Merah Padam Ronamu
Ketika kita beranjak dari peraduan…
Bermandi semilir angin dari tengara
Yang mengusung buih laut
Menuju pantai…
Tanpa berkawan lembayung jingga
Ada seuntai “janji”….
Yang meringkuk di kepalan tangan kita
Untuk menandu sang ibu pertiwi
Agar tiada lagi kerikil tajam
Yang tiada pernah mengerti akan iba
Dari sebuah perjalanan
Akupun hanya menguatkan pegangan
Agar tangan ibu yang keriput memucat
Bernafas lega…….
Mampu bermandi air bunga
Dalam gubug sederhana
Beranyam bamboo
Berhalaman bunga melati, kenanga dan mawar
Jangan kau biarkan ibu
Merah rona wajahmu…
Terbawa angin debu mengusung biadab
Biarkan ibu bersemayan dalam cakrawala archipelago
Semarang, 12 September 2010
Episoda Negri Sebrang
Meski nasi dan jagung..
Beralasan piring tanah..
Dimasak dari tungku tanah liat…
Berteman sepotong ubi…
Tertata rapi di atas daun pisang
Kita terlahir dari lengan yang legam
Bahu yang melepuh karena terik matahari…
Mengatur beberapa nafas dari bilik bambu
Tapi kita rimbuni dengan pohon buah
Yang menjadi lalu lalang kenari, perkutut dan kutilang
Kita batasi gubug kita yang kokoh
Meski dari batang kayu nangka
Rumputpun menebar hijau
Yang tertata bagi permadani dewa.
Jangan kita sodorkan rembulan
Yang telah hinggap di atap rumah kita
Meski lantang dan angkuh mengusik
Dari negeri sebrang..yang nampak
berceloteh dari balik gedong loji
berkelambu sutra
belantai marmer pujaan para raja
Kita adalah kita…
Meski negri sebrang meradangkan
singa lapar, bersuara sampai ke ujung fatamorgana
tidak pernah di lingkaran langit nusantara
Kita surut untuk memangku nestapa
Kita mampu menerjang bak prajurit ‘segelar sepapan”
Dari Majapahit yang merengkuh negeri para dewa
Semarang, 12 September 2010
Bara Api dari Rumpun Bambu
Di tepian telaga
Tempat mandi bidadari
Sang jalak menawarkan bulu hitamnya
Pada kutilang yang bersayap putih
Kenaripun manyimpan rapat rapat bulu kuningnya
Sang perkutut diam membisu..
Meski dia ingin meminjam bulu merah
dari Cendrawasih
Telagapun menjadi bermandi kuning keemasan
Dari semburat sinar mentari
Yang mengalahkan warna bulu mereka semua
Namun tiada mereka mau membasuh
bulu mereka dengan air telaga…
Mereka malah menajamkan paruh dan cakar
untuk memungut sebuah bara…...
Tiada pernah mereka tahu.
Bahwa negeri gerimis ini …
Adalah negeri tempat mandi bidadari
Ketika Manikmaya membasuh mahkotanya
Untuk pertemuan agung esok hari…
Mereka tidak pernah tahu…..
di bawah lambaian daun nyiur di tepi pantai..
adalah tempat dewa melepas lelah
“Jayalah Negeriku”
Semarang, 12 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar