panas merekah...
peluh membasah...
aku tengadah, menghitung awan
tak juga menjinjing air tercurah...
karena hati manusia telah pongah..
janganlah resah
hidangkan pujian padaNYA, hingga lidah
menjadi basah...
kenapa kau memilih susah
tunggulah hingga kehendak NYA yang Pemurah
dan Pengasih....
Si Abang Becak
peganglah kuat kuat kemudi becakmu....
agar tidak ditelan aspal mengelupas,
ditelan koruptor durjana...
dengan perut seluas samudra...
milikilah hari dalam dekapan bulan bersinar
peluh dan kesah...adalah birama hidup
yang kau kantongi..
untuk istri dan anakmu..
jangan kau melempar pandang pada rumah loji
berlantai rupiah milik rakyat...
karena kau akan terjerambab dalam pusaran Dajjal...
simpan erat erat dalam kantong bajumu
hari indah...direnda atmosfer sejuk
yang bersemilir di rumah papanmu
kau akan bahagia, meski hanya
dengan sekerat ubi dan sebungkus nasi sejuk....
21 SEP 2020
Gerimis
Negeri ini..
berpagar gerimis
setahun..
meski saat ini,
gerimis mulai melangkah surut...
menerbangkan debu
liar...dalam deru kemarau...
daun hijaupun menjerit
, Archipelago dalam suram
tarian bidadari tak
lagi seanggun
kala mereka bermandi
canda ria
di Toba dan Telaga
Sarangan
Negeri ini tak lagi
bermanik..
kalungan mutiara di
leher bidadari
hanya saling pekik dan
kepalan tangan
memenuhi jalan jalan
centang perentang
untuk menggali
kuburnya sendiri
kta adalah hamba
Tuhan, yang berbaju
senyum renyahm warna
warni bulu Cendrawasih
adalah saksi untuk
kita, dalam damai
syahdu seperti
tidurnya sang pengantin
selalu dalam mesra dan
tali asih...23 Sept 2020
Kemarau...
Kemarau panjang...
tenggorokan terasa kering...
dahaga tiada henti...
matahari tegak lurus di kepala kita....
angin kemarau..
turut memberi hidangan...
dengan nyanyianya
yang menggigit sendi tulang...
debu menyongsong kita..
memberi pesan..agar kita tengok hati ini...
adakah debu hitam..
yang menyumbat jiwa kita
untuk menautkan benang putih...
padaNYA di langit tujuh....
dariNYA awan akan membasahi
Anggrek Bulan kita...yang kita simpan
rapat rapat dalam dinding hidup...
kemarauku janganlah kau seganas
Raksasa binal. pemansgsa kita semua.....SEMARANG, 29 Sept 2020
Berserah..
Mungkin lebih baik
kita menata hari
tidak ada yang hilang...
atau terselip dalam istana yang kita susun..
lalang seribu kunang..
atau tajamnya taring hidup..
seloroh angin musim...
tetap kita hardik dengan teriakan nyaring...
selembut saat kita..
berbenah dan tengadah ke Yang Kuasa...
hidup tak lebih dari adonan yang lezat
saat anak anak kita menerkam...
dalam hitungan jari...
Kita tak lebih dari...
apa yang ditoreh dengan tinta emas
dalam buku harian langit ..
padaNYA kita menjaring Rahmat..
untuk aku dan kasihku...Semarang 29 Sept 2020
Dari VOC hingga Reformasi
saat biduk
"Negeri Kaca " dan "Bunga Sakura "..
merapatkan punggungnya di pantai..berpagar bakau
dan alunan nyiur melambai...
mereka terperangah dalam canda ria gadis desa berenyah senyum...
menyambut pagi dalam seloroh santun,
tak ada kata setajam
bedil dan samurai mereka
mereka mengelupas hari, dengan keranjang pandan
berisi sajian hari esok, mereka bermandi air sejuk...
sesejuk air telaga dari mata air sahaja dan tawakal...
