Tampilkan postingan dengan label Cerpen Remaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Remaja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Desember 2011

Biru Rindumu


puspa prasasti aji
Rehas datang ke acara kumpul bareng sokib-sokib gaulnya di rumah Avda pada sore hari sesuai apoinmen mereka lewat Hp.  Bukan siapa-siapa yang terselip di hatinya kala dia berambisi untuk gabung di rumah Avda, di awal tahun baru ini, bukan pula secangkirkopi dan sekerat roti yang dia buru.   Tapi kata hati, yang terus memberontak menusuk rongga dada, jantung dan urat nadinya.
Avda segera menghamburkan diri ke beranda rumah, kala kelebat tubuh Rahas terlihat di pintu gerbang halaman rumahnya. Avda mengulurkan ke dua tangan, sedangkan Rahas hanya memperepat langkahnya sembari melempar senyum. Perjumpaan ini mirip dua orang “Knight dari Skandinavia” yang bertahun tidak berjumpa dalam kancah pperangan melawan Romawi.  Bagi Rehas selama empat tahun tidak pernah bisa jumpa dengan beberapa sokib kentalnya sejak SMP, memang membuatnya dia ngebet ingin jumpa hari ini, di tengah libur panjangnya. 
“Rehas, kita jumpa lagi, sehatkan ?” kalimat pertama Avda yang lepas berderai tawa memenuhi beranda rumahnya  yang hanya berlantai semen.
“Avda !, aku nggak sangka kamu mau datang !. Rasanya baru kemarin kita pisah !”
Mereka berdua merasakan kehangatan yang renyah, akrab tetapi fresh meski udara di luar terasa dingin akibat gerimis yang mengguyur awal Januari tahun ini. Rehas masih menampakan sebuah duka yang menyerpih di dinding kalbunya meski dia sudah meninggalkan kota lamanya empat tahun silam, sebuah duka tentang pertemuanya dengan Elga dan sebuah perpisahan yang menyakitkan.
“Bangkitlah Rehas !, mendung tidak selamanya membawa hujan !” sebuah advis sejuk datang dari Avda.
“Apa maksudmu ?”
“ Tidak selamnya apa yang kamu duga akan menjadi kenyataan “
“Aku masih belum tahu, cobalah kamu lebih detil saja “
“Ah...kamu kan udah mahasiswa tahun ini, masa nggak tahu sih Has !”
Avda meneguk bebarapa tegukan kopi hangat, sedangkan tak satupun makanan yang belum masuk ke rongga perut Rehas.  Avdapun tahu sebuah kegalauan kini menyelimuti hati sokib dekatnya itu yang datang dari Medan demi apoinmen mereka, atau demi Elga yang rencananya juga mau ngikut  bareng ngumpul.
“Has, kamu coba dong lebih dewasa sehingga bisa memberikan Elga sebuah alasan tentang empat tahun yang lalu. Dia juga sering nanyain kabar kamu kok ! “
“Emang itulah yang akan aku lakukan, moga-moga sore ini aku mampu menjadi The Braveman untuk sebuah penjelasan “. Sendu di wajah Rehas sudah mulai tertepiskan.
“Mengapa tidak kau lakukan di awal awal saja ?”
“Itupun aku menyesal, yah kita saat itukan masih remaja yang belum dewasa. Perpisahaku dengan Elga hanya menimbulkan emosi di hatiku. Aku benci bila melihat Elga. Namun kebencian itu lama-lama meluruh, meninggalkan kesan pada Elga dari sisi lain “ . Rehas kini mulai membasahi tenggorokanya dengan softdrink yang ada di depanya.
“Sisi yang mana ?”
“Ternyata dia lebih dewasa lagi sekarang, apalagi  setelah lulus SMA. Aku bisa menebaknya, dia jauh lebih dewasa dari umurnya. Betulkan kan , Avda ?”
“Betul Has !,sayang kita berpisah lama. Seandainya kamu masih gabung bareng denganku. Tentunya akan aku ceritakan semua tentang Elga “
“Kamu dekat dengan, Elga ?”  Rehat mulai mencoba menelisik tentang Elga.
“Kebetulan dia kuliah bareng aku, Sehingga dia hampir tiap hari ketemu aku “
“Mengapa kamu nggak crita sama aku ?”
“Orang kamu aja baru sms met tahun baru kemarin, gimana aku tahu posisi dan no hap kamu “
“Banyak yang pdkt sama dia, Avda ?”
puspa prasasti aji
“Dia menjadi bunga kampus, apalagi dengan sikapnya yang dewasa. Dia juga dinilai banyak teman-teman sebagai wanita flamboyan. Aku sarankan kamu pdkt lagi dengan kiat yang santun, halus selembut sutra !”.
Rehas hanya diam membisu.
***
Avda, meski bukan anak seorang gedongan, tapi memiliki karakter yang santun, halus, peduli dan ringan tangan menolong siapapun. Oleh karena itu banyak sekali sokib-sokibnya yang seneng berada di dekatnya, meski belum satupun cewek mahasiswi yang mampu menjadi penambat hatinya. Karena bagi Avda “cinta” bukan selembar hasrat yang harus ditautkan dalam wujud pacaran. Avda hanya mengenal cinta dalam wujud memberikan kebaikan dengan lainnya. Maka bila dia mengantar pulang Elga, Shanty,  Elvi dan seabreg cewek lainnya, dengan sepeda motor bututnya, itulah cinta menurutnya.
Maka kala dia memberikan selorohnya untuk mengumpulkan semua sokibnya di rumahnya yang sederhana,semua sokibnyapun menyambutnya. Mereka kin tidak membuhkan temu bareng di hotel berbintang, atau di pub, restoran dan lain sebagainya. Tetapi meski hanya rumah sederhana di batas kota mereka semua dengan ringan menyetujui kumpul bareng itu.
Rehas belum mampu melepas semua candanya pada semua teman-teman Avda yang sudah mulai gabung dengan duduk di atas tikar, sambil memusari hidangan pecel lele dan nasi hangat serta sambal yang pedas. Tidak ketinggalah daun kemangi dan irisan mentimun juga ikut menambah menu tahun baru yang sederhana.
“Avda !, kita bikin heboh aja kumpul bareng ini !” pinta Kayla.
“OK !, aku yang bawa gitar, siapa yang mau nyanyi !. Kayla please ?”
“Aku nggak bisa nyanyi,  aku bacakan puisi saja ya !, kebetulan aku bawa dari rumah,setuju !”
“Setujuuuuuu....!!!!!”
Semua kebisuan tadi kini menjadi cair, saat Kayla membacakan puisi karya dia sendiri :
Puisi Tentang Tahun Baru
Bukankah  aku  telah  simak
dengan seluruh nadi  darahku
agar  tetap mengalirkan  semua  yang  kau  pinta
lantaran  telah  hilang  lakon hidup

episoda  demi  episoda
kini  haripun bertabuh  genderang tahun  baru
biarlah  aku  hadirkan  lagi
bahasa  tubuhku  yang  lama  terbang
merengkuh  awan
biarkan  pula  langit  memberikan  senyumnya
asalkan  kita  sewarna  merah,  biru  dan  jingganya
tahun baru.

