Rabu, 08 Februari 2012

Doa Sang Lelaki

1.      Dalam Doa Malam

sekeping hidup dalam buai panjang
pernah singgah,  menepikan seraut  episode menakutkan
di tengah makian debu debu menyesak dada
tak urung,   nyanyian duka
telah disemai di puncak yang bukan milikmu
meski bibir gincu, menyapa hari hari yang asing
tak satupun nama tertanam di pepohonan
yang kekar dan sejuk

merah jambu awan senja
bertepi putih membiru tepi langit
telah menyongsong wajah yang akrab dengan
lipatan jaman…guratan hidup mencumbu nafas
kala terlihat lelah kedua mata kita.

kau mencoba mengukir sisi langit
yang membentuk barisan awan…bertanam mekar sari
seberkas himpitkan  tajam  sebagian langit
meluruhkanmu, …..kembali sepi
dari indahnya wajah bulan di bumi dongeng
hanya tinggal, bahtera yang mengusung
serpihan layar menantang angin buritan

lebih baik kau tawarkan mawar jingga
dalam sebagian malam
bertabur sayap malaikat dari rajutan langit
kemana lagi akan kau cincang hidup ini
bukankah potongan doa lebih indah
dari jarum waktu yang kau tinggalkan……(Semarang, 9 Februari 2012)


2.      Entahlah Meski di Mana Aku Berada

hanya bentangan kuning padi berseri,
terbawa liarnya angin memburu seribu makna
kadang menengadahkan bulirnya ke mentari
berkuning rapat rambut sutra
atau meliukan rindu ke biru gunung menawan
menata kembali nafas yang terpagut merona tepi jaman
entahlah hanya tangkainya yang menggenggam makna
dari dahinya yang berkerut
dan rongga matanya yang dalam membisu.

atau……….
biarkan saja awan jingga dalam angkuhnya
menerpakan sisi cakrawala barat
tempat merpati meluruskan sayap
aku terselip di dalamnya ikut menggetarkan
makna – makna yang meluruh di gerimis senja

aku kencangkan genggam jemari
yang tergolek lesu kalau seribu cermin ego menghimpitku
aku kabarkan dalam seloroh prosa pujangga
namun hanya bait yang menunggu merekahnya mawar jingga
beruntai gerigi tajam menghanyutkan sisi sendiku
aku  kembali dalam canda manja alam
atau kepak kenari yang melambungkanku
menuju batas pandang yang samar
aku tak tahu….

sempat pula sang camar
membenah pantai dari rerimbunan durjana
yang menghitami, jantungnya
namun tanpa mata nanar dan syak wasangka
sang camarpun hinggap di biru langit
dengan wajah menunduk, memunguti  bentangan harap
aku dalam sepi….

masih ada sisa bait, yang terpendam pada
dalamnya kalbu, hanya makna yang aku sendiri
lelah menjinjing di balik wajah yang mencibirkan kelu
mari kita kembali untuk mengetam padi
meluruskan pematang sawah kita
agar kuning padi menyeringai dalam seloroh mentari
hingga belalang melipatkan sayapnya
kita dalam damai
agar tiada lagi sepi….sebuah gambar alam……(Semarang, 8 Pebruari 2012)



3.       Semuanya Kan Usai

lantaran apa kita pinang embun pagi
yang renyah menyelerohkan cakrawala di balik gunung
hingga kita terpikat pada lesung pipit
dan gemulai Gambir Anom sang pesinden penuh
cahaya malam…dan lampu jaman

tulang-tulang iga kita tlah merapat
dijemput maghligai susun tujuh empat penjuru langit
gendang dan kecapi tak mampu lagi
menarikan dedaunan palma di ujung rumah kita
apalagi lagi  dolanan anak anak  yang bertembang
hanya seberkas kenangan dalam rindu hati
bersama kekasih kita

lekaslah mencanda jantung kita masing-masing
agar nyaman tidur siang kita…………(Semarang, 8 Pebruari 2012)

4.      Senyum

dalam senyum sang lelaki tak lagi memincingkan mata
bila rerimbunan pohon tlah menyejuk jiwa
semua gambaran alam..melapangkan dadanya
 lembayung senja bertanam bunga melati
lelaki itupun….entah milik siapa……(Semarang, 9 Februari 2012)