entah mengapa mereka menukar sketsa halus kain sutra
dengan mesiu dan asap tebal...
mereka kini kembali ke istana mereka dengan getir..
kini si anak negeri lebih tajam dan pongah ketimbang mereka
dengan gambar buncit di perut, karena berisi..
peluh dan resah ilalang kecil...yang terseok memunguti
nasib mereka demi sekolah anak mereka...
kita terustelanjang dari wasiat para leluhur kita
yang memberikan separo nafasnya pada si abang becak
pengemis jalanan dan si penghitung hari...
bukan dalam adonan partai dan janji palsu...
kawan !, yang di sana...
apakah kau mendengar keluhanku.....Semarang 4 OKTA 2020....
Merpati Terbang Tinggi
alam hijau laut biru…
bebas, berbatas pandang dan angan
lepaslah merpati memburu mega,
mengupas warna pelangi dan meluruhkan
untuk pematang dan tanaman padi di sawah
jangan kau mengatur langkah
untuk menjenguk biru samudra luas…
bila tebing dingin membisu
mengoyak sayapmu…
sulamlah dengan halus benang hati…
kau mampu memejamkan mata di tidur
malamu…sementara terkaman sinar mentari
biarlah dibasuh….pancaran air jernih
dari kelopak dan putik Kenanga
hinggaplah di batas cakrawala
tak ada lagi mega hitam
kau gayuti saja lazuardi dan melipatkan sayapmu
lepaslah terbang…
biru langit menunggumu,
(Semarang, 26 Mei 2012)
Sebuah Puisi untuk Kotaku
Kotaku menenggelamkan
seluruh tubuhku
meski aku dilahirkan
di sini...
aku kokohkan sendi
tulangku sendiri,
agar temaram senja tak
menjauhkan aku
kotaku tak menyisakan
satupun yang kumiliki
telah aku benahi
segalanya, tatapan mataku, kayuh kakiku
beribu mulut parau
melemparku hingga pucuk ilalang
semua nampak tak sedikitpun meraih
eksotis mawar
padahal dengan angin kembara aku hiaskan
di wajah kotaku, yang menyimpan seribu sembilu
aku tersudut di kotaku sendiri, namun semuanya
memburu detik, demi sayap sayap burung
merak
aku sekejap dalam separo nafasku
segalanya memang
Kodrat dan Iradat dariNYA
aku sambut dengan
percikan air kembang
dan bentangan puji
memenuhi kamarku, aku menggapai arti
lantas sederetan
puncak bukit menyerpihkan asa padaku
hingga aku meluruskan
batas pandang
kotaku
tertinggal di jauh detik yang menerkamku
di
kota ini.....
kembali aku lahir,
dengan selendang bidadari
dan angin sejuk
membawakan keranjang hidup
aku bersama wewangi
bunga setaman
indah menggurat wajah pagi, tanpa suara parau
tanpa layu bunga, tanpa hunian gersang dan tanpa
debu debu kemarau yang menderaku
bukankah aku lahir di
kotaku
dengan semburat awan
jingga dan tujuh warna pelangi?
lantas mengapa kau
diam membisu, saat aku berkemas
dengan dewa dewi
Indraloka bertabur tarian gadis manja
barangkali lantaran
aku terselip dalam nyanyi jalang
burung hantu di siang
hari bolong
sehingga semua tertawan dalam tawa renyah
lantas aku melipatkan sayap, menukik tubuhku
memunguti bumiku sendiri...lengang
aku tak akan pernah melempar wajah berkerut
tetaplah kau kotaku dalam biru rinduku
karena aku terlahir sebagai tulang dan daging
hari hari adalah
miliku sendiri
hari hari adalah
langkahku sendiri
hari hari adalah
wajahku sendiri
aku terselip di kotaku
yang baru, yang melahirkan
kasih suci bersama
istri dan anaku
Semarang,
14 Desember 2020
Maaf
Dalam kerinduanku.....