Saat  ini  tak  mau  aku  menanti  datangnya  mentari
 Lantaran telah aku basuh wajah dengan  senyum  bidadariku
 Yang telah memberikan  aku  secawa  air  pelepas  dahaga
 Biarlah  semua  tergambar jelas 
 
Akan aku   dapatkan  lagi
 Biru langit  bertepi   ormanen  warna  jingga
 Sementara  engkaupun masih menawarkan  lagi
 Sebilah hatimu  yang  telah  meranum  bahagia
  
Kayla, 4 Januari 2012.
 Rehas dan Elga tak sengaja saling bertatap mata, Rehas mengawali dengan seberkas senyum gantengnya. Elgapun mambalasnya dengan sebuah bisik hati , “Rehas bila biru rindumu memberkas katakan saja, akan aku terima dengan kedua tanganku “
Rumah Avda yang berdinding setengah papan itu menjadi saksi pertemuan mereka berdua***


Selasa, 20 Desember 2011

Agatha, Something Wrong ?


PUSPA PRASASTI AJI
Hari ini  Agata merasakan  hari terpanjangnya, karena hari ini adalah saat- saat terakhir sekolah di semester gasal tahun ini. Sebentar-sebentar Agata menjumpai sokib sokibnya yang mengusung wajah berawan gelap, gelisah dan memburu matahari agar segera terbenam di balik tabir cakrawala. Hari ini adalah hari  terakhir mereka ke sekolah, panjangnya liburan akhir tahun hingga awal tahun 2012  sudah menyelinap dalam dalam ke angan mereka.

Bermandi cahaya kembang api di Pantai Parang Tritis, Jogja atau berkemah dan kegiatan out-bond di Pantai Pangandaran, atau happy ending year di hotel berbintang bersama entertainer papan atas serta acara seremonial lainya menggayuti  angan sokib sokib Agatha. Namun cewek centil mirip Ayu Ting Ting sama sekali belum melintas sama sekali di benaknya untuk merencanakan pesta tahun baru ini.


Pernah sekali Bram mengajaknya ke Malioboro untuk gabung dengan bule –bule wisman seantero jagad dan paginya ke Prambanan untuk nonton OVJ Happy New Year, namun dengan halus dan lembut ajakan Bram ditolaknya. Agatha lebih senang bila malam tahun baru berllu begitu saja seperti malam malam lainya. Toh rembulan dan bintang tak akan berbeda dandananya di malam tahun baru dengan malam malam lainnya. Malam ini aku melihat rembulan dengan raut muka yang “putih bersih”  di lingkari kerikil- kerikil besinar gemerlap, adalah keindahan alami yang tiada mengenal waktu. Hanya manusia-manusia yang lebay saja yang membedakan arti sebuah malam.


Bagi Agatha hanya tahu malam berbintang terang, malam gelap berselimut awan hitam atau malam tak mengusung wajah bulan.


“He..Agatha,  malam tahun baru hanya tinggal satu minggu lagi. Ayo dong kita bareng buat acara, terserah kamu saja kita ke mana ?”. Pinta Marcella.


“Aku  staying home  saja, Ell !”

“Kamu nggak setia sama kita-kita. Aku dan semua sokibmu pengin enjoy bareng sama kamu “

“Aduh gimana ya Ell, aku malah senang enjoy di rumah sama mama papa dan adik-adiku. Itu kebiasaanku tiap tahun baru. Ngapain aku repot-repot ?”.


“Kamu kok aneh hari ini, Agatha !”. Bibir Marcella sengaja dicibirkan, suatu isyarat protes terhadap sokib gaulnya itu.


“Apanya yang aneh !,memang tiap malam tahun baru aku selalu di rumah kumpul bareng sama keluarga “.

“Agatha !”


“He..eh, ada apa Ver !”


“Serius dong ! “


“Ini masalahnya bukan serius dan nggak, Ver !, tapi  hanya masalah selera saja !. Coba dong kamu rasakan kumpul sama keluarga tiap malam tahun baru, tiap malam pergantian tahun “


“Sok tahu kamu, Agatha !, ya udahlah kalau kamu nggak mau gabung kita-kita gak pa pa. Cuma kamu pasti

AGATHA
nyesel Agatha !” . Rosma sebenarnya kecewa, karena acara malam tahun baru yang bakal digelar minggu depan tidak menyertakan sokibnya yang paling kental.


“Nyesel kenapa ?”


“Kamu kan pernah kenalan cowok dari Fakultas Tehnik itu, kan ?”


“Yang mana ?”


“Ah nenek pikun !, yang kenal sama kamu waktu les musik di Gabriel Music, ingat kan !. Jadi naksir nggak ?” Rosma mencoba merayu Agatha.


“Aku nggak perduli, Rosma. Sebenarnya sih aku pengin lebih dekat lagi dengan Si Ganteng itu. Tapi lain waktu saja “


Rosma menjadi tambah heran dengan sikap Agatha yang tumben tidak merespon kiatnya untuk meluluhkan hati sokibnya itu. Biasanya cewek gaul ini ngebet bukan main kalau puya hasrat deket dengan cowok yang gantengnya seperti di Cover Boy Majalah Play Boy, “Ada apa dengan Agatha ?”, pertanyaan itu terus menyelimuti  anganya.


“Agatha !”


“Idiiih,apa lagi Ros ?”


“Si Ganteng itu rencanaya sih mau bawa mobil sendiri dan gabung dengan kita “


“Darimana kamu tahu ?”


“Ya dari Marcella lah!, coba kamu tanya sendiri sama dia !” Rosma mendorong tubuh Marcella ke arah Agatha.


“Ella kamu nggak usah lah cerita tentang si Ganteng itu. Karena acara ini punya kamu kamu, silakan saja kamu bisa dekat dengan dia. Kalau dia ngebet pengen kenal sama aku, datang saja di acara malam tahun baru di rumahku. Sekalian dia bisa gabung dengan mama, papa, om, tante dan adik-adiku !”


“Agatha !,minta ampun !. Kamu kok susah banget di ajak kompromi !  Something Wrong  with you ?” Vera menjadi uring-uringan menyaksikan sesuatu yang lain pada diri Agatha.


“Kamu sekarang kaya cewek udik, Agatha !”. Marcella mulai merah padam wajahnya.

“Memang kamu kadang-kadang suka kaya gitu sih “  seru Vera.


puspa prasasti aji
“Eh, sahabat-sahabatku !,  enjoy untuk seseorang, meski kita masih abg tidak  selalu sama. Aku merasakan enjoy tiap malam tahun baru bersama seluruh keluargaku, mama, papa, om, tante dan adik-adiku semua. Memang itulah simpatiknya papaku, dia piawai membuat acara tahun baru bersama keluarganya. Meski undangan dari teman bisnisnya banyak, tapi papa selalu menolaknya, aku sangat rindu dengan acara-acara seperti itu di tengah keluargaku, inilah yang disebut keharmonisan keluarga yang nilainya jauh lebih tinggi ketimbang nongkrong-nongkrong. Cobalah kamu semua rancang acara tahun baru seperti keluargaku, pasti lebih  menyentuh. OK teman sorry ya, aku pulang dulu, daaaah !!!!”


