Selasa, 06 Desember 2011

Cukup Sebuah Senyuman


“Jangan sekali- kali kamu semua mencoba mendapatkan bunga kampus kita, yang suka ngomong seenaknya dan konyol itu “ umpat Sam yang menyelipkan tubuhnya ke tengah sokib sokibnya yang sedang rehat di halaman sekolah di tengah pagi yang cerah. Meski saat itu musim hujan sedang menerpa kota mereka.

“Maksud kamu bunga sekolah yang mana Sam?, yang cuakep kaya Kate Midlleton tapi nggak pernah senyum kaya Mak Lampir itu ?” Richard tanpa selembar tiraipun menutupi  ucapanya, sehingga sebuah tawa dari merekapun berderai di pagi itu. Pohon Akasia yang berjejer memayungi halaman sekolah serasa hampir roboh  dihempas derai tawa cowok-cowok kelas IPS, yang lagi betah nyanggong  menunggu bel masuk
“Sayang ya friend !, Kartika sih sebenarnya cuakep, namun galaknya minta ampun !” sela Rush.

“Lagian dia egois!, man ! “ Hendra mulai interest dengan seloroh mereka.
“Dari mana kamu tahu Kartika egois, emangnya kamu pernah dekat sama dia Dra ?” desak Steven.
“Sok tahu kamu Dra !” bantah Sam yang tidak percaya dengan ucapan Hendra.
“Coba dulu !,  kita dengarkan Si Ganteng Pemburu Cinta ini ngomong dulu, dia ngatain Kartika egois !, mesti dia punya alasan, ayo dong Dra !, terusin omongan kamu “ desak Steven yang kini duduk di samping Hendra,
“Ah, bisa aja kamu Stev !, aku cuma ngomong asal-asalan friend !” Hendra merasa tersudut kini, karena  serangan  temen temen yang membrondongnya.
“He, man !, ayo dong yang konsisten, mengapa you ngomong Kartika egois ?. Menurut aku sih dia angkuh, susah diajak kompromi dan susah dideketin. Betul nggak Sam?, lihat saja Sam yang ngap-ngapan deketin Kartika. Sampai sekarang belum berhasil, percuma kamu Sam punya sokib seperti kita kita ini ! “
“Jangankan Sam, yang kaya anak kampungan. Aku sendiri yang bisa dekat denganya belum bisa mendapatkan dia”. Hendra melemparkan selorohnya yang membuat mereka semua terperangah.
Pandangan mata mereka kini semua terarah ke Hendra. Untuk beberapa  saat derai tawa mereka kini terhenti dan semua membisu.
“Temen temen!,  Kartika sering minta tolong aku untuk ngajarin matematika, aku sering ke rumahnya. Akupun mau- mau saja. Tapi giliran aku butuh teman untuk enjoy dan refresh eh dia nggak mau “.

“Hahaha..sekarang Si Ganteng Pemburu Cinta  kena batunya, tahu rasa kamu !” ejekan Steven menderaikan tawa mereka semua.
“Kamu GR duluan sih Dra ?” jawab Richard.
 “Kakek pikun !, bukan seperti itu cara ndekati Kartika !” Sam masih saja belum bisa menepiskan derai tawanya.
“Makanya lain kali jangan terburu-buru !”
“Eh, udik !, perlu kiat khusus untuk mendapatkan kembang  kampus yang flamboyant tapi angkuh itu, belajar dulu sama kita kita ini !”. Ucapan Richard tadi semakin membawa halaman sekolah itu bertambah semarak di pagi yang mulai dihampiri kuning sinar  mentari.
“Eh, sok pinter  kamu Richard !, buktinya mana ! Kamu belum bisa mendapatkan Kartika, kan ?”
“Asal kamu tahu, aja Dra !, Veny segalanya lebih baik dari Nenek Sihir itu !”
“Udahlah !, jangan berantem. Kita kitakan masih anak ingusan. Masalah pacar yang idamkan,  nanti aja kalau kita sudah mahasiswa.Kita kan belum apa –apa !!” .Pinta Rush pada kedua cowok gaul itu yang sudah meradang nadi darahnya.
Teeet…teet…teet. Bel sekolah mengisaratkan mereka untuk segera masuk ke kelas mereka masing masing. Sementara anak anak IPS tadi segera berhamburan meninggalkan halaman depan sekolah mereka. Pohon palem botol dan Akasia kali inipun bisa bernafas lega, kemudian diam membujur diterpa sinar mentari.
***
Perlahan lahan sinar mentari mulai tertutup mendung tebal, tak berapa lama gerimis membasahi Bulan Desember ini. Mereka yang selesai mengikuti tes semester kini memburu waktu agar tidak terjebak hujan. Kecuali Kartika yang sendirian sengaja menunggu Hendra di pintu depan sekolah
Kedua sorot mata mereka berdua bertatapan, sebuah senyum dari Hendrapun dilemparkan ke arah Kartika, yang dibalas dengan senyum tipis dan sebuah permintaan Kartika pada Hendra, untk mampir di kantin sekolah.
“Apa maksudmu sih Dra ?”
“Tentang apa ?”
“Ya tentang aku “
“Maksudmu ?”

