Kamis, 29 Desember 2011

Sketsa Hidup di Awal Tahun

sekar kusuma adji
Barangkali hanya ini, yang aku mampu hidangkan.....
Senampan hidangan makan malam,  dengan menu tergigit
angin malam dari tebing jaman.
Sementara otot tubuhku telah terlipat kerasnya
jalanan hidup, tempat abang becak mengayuh hidup.
Padahal engkau di puncak “Langen Sari”  berteman “Dewi Supraba,
Gagarmayang, Tunjungbiru dan Dewi Lenglengmulat”.

Tapi jangan dulu kau tepiskan sebuah makna
yang telah kau benahi rapi dalam keranjang berbalut
kain sutra,  meski jalan tanah liat menuju untaian pelangi.
Telah basah oleh geimis pagi “berkuku tajam”
Namun masih ada sehelai benang kuning dari “Sang Bagaskara”
yang menusuk celah rumah kita yang tersayat pilu.
Rumahku Impianku

Aku dan kau, kasihku....
Dalam Naungan yang Maha Perkasa
Bersemayam di balik tirai tipis,  setipis antara bilik jantung
yang saling bersebrangan, namun sorot mataNYA menyodorkan
berjuta tangan lembut untuk meluruskan tulang-belulang kita.
Bila engkau berhasrat menanam bunga bunga jiwa
Dalam tetumbuhan “Arcapada”,  tempat kau bermandi keluh
Tersayat sembilu galau dan risau.

Halaman rumah kita, biarkan saja menghitung hari
Memburu setiap detik, menyelingkuhi dirimu dalam cibiran bibir
Bukankah kita masih memiliki taman bunga
Di rongga dada, yang kau taburi dengan wewangian
pengantin baru. Kala angin malam kau jadikan pena untuk
mengambar sumpah serapah kita.

Luruskan benang putih hingga ke jendela langit
Sementara tembang parau kau letakan saja di halaman
rumah gubug kita, terpungut jaman lantas kau biarkan saja
terpelanting oleh angin kembara dari “Negeri Prahara”
yang menguncimu hingga tesengal nafasmu.
Aku masih memiliki lengan yang kokoh,
Sekedar mencandamu bersama nyanyi Kenari dan Derkuku
Hingga pagi nampak elok berdandan  gincu bibir.

Janganlah kau genapi wajahmu dengan ornamen awan gelap
Bila sorot lampu jalan menyilaukan kedua mata .

Jangan pula kau cemburu dengan sepatu kaca
Di etalase rumah berarsitektur romawi

Sementara bila kau dan aku terhuyung pada tepi langit
Maka akan aku gunakan seribu sayapku
Agar kau mampu kuterbangkan ke “Jonggring Saloko”.
Tempat yang ramah, hingga kita lepas bebas
dan menggulai hari dengan bumbu yang renyah
Tempat kita juga mampu menanam ubi dan palawija.

(Semarang, 31 Desember 2011- Di Malam Tahun Baru 2012).