Rosma, Vera dan Marcella hanya bengong mendengarkan Si Cantik Agatha menguntai kata. Namun dalam hati mereka semua timbul  rasa heran, tumben cewek gaul yang kolokan itu pandai berfilsafat seperti seorang motivator. Ada apa dengan Agatha, something wrong?.***


Selasa, 06 Desember 2011

Cukup Sebuah Senyuman


“Jangan sekali- kali kamu semua mencoba mendapatkan bunga kampus kita, yang suka ngomong seenaknya dan konyol itu “ umpat Sam yang menyelipkan tubuhnya ke tengah sokib sokibnya yang sedang rehat di halaman sekolah di tengah pagi yang cerah. Meski saat itu musim hujan sedang menerpa kota mereka.

“Maksud kamu bunga sekolah yang mana Sam?, yang cuakep kaya Kate Midlleton tapi nggak pernah senyum kaya Mak Lampir itu ?” Richard tanpa selembar tiraipun menutupi  ucapanya, sehingga sebuah tawa dari merekapun berderai di pagi itu. Pohon Akasia yang berjejer memayungi halaman sekolah serasa hampir roboh  dihempas derai tawa cowok-cowok kelas IPS, yang lagi betah nyanggong  menunggu bel masuk
“Sayang ya friend !, Kartika sih sebenarnya cuakep, namun galaknya minta ampun !” sela Rush.

“Lagian dia egois!, man ! “ Hendra mulai interest dengan seloroh mereka.
“Dari mana kamu tahu Kartika egois, emangnya kamu pernah dekat sama dia Dra ?” desak Steven.
“Sok tahu kamu Dra !” bantah Sam yang tidak percaya dengan ucapan Hendra.
“Coba dulu !,  kita dengarkan Si Ganteng Pemburu Cinta ini ngomong dulu, dia ngatain Kartika egois !, mesti dia punya alasan, ayo dong Dra !, terusin omongan kamu “ desak Steven yang kini duduk di samping Hendra,
“Ah, bisa aja kamu Stev !, aku cuma ngomong asal-asalan friend !” Hendra merasa tersudut kini, karena  serangan  temen temen yang membrondongnya.
“He, man !, ayo dong yang konsisten, mengapa you ngomong Kartika egois ?. Menurut aku sih dia angkuh, susah diajak kompromi dan susah dideketin. Betul nggak Sam?, lihat saja Sam yang ngap-ngapan deketin Kartika. Sampai sekarang belum berhasil, percuma kamu Sam punya sokib seperti kita kita ini ! “
“Jangankan Sam, yang kaya anak kampungan. Aku sendiri yang bisa dekat denganya belum bisa mendapatkan dia”. Hendra melemparkan selorohnya yang membuat mereka semua terperangah.
Pandangan mata mereka kini semua terarah ke Hendra. Untuk beberapa  saat derai tawa mereka kini terhenti dan semua membisu.
“Temen temen!,  Kartika sering minta tolong aku untuk ngajarin matematika, aku sering ke rumahnya. Akupun mau- mau saja. Tapi giliran aku butuh teman untuk enjoy dan refresh eh dia nggak mau “.

“Hahaha..sekarang Si Ganteng Pemburu Cinta  kena batunya, tahu rasa kamu !” ejekan Steven menderaikan tawa mereka semua.
“Kamu GR duluan sih Dra ?” jawab Richard.
 “Kakek pikun !, bukan seperti itu cara ndekati Kartika !” Sam masih saja belum bisa menepiskan derai tawanya.
“Makanya lain kali jangan terburu-buru !”
“Eh, udik !, perlu kiat khusus untuk mendapatkan kembang  kampus yang flamboyant tapi angkuh itu, belajar dulu sama kita kita ini !”. Ucapan Richard tadi semakin membawa halaman sekolah itu bertambah semarak di pagi yang mulai dihampiri kuning sinar  mentari.
“Eh, sok pinter  kamu Richard !, buktinya mana ! Kamu belum bisa mendapatkan Kartika, kan ?”
“Asal kamu tahu, aja Dra !, Veny segalanya lebih baik dari Nenek Sihir itu !”
“Udahlah !, jangan berantem. Kita kitakan masih anak ingusan. Masalah pacar yang idamkan,  nanti aja kalau kita sudah mahasiswa.Kita kan belum apa –apa !!” .Pinta Rush pada kedua cowok gaul itu yang sudah meradang nadi darahnya.
Teeet…teet…teet. Bel sekolah mengisaratkan mereka untuk segera masuk ke kelas mereka masing masing. Sementara anak anak IPS tadi segera berhamburan meninggalkan halaman depan sekolah mereka. Pohon palem botol dan Akasia kali inipun bisa bernafas lega, kemudian diam membujur diterpa sinar mentari.
***
Perlahan lahan sinar mentari mulai tertutup mendung tebal, tak berapa lama gerimis membasahi Bulan Desember ini. Mereka yang selesai mengikuti tes semester kini memburu waktu agar tidak terjebak hujan. Kecuali Kartika yang sendirian sengaja menunggu Hendra di pintu depan sekolah
Kedua sorot mata mereka berdua bertatapan, sebuah senyum dari Hendrapun dilemparkan ke arah Kartika, yang dibalas dengan senyum tipis dan sebuah permintaan Kartika pada Hendra, untk mampir di kantin sekolah.
“Apa maksudmu sih Dra ?”
“Tentang apa ?”
“Ya tentang aku “
“Maksudmu ?”

“Jangan berlagak bego!, aku tahu semua pembicaraan teman temanmu  tadi pagi di halaman sekolah !
“Dengar dari siapa ?” Tanya Hendra.
“Nggak dengar dari siapa-siapa !”
“Terus bagaimana kamu tahu ?”
“Ya, karena aku duduk di depan kantin  sini dan dengar semua ocehan sokibmu “
“Mereka semua Cuma pengin dekat denganmu,Tika ?” Hendra mencoba mencairkan bara api yang ada di dalam jantung cewek yang telah menautkan benang sutra di hatinya. Cewek yang menjadi kembang kampus di sekolahnya ini, kini telah hadir dalam beranda hatinya.  Meski Hendra telah mengenal dekat dengan Kartika, namun dia masih bimbang bagaimana mengokokan batas antara sebuah persahabatan dengan  sesuatu yang sulit diwujudkan baginya.
“Kalau pengin deket aku,ya deket aja !. Kenapa harus pakai selorohan kasar, si Nenek Sihir !, Mak Lampir ! dan apa lagi !. Hendra !, mereka semua bukan sekedar mau deket dengan aku!, tapi coba kamu pikir!. Seperti Rush, Richard, Sam, Steven itu masih seperti anak kecil, sudah berapa surat yang mereka kirim untuk aku, belum lagi rayuan ingusan lewat hp. Mereka semua belum tahu arti persahabatan, mereka semua hanya mengerti cinta-cinta ingusan !”
“Tapi mungkin lebih baik lagi,  bila kamu selalu memberi senyum pada mereka bila ketemu mereka. Tika !, kalau kamu tidak memberi mereka sebuah harapan, apa harus saling membisu bila berpapaan mereka “pinta Hendra.
“Aku memang the ice girl, namun awalnya aku juga so smilling dengan mereka,namun mereka menartikan lain”