Satu dua pelangi masih menghiasi langit biru kita,
Setelah sekian lama gerimis, mengukuhkan tekad gulungan
awan hitam, tanpa bersolek dengan senyuman
Seribu warnanya masih kokoh bepegangan satu sama lainnya
Tak satupun berhasrat melongar dan menjenguk pada perdu
Yang melemparkan senja pada padang rumput meranggas tergelar
Untuk hunian kupu-kupu bersayap temaram lesu
Maafkan aku, yang baru saja menjangkau istana di balik cakrawala
Berlantai marmer cemerlang dengan ikatan daun pandan di halamanya
Tak ada lagi pagar bambu, hanya Kuda Sembani berbulu hitam mengkilat
Aku mencoba membuka pintu gerbang yang kokoh bertepi kayu
jati setebal nyaliku yang meradangkan mata yang nanar
Namun sang malaikatpun menghepaskanku.
Aku hanya mampu melincur turun
Dengan sayap terlipat
Meski jauh aku memandang tempat mandi bidadari, dengan air bunga
berkulum senyum, agar liku tubuh bidadri bertambah segar dan merebah
di hunian pagi yang sarat nyanyi alam.
Namun kosong dalam nadi darahku
Kembali sepi.....
Aku coba memingit Sang Dévavrata... hingga dia bersemayam di
Uttarayana. Tempat sang guru bersemayam.
Agar mampu aku pasang di figura gambarku,
Agar pula aku mampu menjadi guru sang hidup.
namun tak kutemui jawaban...
Maafkan aku, yang tidak mampu mengajakmu
Mencandai sang pelangi yang menyelorohkan warna warni gamelan jawa
Agar engkau tersenyum dininabobokan angin gunung dan
samudra.
Maafkan aku yang tidak mampu meminang sang rembulan
Dengan serpihan mutiara retak yang dapat aku punguti
Sehingga tidak ada lagi arah angin yang melajukaperahu kita.
Maafkan aku, yang telah kandas ditikam nyanyi jaman
Dipusari warna pelangi yang lusuh ...hingga tak ada lagi sang elang
yang hinggap untuk mengais butir-butir hidup
Berilah aku secawan nyanyi bahagia, agar aku tidak menerjang
batas horizon antara kebub bunga yang kau semai, dan sayap hitam
iblis pembaa angkar dan amarah
Akan aku letakan sebagian ornamen pagi di bahu yang satu
Sementara bahu lainnya membawa kelopak sang mawar
Untuk gincu bibirmu, agar bunga ilalang bersemayam
Tidak terpagut melekangnya kemarau panjang...hanya sebuah
kata maaf, selayaknya ku berikan untuk gincu bibir
sang rembulan yang bergaun lamam
menanti Don Juan yang berwajah sang maestro Dewa A’mour.
Tiada lagi pelabuhan yang dipenuhi melati
Agar aku terlelap dalam harumnya
(Semarang, 2 Januari 2021)
Sebuah Doa
Tuhan...
berilah aku sebuah bisikan..
agar menjelma menjadi asa..
dan menggumpal dalam sudut benaku
akan aku padukan dengan kayuh biduk..
mengarungi kain biru
terbentang luas...
Saat aku hidup dengan tulang igaku sendiri
lantas Kau tiup, sebuah Inayah..menjadi kawanku
aku tidak mau terkubur dalam belantara
syak wasangka pada hidupku sendiri..
Berilah aku atmosfer di atas atap rumahku
yang berumbai ilalang, dan berbagai pelik..
hingga aku terbang bersama kawanan merpati
memburu daratan menjulang di pantai lepas
buih putih yang mampu meneriaki aku dengan lantang
akan aku tawarkan dengan nyanyi pagi...
Bangkitkan.....
riuh daun nyiur dihembus angin Kumbang...
untuk menilik kebon sayur dan palawija
agar aku dan kasihku mampu memanen hidup
di tengah KaruniaMU....
Selamat Malam TUHAN........Semarang, 25 NOV 2020