Gerimis
Pagi
kala
kita menukikan kata hati
di
bibir pagi yang berisi rona cerita
beruntai
pekat malam. Hitam tak berjendela
hanya
seberkas mimpi rindu
kusambut
gerimis pagi
dengan
langkah gontai
merapatkan
perahu hasratku
merengkuh
warna warni dan biru yan ku taktahu
aku
di balik kanvas hatimu
kusambut
gerimis pagi
untuk
satu kata hati
biar
kugandeng lagi catatan darimu
agar
lebih semarak lagi gerimis menghimpit
agar pula tiada petir hingar bingar
menodai
ayu dan sahaja wajahmu
aku
titipkan gerimis ini
biar
engkau geluti tak berujung
biar
tepianya berkata seru
akhirnya
menembus pandang hatiku yang telanjang***
Semarang,
Medio Februari dua ribu sembilan
Biola
Tua
lantas
apa yang harus
aku
tawarkan pada angin malam
bila
suara parau, menerbangkan burung malam
yang
tidak lagi menebarkan
lagu
rindu
lalu
mau di mana lagi
akan
kuletakan hati yang retak tiada berirama
biarlah
bangun desah nafasku
meronta
mencari jalan, hingga mampu menerpa
batu
berdiam tanpa alasan
kugandengkan
bait demi bait
biar
kentara selaras dengan biolaku
yang
lusuh tak berdandan
yang
tak lagi mampu membaca
sudut
hatimu,
lalu
mau berkata apa lagi
biar
seribu bahasa engkau simpan dalam keputusasaan
bila
tak lagi nyaring maumu
kusimpan
saja dalam biola tua
dan
kukatakan saja selamat malam
Semarang,
Medio Febvruari dua ribu sembilan