“ Aku juga heran, mengapa mereka menilai kamu seperti itu ?”
“Hendra !, aku juga ingin supaya kamu jangan salah paham. Aku hanya berhasrat merangkai sebuah persahabatan. Aku tidak gampang memberikan harapan pada semua orang. Bila aku mengajakmu belajar bersama, apa ini sesuatu yang lain untuk kita. Maafkan aku ya Dra !, kamu nggak tersinggung,kan ?”Hendra menggelengkan kepalanya, sebuah sorot mata ang lebay terus saja menghiasi wajahnya. Kartikapun tahu bahwa memang cowok ini telah menyimpan sesuatu yang begitu halus dan lembut. Selembut embun pagi.
Namun Kartikapun tahu bahwa perhatian cowok genius ini pada dirinya sungguh lembut. Hendra selalu mengerti perasaan dirinya,  apa yang menjadi batas sebuah persahabatan antar mereka telah  Hendra jaga dengan kokoh, sekokoh pribadinya yang tangguh. Namun hanya sebatas itulah yang mampu Kartika berikan pada cowok ini. Entah sang waktu sajalah yang bakal menorehkan prosa antara mereka.
“Dra !”
“Ya, Tika !”.
“Kamu nggak marah kan ?”
“Nggak !”
“Aku mau minta tolong lagi, mau Dra ?”
“Katakan saja !”
“Kita bahas soal soal matematika tadi di rumahku , maukan ?”
“Asal kamu selalu memberiku senyuman yang terindah, maukan ?”
OK, So Smille So Good !!!!” ***

