dalam perjalanan detik,
lelaki
tua itu terus menghimpun tenaganya
di
ruas semua tulang kakinya,
agar
mampu kuat mencengkeram jalan bertoreh
bengis
dan membisu
ke
dua bahunya telah merapat pada butir jaman
lolongan
anjing malam, dengan mata terpincing
selalu
menjulurkan lidahnya, busuk berona “hedonisme”
siap
menerkam kegetiran yang menyulam tubuh
yang
penat, melegam dan mengencang terbentur jaman
yang
menyerpih dalam kemunafikan
lelaki
tua itu hendak kemana ?
bila
telah terkoyak semua rindu malam
semua
parade bintang gemintang tertusuk panasnya durjana
penghuni
tepi jaman, sementara pisau belati “kamuflase”
jaman
telah
jauh menusuk jantungnya.
Atau
masih ada rindu tentang rajutan sutra kehidupan
yang
tergambar dalam sketsa langit mencibirkan fatamorgana hidup
bagai
dewa dewa di balik kabut cakrawala
namun
jalan jalan kota yang kumuh dan pengap
terus
saja menelanya hidup hidup,
terus
saja dia menggapai naungan untuk melintasnya separo nafas
karena
telah hampir putus urat lehernya diterkan kerumunan manusia
bejad,
laknat dan mirip anjing kudis
hingga
kelambu malam
menutupnya
rapat rapat
agar
dia mampu bersemai sejuta warna
kemana
lelaki tua itu
sepi.....
Semarang, 16 Januari 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar