tatkala semua sisi Jonggring Saloka
meggemparkan dengan tautan warna
hari,
senandung lirih menyertai dalam
rajutan Negeri Kahyangan
angin angin yang jeli menyeruak
dari Sekar Kedaton
dalam taman, semua tak berkata
dusta
aku terpojok dalam sudut hati
hingga aku melepas ikatan dalam
benak syak wasangka
tak kusadari aku terbaring
di tengah kelambu langit penuh
benang kasih
hingga aku sepeti sang penghuni Indraphrasta
luluh lantak yang terberai dalam
cakrawala semu
aku punguti kembali,
aku semaikan dalam kelopak Edelweis, namun tak kunjung mengering
menjulang dalam tatapan langit
sempat aku baca guratan yang
berlalu
aku benamkan dalam lazuardi di
balik dada
satu hari melaju…..
bermetamorfosis dalam peredaran
bulan dan matahari
sehingga tak terasa satu dua bukit
terlampaui
satu dua pulau, telah akrab dengan pelanginya sendiri
akupun terjebak dalam canda
terpingit hari
apalagi bila kembang warna warni
turut berprosa
dalam bait yang runtut, namun
hening dalam damai
satu hari terkapar
wajah hari lainnya mensemilirkan
angin musim
satu hari meradang nanar dalam
sorot mata binal
hari lainya menyodorkan Puncak
Mahameru
dalam adonan Asmarandhana
hingga aku terpelanting dalam kicau
pipit
kutilang, nuri dan burung penjaga
pagi
kita di sebersit warna pelangi yang
meluruh
karena putaran roda pedati yang
rakus tak henti
aku mengusap peluh, engkau mengatur
nafas
kita masih tetap dalam waktu
(Semarang, 6 April 2012)