Jumat, 07 Oktober 2011

K E N A N G A


Kenanga terus menguntai senyumnya di bibir bertanam bunga mawar merah jambu. Seakan  sedari pagi hingga tingginya sang mentari hari ini, adalah miliknya. Lantaran Kenanga hari ini betul betul menuai keindahan, dengan menyelipkan warna warni bunga di beranda hatinya. Sementara itu langit bagaikan kelambu biru ranjang pengantinya, yang tergelar di empat kaki langit. Bunga mawar berkelopak merah jambu, mulai Kenanga semaikan setelah sepotong kalimat Indra betul betul bersemayam dengan kokohnya di keranjang hatinya. “Kenanga , aku suka kamu “. Sepotong kalimat inilah, yang menjadi rajutan kain sutra, yang melilit di lubuk hatinya.
Kenanga hanya mampu membalasnya dengan senyum berkemas lebay, mirip kala Kenanga di depan mamanya, untuk merayu minta dibelikan mobil baru atau acessori terbaru yang keren. “Ah, tapi Indra gimana ya, apa dia serius atau cuma making a joke. Aku benar benar bingung.  Cowok jenius ini, tidak seperti biasanya, dia suka acuh tapi akhir akhir ini,  dia seperti serius dan minta ampun romantisnya. Memang dia penuh pesona, dengan rambut ikal, hidung mancung dan berkumis tipis mirip penyanyi country Frankie, yang sanggup menerbangkan hatiku. Tapi rasa salut juga aku berikan sama cowok ini, yang tergolong mahasiswa tidak mampu tapi dengan penuh PD yang kuat dia berani pdkt aku, yang tak mampu menepisnya”. Entah sayap malaikat mana yang mengipasi kalbu Kenanga hingga terus melamun.
“Kenapa aku harus seperti cewek nggak gaul?, seribu cowok kaya Indra bisa aku dapatkan dalam satu hari. Mengapa aku harus dibuat penasaran dengan rayuanya yang nylonong begitu saja?”. Tak hentinya hati Kenanga dipenuhi rasa penasaran. Di salah satu beranda hatinya, dia tidak mau  seperti cewek yang tidak  punya gengsi, tapi di beranda hati lainnya diapun takut kehilangan cowok jenius yang misterius, meski kadang terkesan cowok yang jadul. Tapi “duilah”, kalau cowok yang satu ini mulai bertutur kata, dia mirip Morgan Smesh, bahkan lebih santun lagi.
***
Kenanga menginjak pedal gas mobil sedan trendy merah metalik dengan pelan, melintasi jalan aspal berdebu di depan kampusnya, meski beberapa cewek temen gaulnya sudah melaju kencang mendahuluinya. Tatapanya kini dia lemparkan pada kaca jendela sebelah kiri dan kanan secara bergantian. Siapa lagi kalau bukan Indra yang dia telisik. Barangkali saja Indra di siang terik seperti ini masih nongkrong sehabis kuliah.
Sedan merah metalik yang flamboyant masih melaju pelan, meski beribu peluru senapan mesin telah diberondongkan sokib sokibnya pada dia, pagi hari tadi, yang sama sekali tidak merestui Indra menjadi tambatan hati Kenanga,
“Eh Inga!, gila kamu !, cowok dekil kaya Indra nggak usah diberi kesempatan dekat dengan kamu!” sahut Ririn dengan mata tajam seakan berhasrat menelanjangi seluruh tubuh Kenanga,
“Kamu nggak kasihan sama papi dan mama kamu ?. Aku pernah dengar langsung dari mama kamu!. Kamu tidak bakalan sengsara di masa depan, bila Aldo yang menjadi pendamping hidupmu. Kurang apa lagi dengan Aldo, cowok gaul dan juga smart, tidak kalah sama Indra, cowok jadul yang hidup di bawah kolong”. Ucapan Beti yang meluncur begitu saja dan masih kuat melekat di sanubari Kenanga.
“Anga !, aku sudah lama kenal kamu mulai dari SMA dulu, cewek seusia kamu bukan lagi ABG, yang cuma kenal cinta buta dan ingusan. Apa yang diharapkan dari Indra. Piss Anga !, ini kan demi kamu, kita  ini bener bener  sokib  yang sayang sama kamu ”. Pinta Resti sambil melilitkan tanganya di leher Kenanga dan tak lama kemudian Restipun mencium kedua pipi Kenanga, yang mulai dibasahi air mata bening cewek kolokan ini.
Kini Kenanga benar benar tersudut, himpitan dari sokib sokibnya menuai kabut hitam dan tebal di langit hatinya. Silih berganti bayangan Indra dengan senyum yang tulus, yang mengisyaratkan apapun nantinya mereka berdua mengalami goncangan hidup, Indra akan tetap disampingnya. Namun lecutan suara sokib sokibnyapun tak lama kemudian
2
menghilang terbawa kerontangnya angin kemarau dan bayangan  Indra kini mulai menepis butir butir awan gelap.
“Mengapa ini terjadi kala Indra mulai ada di hatiku ?” Kenanga dengan wajah yang lugu dan lebai, mulai berani menatap sorot mata sokib sokibnya.
Ya, udahlah Anga !, semua adalah semata saran untukmu. Apapun pilihanmu kami tetap menjadi sokibmu. Karena pertemuan dan perpisahan semata milik Yang Kuasa, hanya saja kamu harus merelakan cinta kamu di atas semua yang akan kamu hadapi, kalau memang kamu memilih Indra”.
***
Setiap sudut Kota Semarang kini terlihat kumal diterkam kemarau panjang., sementara Kenanga masih terus menyelesuri jalan aspal yang melentingkan sinar mentari yang menerpanya. Satu dua buah berkas angin kemarau di tengah hari yang ingin berselingkuh denganya mulai menerobos kaca jendela mobilnya. Berkas angin itupun mulai mampu mendinginkan hatinya, yang mulai menggulirkan bayangan Indra, yang kini seperti biasanya sehabis kuliah, cowok The Ice Cool itu nongkrong di Buffalo Café di salah satu sudut bundaran Simpang Lima Semarang.
“Tidak langsung pulang, Anga ?” sapa manis Indra, yang kini telah ibarat terhisap dalam kontes “Miss Universe 2011” di Brasilia beberapa bulan yang lalu, yang kini mereka semua telah menjelma menjadi Kenanga yang kini duduk disampingnya.
May I joint ?“ Pinta Kenanga dengan tetap menghiaskan senyum di bibir. Tapi apakah Kenanga biasa bersikap kaya gini dengan cowok lainnya, atau memang sikap manis ini hanya untuk aku, ataukah karena aku yang GR, ataukah memang aku nggak bisa bersikap dewasa atau memang aku yang nggak mampu menilai hati wanita. Tetapi bagi Indra.  langit biru yang mengungkungi mereka berdua seakan mampu menelikung dirinya, agar tidak mampu lagi bergerak menjauh dari tempat duduk Kenanga.
“Tentu, tapi seperti inilah tempatnya. Namanya aja Buffalo Café , sudah pasti kan Anga?, tempat ini cocok untuk nongkrong mahasiswa dekil dan norak”
No problem, Dra!. Biarkan saja dulu!,  aku  kongkow di sini karena aku butuh enjoy  dan refresh”
“Please  Anga !, kamu mau pesan menu apa?, biar aku yang tlaktir, tapi menunya hanya bakso dan nasi pecel. Paling kamu nggak suka menu kaya gitu. Menu seperti ini hanya cocok untuk mahasiswa yang udik, dekil dan  nggak gaul”
“Ah, canda kamu  tendensius!, emangnya aku ini putri kahyangan atau sengaja kamu ingin menjaga jarak denganku, Indra?’
“Kamu kok jadi aneh!, Anga!, aku Cuma bercanda. Ada apa kamu jadi sensitif seperti itu?”
“Biarin !!!, apa salahnya kalau aku marah. Kamu mau ngomomg aku cewek kolokan kan ?, Aku cewek yang hanya bisa gaul dengan sokib dari kalangan the have saja kan ?, aku cewek putra kesayangan mama papa, kan ?. Indra!. Model gaul kaya gitu sudah bukan jamanya lagi. Aku nggak suka kalau kamu norak kaya gitu!. Oke !!!, Dra kalau kamu terganggu dengan kedatanganku, lebih baik aku pulang saja”
“Eh, nanti dulu, Anga !. Sure dech, aku sama sekali nggak bermaksud norak sama kamu. Malah aku enjoy kamu mau gabung ?. Please staying for a while Anga !”
“Ok !!! Dra, tapi aku minta kamu jujur, mengapa sikap kamu norak kali ini?, ucapanmu tajam menyakiti aku”. Sepasang mata Kenanga yang bulat dan tajam kini menusuk Indra dan siap untuk membelah isi jantung Indra.
“Nggak apa apa, Anga !, tadi cuma nylonong begitu saja”
“Aku kenal kamu sudah lama sejak dari semester tiga, aku selalu enjoy dekat kamu, tapi belum pernah aku lihat sikap kamu yang nggak familiar seperti ini. Dra!,  jujur
3
saja sama aku ?, Aku ingat kamu sering ngajarin aku tentang pentingnya nilai kejujuran”
       “Kamu tadi ngumpul bareng Resti, Beti dan Ririn  di kantin kampuskan ?”
       “Tahu dari mana ?, dan apa hubungan dengan kamu?”
       “Aku lihat sendiri, tapi aku milih nggak gabung sama mereka. Sekarang gantian kamu yang jujur sama aku, mereka nggak mau dan takut kan kalau kamu dekat aku?”
Kenanga mulai menghisap es jeruk dalam gelas piala perlahan, dia baru sadar  kalau tenggorokanya mulai kering, debu dan deru dari asap knalpot kendaraan yang merebak di bundaran Simpang Lima mulai sedikit menyesakan dadanya, lantaran hari sudah lewat tengah hari. Hanya suasana diam seribu bahasa menyelimuti hati mereka berdua meski hanya sesaat.
       “Kamu tersinggung, Anga ?”         
       “Tidak, Dra!!!. Hanya saja aku harus bilang apa. Mereka bertiga tidak tahu bahwa hati manusia sudah semestinya dihiasi dengan kelembutan dan kepedulian antar sesama, ibaratnya taman bunga warna warni, tempat burung burung berceria di pagi hari, termasuk hati aku ini, yang bebas disemai bunga yang aku sukai”. Setetas air mata Kenanga mulai membasahi pipinya.
       “Itulah yang aku takuti. Anga ?”
       “Apa yang kamu takuti?, aku melihat dalam diri kamu bukan anak manja, tak mudah menyerah dan tegar. Berbeda dengan aku, Dra !”
       “Tetapi dalam hal ini, aku seperti anak kecil yang diliputi ketakutan dan kebimbangan”
       “Sekali lagi aku jadi nggak ngerti, apa sih yang yang kamu takuti ?”
       “Aku takut kamu terpengaruh sokib sokibmu, dan aku harus kehilangan kamu, karena perbedaan antara kita. Itulah yang aku akui dengan jujur, aku seperti anak kecil”.
Indra tidak henti hentinya melempar sorot mata ke arah Kenanga, lantaran Indra menginginkan kejujuran Kenanga, tentang tempat yang dia harapkan di bilik jantung Kenanga, Sehingga tiap pagi hari dia bisa bermandikan cahaya pelangi hanya milik Kenanga.
         “Indra !, aku bukan anak kecil lagi, dan mama papaku tak pernah bersifat otoriter terhadapku. Sudah bukan jamanya lagi kita dikungkung dengan aturan kolot.  Aku nggak suka kalau kamu bersikap seperti itu”
        “Tapi realita berkata lain, papa kamu menginginkan Aldo menjadi pendampingmu”
       “Jangan kecewakan aku Dra !, seakan kita baru kenal kemarin sore. Mana sikap dewasa , yang selalu kau tunjukan padaku”
       “Tapi masalahnya bukan seperti itu ?”
       “Jadi seperti apa ?”
       “Ah, aku sendiri nggak tahu “
       “Jadi harus aku yang menebak isi hatimu?. Jujur saja aku menilaimu, kamu sekarang kehilangan percaya diri berada di sampingku kan?, Kamu membandingkan dirimu sendiri dengan Aldo yang kamu anggap segalanya lebih baik darimu, iya kan ?. Terus dimana Indra yang kata temen temen sekampus, termasuk mahasiswa yang gigih, hingga hampir menyelesaikan studinya dengan perjuangan yang tegar. Apa sih perbedaan antara kita ?”
Indra melemparkan semua kekesalanya kepada rumput di bundaran Simpang Lima dan mengajak mereka agar mampu menepiskan sisi hatinya yang mulai robek diterkam rasa bimbang dan ketidakpercayaanya.
4
             “Ternyata kamu Kenanga yang aku harapkan bisa memberi spirit bagi aku, yang sering merasa terpingit karena keadaan, sukurlah kalau kamu bisa  dewasa”
            “Aku memang harus bisa tegar dan tanpa mengenal surut untuk tiap yang aku pilih, itulah yang mama  papa harapkan. Aku harus  bergelut dengan   apa yang harus aku raih. Dan ini semua  aku dapatkan dari kamu”
Angin musim kemarau mulai meniupkan daun daun palma di seputar Simpang Lima, kedua insan itu kini mulai dipinang oleh rasa percaya diri yang hinggap pada diri mereka masing masing, dengan tetap mengusung sebuah kejujuran dari Kenanga dan Indra serta garis takdir yang bakal mereka lalui di masa depan. Entahlah mereka sendiri tidak tahu apa yang mesti terjadi pada diri mereka kelak, hanya saja kini lampu lampu jalan di bundaran Simpang Lima sudah mulai mengeksotiskan wajah Kota Semarang. Kini merekapun  tenggelam dalam lautan asmara, yang hanya mereka sendiri yang merasakan.

