pesolek alam dengan bibir gincu
menyengat tak aku pedulikan
lengkingan lugu angin yang melesat
dari buluh jerami,
di tiup mulut mungil bocah desa bertelanjang dada
memenuhi empat penjuru padang
berbatas cakrawala,
aku berkata rindu, engkau
menyelinap dalam wajah suka
angin padang bereksotis seperti
diriku dalam lekuk tubuhmu
kita berdua berburu hari
hingga batas matahri tak menerkam
legam kulitku.
aku mengayunkan lengan menyisir keberuntungan
menjaring debu dan deru jalanan,
hingga kering peluh
yang mengsyahwati asa, berselingkuh
dengan pipit dan kenari
hingga pagi, kita dalam rindu
(Semarang, 15 April 21)