Bintang malam ,
menjadi menyurut pesonanya…bulan
tak kentara lagi membalikan
wajah malam
karena terpenggal satu dua nafas
memburu,
kau ikat mereka menyelip di kelambu
pengantinmu
aku tawarkan…pada sunyi berlarinya
hari
namun kau memungutnya
hingga jarum waktu membentak
haripun terbawa sayap seribu
malaikat.
Aku bentangkan kebun bunga, agar
kau menggauli, lepas semua sendi tulangmu
kau menerimanya…
akupun berkalang rembulan yang
bernafas dengan
peluh…
kau menganyam beludru jingga, merah
jambu
kelambu pengantin memang milikmu.
Hari hari telah jauh tertinggal
karena kau rajutkan peluh dan nafas
dalam simphoni rindu…milik Dewi
Supraba di
Indrakila. Aku menorehkan dalam
setiap bentang
daun palma….agar mengabarkan lewat angin
kita tak punya lagi saling menyayat
hati.
Kau lumuri kanvas dalam lukisan
alam
yang tanpa satupun bergambar gurat
wajah,
terlipat karena eksotisnya
kehidupan
lantas aku terima,
dengan menikamkan seribu rona membara
hingga tak terdengar lagi gurau dan
seloroh
semua terlipat dalam gelap malam
hingga rintihan terakhirmu,
meluruhkan tebing dan wajah malam
(Semarang, 22 Januari, 2012).