Senin, 23 Mei 2011

Aku Bukan Arjuna


Layaknya Batara Bayu yang sedang “Nglanglang Jagad”, yang pada pertengahan perjalananya terjebak dengan liuk dan liku Dewi Anjadi yang sedang “topo bugil”, tak sebuah benangpun menempel pada tubuhnya dan mampu menghisap sorot mata Batara Bayu. Hingga terbakarlah sekujur tuguh Batara Bayu yang telah rapat terbungkus kain putih dengan gelombang birahi yang tadinya lembut bergetar dan tak berapa lama telah menguat dan mengguncangkan hati dewa itu dan mampu menghisap air suci yang tersimpat dalam setiap sendi beluang Sang Batara Bayu. Sang Batara Bayu hanya mampu menelan ludahnya, sambil sesekali terguncang dadanya oleh nafas nafas yang liar, yang hanya dimiliki oleh “Titah Sawantah”.
Namun karena sorot sinar mentari yang dipantulkan daun daun yang menari tertiup angin, hingga sorot sinat tersebut terus saja menerangi dan berjalan mengikuti liuk tubuh yang tak seberkas cacatpun, perlahan lahan bergulir dari aurat bagian atas hingga ke bawah, maka nafsu “syahwat” sang batara itu, teklah memuncak hingga mampu meneteskan air suci dari persendian sang batara yang kii telah berada di pangkuan Sang Dewi Anjani, yang sedang menutup matanya melakukan hening pada pengembaraannya ke langit, tempat kembang warna warni tumbuh di taman swargaloka. Lantas meloncatlah air suci sang batara, yang tidak sabar ingin bersanding dengan buah delima milik sang ewi sang semerbak harum mewangi, hingga lahirlah sang insan, yang diberi nama Hanoman.



Air suci dan buah delima itupun berterik nyaring hingga mam[u mrobohkan tebing tebing panjatan "Mount Everst", jalan menuju kahyangan. Suatu pertanda bahwa pertautan itu tela meresultankan seorang resi yang sakti, bijak, selalu disisi “Kautaman”, yang mampu memberangus Negeri Alengka yang dikawal ketat oleh oknum oknum raksaksa yang sakti sakti.Namun itulah hidup yang ideal yang dikarang oleh resi yang hidup di jaman manusia berkemas dalam filosofi hidup.

Namun apalah aku, yang lahir begitu saja sama dengan Hanoman, mana Dewi Anjani untuk aku. Mana batara guru yang sanggup menyelipkan rasa bijak pada benaku,mana air suci itu atau buah delima sang dewi yang mampu kureguk untuk menumbuhkan cinta pada diri ini, agar mampu kutautkan dengan Rosella dan aku ajak untuk mendirikan rumah bambu sederhana di tengah “Padang Ilalang Kendalisodo”, bukanya rumah bara yang kini terpagut sepi karena kepergian Rosella, untuk mendapatkan berkas cinta entah dimana dan kemana.

Sang Mahameru masih tegak sanggup untk memberi kata bijak pada aku yang mengering di tengan padang kering, sesekali wajah Hanoman muncul di belakang puncak Mahameru, yang membuat aku tersipu malu. Mengapa hidup yang yang masih dipusing bumi tidak berhasil aku rajut dengan kain sutra keindahan, hingga mampu menghiasi kelambu malam pertama yang aku gunakan bersama dengan Rosella. Dewi Suprabaku yang melebihi Dewi Supraba yang dimiliki Sang Arjuna dari “Kahyangan Awang Awang Kumitir”.

Seberkas sinar mentarai, yang menerobos sela rumah bambuku menegurku keras keras, agar bayang Rosella enyah pada lamunan pagi itu, yang kadang kadang membenamkan aku dalam dalam ke dasar bumi.

“He..kau manusia tak berdaya, pagi telah tiba..ucapkan salam pada segenap daun yang ada di sekitar rumahmu. Bergegslah kamu menapaki titian hidup ini. Rosella telah menyingkir darimu. Sedangkan kau masih memiliki hari hari terang di depan kelopak matamu. Mengapa engkau diam saja...sedeangkan burung saja pandai mensykuri nikmat hidup yang telah diberikan kepada Sang Penguasa Jagad ini, mengapa engkau tidak ?”. Sorot sang sinar mentari itu masih membantingkan keberingasanya padaku.

Akupun beranjak untuk segera bangkit dari ranjang lusuhku, :”Ah..untuk apa aku terus menyatukan angan dengan Rosella, bukankah hidup ini adalah telah digelontorkan Hyang Widi padaku. Pertandan aku harus membenahi amanat besar itu”, bisikan hati itu makinm menguatkan aku untuk kembali memerankan sang Arjuna dalam memadu cinta dengan Srikandi dan Sembodro. Atau aku harus naik turun gunung dan jurang, menebas hutan hutan liar untuk mendapatkan kembang hati, seperti kala Sang Dalang melagukan kidung “Laras Moyo”.

Namun di mana lagi, gunung tegar akan aku daki, bila tak sekelopak bungaku menawarkan harus wanginya, bila Sang Laut Selatanpun belum memberikan aku kaki langit untuk kupetik pelangi.Sementara sang waktu terus menikam dengan sisinya yang tajam,terus saja merobek jantungku.namun akupun tak mau lagi terpojok pada ujung pedangnya. Hingga aku lebarkan sayap agar mampu menjadi kumbang yang mampu hinggap ke kelopak bunga harum. Dan satu saat menyeringailah senyum dari Beatrik, gadis kuning langsat dengan rambut pendek mirip mendiang Lady Dy, sang ratu milik rakyat dunia.