“Jangan berlagak bego!, aku tahu semua pembicaraan teman temanmu  tadi pagi di halaman sekolah !
“Dengar dari siapa ?” Tanya Hendra.
“Nggak dengar dari siapa-siapa !”
“Terus bagaimana kamu tahu ?”
“Ya, karena aku duduk di depan kantin  sini dan dengar semua ocehan sokibmu “
“Mereka semua Cuma pengin dekat denganmu,Tika ?” Hendra mencoba mencairkan bara api yang ada di dalam jantung cewek yang telah menautkan benang sutra di hatinya. Cewek yang menjadi kembang kampus di sekolahnya ini, kini telah hadir dalam beranda hatinya.  Meski Hendra telah mengenal dekat dengan Kartika, namun dia masih bimbang bagaimana mengokokan batas antara sebuah persahabatan dengan  sesuatu yang sulit diwujudkan baginya.
“Kalau pengin deket aku,ya deket aja !. Kenapa harus pakai selorohan kasar, si Nenek Sihir !, Mak Lampir ! dan apa lagi !. Hendra !, mereka semua bukan sekedar mau deket dengan aku!, tapi coba kamu pikir!. Seperti Rush, Richard, Sam, Steven itu masih seperti anak kecil, sudah berapa surat yang mereka kirim untuk aku, belum lagi rayuan ingusan lewat hp. Mereka semua belum tahu arti persahabatan, mereka semua hanya mengerti cinta-cinta ingusan !”
“Tapi mungkin lebih baik lagi,  bila kamu selalu memberi senyum pada mereka bila ketemu mereka. Tika !, kalau kamu tidak memberi mereka sebuah harapan, apa harus saling membisu bila berpapaan mereka “pinta Hendra.
“Aku memang the ice girl, namun awalnya aku juga so smilling dengan mereka,namun mereka menartikan lain”

“ Aku juga heran, mengapa mereka menilai kamu seperti itu ?”
“Hendra !, aku juga ingin supaya kamu jangan salah paham. Aku hanya berhasrat merangkai sebuah persahabatan. Aku tidak gampang memberikan harapan pada semua orang. Bila aku mengajakmu belajar bersama, apa ini sesuatu yang lain untuk kita. Maafkan aku ya Dra !, kamu nggak tersinggung,kan ?”Hendra menggelengkan kepalanya, sebuah sorot mata ang lebay terus saja menghiasi wajahnya. Kartikapun tahu bahwa memang cowok ini telah menyimpan sesuatu yang begitu halus dan lembut. Selembut embun pagi.
Namun Kartikapun tahu bahwa perhatian cowok genius ini pada dirinya sungguh lembut. Hendra selalu mengerti perasaan dirinya,  apa yang menjadi batas sebuah persahabatan antar mereka telah  Hendra jaga dengan kokoh, sekokoh pribadinya yang tangguh. Namun hanya sebatas itulah yang mampu Kartika berikan pada cowok ini. Entah sang waktu sajalah yang bakal menorehkan prosa antara mereka.
“Dra !”
“Ya, Tika !”.
“Kamu nggak marah kan ?”
“Nggak !”
“Aku mau minta tolong lagi, mau Dra ?”
“Katakan saja !”
“Kita bahas soal soal matematika tadi di rumahku , maukan ?”
“Asal kamu selalu memberiku senyuman yang terindah, maukan ?”
OK, So Smille So Good !!!!” ***