan seloroh
Tentang hati yang tak bertaut   pada sebuah makna
 tanpa sayap yang mengantarku...membuka jendela langit
hingga mampu aku mensunggu pagi

Di malam minggu ini, akan kuakhiri
Menepiskan kehadiranmu, walau untuk membasuhkan
air embun...untuk sebuah guratan hati
berisi   sebuah perjalanan.... (Semarang, 17 Desember 2011).

Pelacur dan Kunang Kunang

Di malam minggu
Pelacur tua merebahkan sebagian punggungnya
pada rumput meranggas, berteman belalang
di tengan padang hitam
Pelacur muda menghitung hari,karena dialah
yang memiliki hari.

anang indrianto
Pelacur tua hanya mampu meminjam rembulan
Seribu kunang-kunang bergemerlap menghipnotis
liuk tubuh pelacur  muda.
Pelacur tua mulai mengimpikan istana di baik
cakrawala, berpagar bunga melati

pelacur muda merenda sutra
untuk tepian gaunnya
agar malam menerbangkannya.....  ( Semarang, 18 De2011).

Aku Tak Mau

Biarlah aku berlari....
Sekencang mungkin
Walau harus ke batas bumi
Biarlah aku....
Tak mau menghirup
Air dahaga yang kau minta
Biarlah aku.... ( Semarang, 18 De2011).

Isabella

Kau putri dari negeri seribu raja
Bergaun lukisan wajah alam
Saat bulan bermanja melempar cahaya bintang
Kaupun datang meminang cumbu rayuku
Di atas kereta raja,
Kita saling berhias kuning mentari
Kau tersenyum,
Akupun terbangun dari mimpi ..... ( Semarang, 18 De2011).