“Kau laksana Arjuna yang pandai merayu..he kumbang jalang !! ” nampaknya Beatrik dengan tatapan halusnya berupaya agar aku tidak lagi menjadi Arjuna yang selalu memasang jerat benang sutra halus untuk mencampakan.

“Aku bukan pemeran novel picisan seperti dalam sastra teenagers, aku hanya menawarkan keranjang sutera, untuk menampun sinar sang rembulan. Agar benar benar mampu menyebrangi tiap malam kelam”. Dalam hatiku sebersit harap mulai tumbuh agar Beatrik mempercayaiku. Apalagi kala kedua mata bola wanita yang Mirip Lady Dy itu meredup, sesekali dilemparkanya kerling mata liar ke semua sendi tubuhku, pertanda Beatrik masih belum seluruhnya percaya dengaku. “Ah mengapa dia masih menganggapku seperti kumbang jalang, dunia yang aku usung bakal berada dihadaanku untuk kulewati bersama dengan ratu yang disampingku, berjalan melewati taman bunga dengan menaiki kereta kerajaan. Akupun tersenyum puas dengan melambaikan tangan, dihadapan seluruh rakyat yang berjejal sepanjang jalan berdesak desakan, menuju istanaku yang terbuat dari dinding bata separo susunan papan kayu yang mulai melapuk” sesekali hati yang membara ini terbang ke langit biru.

“Beatrik, kau terlalu memandang rendah, mungkin dari banyak cewek yang pernah terjerat benang sutraku,kau menganggapku kumbang jalang. Tapi itu dulu, seandainya aku berperahu di tengah lautan bertepi, kaulah pelabuhan itu. Sesekali percayalah kau padaku “

“Sejak kapan kau menjadi cowok yang cengeng, seperti anak ABG kolokan anak mami. Aku bukan yang kau duga. Jadi pergilah jauh jauh dan buanglah tatapan matamu itu”

“Kok jadi begini, Beatrik !, aku sudah lulus sarjana, aku sudah bekerja, aku tinggal membangun maghligai yang belum pernah aku miliki “
“Bangunlah Istana Cintamu dengan Winda, Lely, Ranti atau segudang bunga kampus yang sekarang masih mendambakan arjunanya. Bukan tempatnya aku menghuni istanamu, aku bukan peserta Big Brothersmu. Hari sudah larut, pulanglah kau Arjuna, malam minggu ini banyak Supraba, Srikandi, Sembodro atau bahkan Banowati yang rela meninggalkan suami yang kaya raya kayak Duryudono demi sepenggal cinta darimu, pulanglah kau Arjuna !!!”

Tepidana mati sepertiku begitu tersentak dengan suara palu hakim yang menyayat hati. Lantas bagaimana dengan wajahku yang ganteng, kulitku yang kuning bersih, hidungku yang mancung serta bibirku yang seksi ini tak mampu mengajak Beatrik menaiki kereta kencana. Mengapa pula tak mampu aku dapatkan cewek yang konsisten dengan prinsipnya itu. Aku tahu Beatrik cewek yang teguh pendirianya, dia adalah cewek yang ideal untuk dijadikan teman hidup.



Aku tidak mau lagi menjadi Arjuna, aku tidak mau lagi menjadi ksatria yang biaa mendapatkan persembahan bidadari para dewa karena kesaktianku. Aku adalah aku, insan yang perlu berbenah dunia nyataku, aku tidak akan lagi berkelana dalam dunia maya.

Entahlah,hanya waktu yang akan menautkan aku dengan Beatrik. Aku akan selalu menunggu setia terselip di kaki langit

Pondok SASTRA HASTI Semarang.Mei 2011

Minggu, 10 April 2011

Cinta Bersemi di Hati "Gunung Es"



Harum mewangi bagaikan mawar merah yang tumbuh di pekarangan rumah, berkelopak hijau dengan keanggunanya bila ditiup angin pagi. Seberapa banyak kumbang yang berkaki tajam dan mata jalang, leher beruntai bulu warna warni dan sayapnya yang menebarkan rayuan gaul, mirip eksotisnya Smash kala di panggung hiburan. Namun kembang mawar, tetaplah melekat kokoh di kelopaknya.Bermandi derai kuning sinar mentari, menambah segar dan ayu wajahnya. Inilah Restu, “The Ice Girl” demikian teman gaulnya memberinya nama keren.

“Emangnya berapa lama lagi kamu tetap berwajah dingin, kaya Nada yang ketemu Mas Najib aja di Rock and Roll itu”, habis istirahat pertama teman teman gaulnya berani request sebuah pertanyaan, pada “The Ice Girl “ yang bersahaja itu.

“Aku harus bagaimana, orang dari kecil emang karakterku kaya gini” tanpa membanting sorot mata pada Irena yang nanya, Ice hanya angkuh saja memberi jawaban.

“Kamu memang udik !, Ice !! apa kamu nggak ngerti. Tuh Rush pelajar ca’em dan teladan lagi nguber kamu. Kamu kok malah gacir”

“Aku harus bagaimana to Ir, aku ya aku. Yang penting aku nggak nyakiti dia. Ya, siapa saja memang bisa berteman dengan aku”

“Ah, kamu sok nggak tahu aja, Ice!. Lain lho kalau kamu perhatikan betapa sayangnya Rush pada kamu. Minggu kemarin kamu dikasih kunci-kunci soal Try Out kan ?. Coba kamu pikir, nggak sembarangan Rush ngasih seperi itu sama orang lain”

“Kan sudah aku sampaikan terimakasih aku pada dia”

“Kalau aku jadi kamu, Ice ?. Bawa dia jalan jalan ke mana aja, ke Mall apa mejeng ke mana. He Ice, dia cowok ganteng berduit lho !. Banyak temen kita yang naksir dia, contohnya…...!!!”

“Kamu juga kan Irene ?” potong Ice Girls pada Irene, yang belum sempat merampungkan sepotong kalimatnya.

“Jadi kamu nggak naksir dia, Ice ?”

“Aku, biasa aja. Kemarin di ngajak aku lihat Karnaval Smart, tapi aku malas Ir !. Aku harus Bantu ibuku di warung. Lagian siapa yang mbantu adik adiku ?”jawab Ice dengan wajah yang sahaja , bagaikan “Sang Cleopatra” yang duduk di singasananya.

“Lantas, kemana bapak kamu ?, eh maaf ini privasi ya Ice?”

“Oh..nggak apa apa, bapaku kan jadi TKI di Yaman dan entah sudah 6 bulan ini dia nggak ngasih kabar apalagi kirim wesel. Jadi ibu kalang kabut nyari duit dan aku harus mbantuin. Itulah Irene !, aku belum berani seperti kamu, aku kasihan sama ibuku”

“Ya..udahlah Ice, kamu bersabar aja, dan tetap optimis. Sorry yak klo aku sok tahu privasimu. Tapi betul lho Ice , banyak cowok yang naksir kamu. Baik baik aja sama mereka ya Ice !” pinta Irena.

“Ya, saat ini aku memang lagi nggak doyan senyum Ir, jangankan sekarang aku lagi bingung, dulu dulu aja aku nggak suka senyum, memang karakterku kaya gini”. Tatapan mata Ice Girls alias restu begitu polosnya, sehingga Irene pun tahu kalau cewek bidadari yang kadang kelihatan kampungan itu memang bicara apa adanya. Pertanda emang Restu belum mau menerima kehadiran siapapun. Tapi apa bener ya!, demikian bisik hati Irene.

Mengapa kadang kadang Ice Girls suka ngobrol dengan Gagah, dimanapun saat sekolah sedang nggak ada pelajaran, apa cowok yang udik itu telah berhasil merobohkan hati Ice Girls, yang isi hatinya hanya dipenuhi gleiser atau gunung es yang bukan main dinginnya. Atau memang piawainya gagah, atau memang apa?. Irene yang sok usil itu tak henti hentinya penasaran terhadap gadis ayu itu.

Yang jelas Irene menjadi takut dan cemburu, bila Rush sukses membawa gunung es itu terbang ke langit dengan sayap sayap Rush, yang penuh pesona.Ah, tapi mana mungkin Rush yang bokapnya eksportir itu mau dengan Ice Girls, yang keluarganya aja membuat cewek itu menjadi cuek dan tanpa glamour. Ah beruntungnya kamu Restu, yang punya wajah kaya Lady Dy, dan badan lho yang semampai dibungkus kulit yang putih bersih.

***
“Irene !”,
“Apa’an Ice “
“Bel masuk, kamu nglamun ya ?” Tanya Ice
“Ah..he..nggak kok, Cuma hari ini aku agak sluntruk” seru Irene dengan nada gagap, seakan melihat hantu di kantin sekolah.
“Kamu, kan yang naksir Rush ?terbuka aja sama aku Ir, aku nggak pantes deh enjoy sama cowok gedongan macam Rush. Kamu nggak usah takut , aku nggak marah kok ?” kata kata Ice begitu lembutnya, lantaran dia tidak ingin cewek dekatnya yang anak gaul dan super kaya itu jad sakit hati, lantaran dia menggapai cinta Rush.
“Jujur saja Ice, kamu nggak naksir sama Rush, kan ?” Tanya Irene sembari berjalan menuju kelas mereka.
“Aduh Irene, kita kan berteman sejak SMP, kapan kamu tahu aku bo’ong. Apalagi kalau masalah do’i. Aku seneng lho Ir, klo kamu juga enjoy sama Rush!”
“Bantu aku ya Ir, aku ngebet sama.Rush. Eh…dia malah ngebet sama kamu, aku tidak ingin Rush jatuh ke tangan cewek lainnya “
“Nggak usah la yao, nanti kamu cemburu “ Ice segera menyiapkan buku Bahasa Ingrisnya. Karena Pak Johan yang kaya Arjuna itu sudah berdiri di depan mereka.
“Ice, kamu mau jadi pacarnya Pak Johan, ganteng lho Ice !”
“Ngaco kamu ?”
“Tapi Ice, kalau aku perhatikan Pak Johan juga ganteng Ice !. Banyak lho temen temen yang naksir dia, tapi semuanya takut dekat sama “guru yang kaya Roy Marten itu”. Tapi kayanya dia naksir kamu juga Ice ?. Pernah main ke rumahmu, Ice ?’ Mulut Irene yang bawel itu masih saja meluncurkan oongan yang ceplas ceplos, meski Pak Johan sudah mulai mengajar mereka.
Sementara itu bidadari bidadari kelas XII, belum siap banget memasang telinga mereka untuk belajar Bahasa Inggris. Bahkan sebagian dari mereka malah asyik ngrumpi membincangkan penampilan Sang Roy Marten yang mengenakan kemeja bergaris merah biru dengan lengan panjang. Tapi masih saja guru ganteng itu memasang wajah yang angker, meski kadang kadang melempar pendangan ke arah Ice Girl.

Wajah Guru Arjuna itu menjadi merah padam kala anak anak bengal itu masih saja ribut. Sementara itu Irene segera melayang terbang ke angan, bertemu dengan Rush yang membawakan lagu lagu cinta, seperti Sharu Khan yang sedang merayu cewek pujaannya itu. Sebentar sebentar dia jatuh di pelukan Rush dan sebentar sebentar pula bibir yang membarakan De’Amour itu saling bertemu.

Ice tetap saja belum mampu bersikap setegar karang di lautan, bapaknya yang berkorban segalanya untuk ibu, dia dan adik adiknya belum terdengar kabarnya. Apalagi bila dia ingat nasib yang banting tulang menjual nasi pecel di depan rumah, serta manja adik adiknya yang merindukan kepulangan bapaknya. Ah, mengapa aku tidak seperti Irene. Angela, Ririn dan cewek lainnya yang begitu happy. Ah mana mungkin aku bisa menghias senyuman pada mereka, cowok yang memburuku. Meski aku tahu, Rush, Gagah, Pak Johan dan lainnya berusaha mendekatiku, tapi aku sendiri tidak tahu di mana aku simpan sebongkah hati ini.

Sayup sayup dan semakin keras, mereka berdua mendengar nama mereka dipanggil Pak Johan, sehingga mereka kembali lagi ke kelas mereka setelah mereka berkelana dari sudut ke sudut lamunan mereka.

“Sekarang saja kau Irene dan Restu !. Cepat keluar. Kamu berdua menghadap BP. Pak Guru tidak mau mengajar kalian yang kerjaanya hanya melamun. Curhatlah kamu pada BP sepuas puas kamu. Kelas bukan tempat untuk melamun, cepat kamu berdua ke luar kelas “

“Maaf Pak !, tapi apa salah kami berdua ?’ Irene yang punya karakter suka konyol menjadi uring-uringan, megapa dia berdua diusir dari kelas, padahal dari awal mereka berdua tidak membuat gaduh.
“Pokoknya bapak minta kamu berdua menghadap BP, disana nanti akan dijelaskan salah kamu itu apa “

Meski hati Irena masih menyimpan rasa dongkol, kini dia dan Ice ngeloyor ke ruang BP untuk ketemu Bu Shanti yang dikenal siswa sebagai guru BP yang bijak dan lembut. Pada guru yang cantik dn anggun inilah dia sering curhat, dan dari Bu Shanti inilah Ice Girls tahu bahwa Pak Johan sangat menaruh hati denganya, bila Ice lulus dari SMA kelak Pak Johan betul betul berniat untuk menikahi gadis Gunung Es ini. Ice hanya memberikan jawaban dengan sebuah senyuman yang tipis, yang sulit untuk diartikan oleh
Bu Shanti. Bu Sahntipun tahu senyuman inilah yang menjadi cirri khusus Ice Girls, tapi terbukti banyak merobohkan hati pria.
***

“Siang Bu Shanti !, aku disuruh Pak Johan menghadap Ibu, padahal kami belum tahu apa salah kami “
“Begini, ya Irene, kalian berdua sudah dikenal semua guru, kalau di kelas suka ngelamun, kadang ngomog sendiri, kadang tidur. Dan tadi Pak Johanpun lapor dengan Bu Shanti. Kalau kalian suka ngaco di kelas, tahu salah kalian ?”

“Tapi kalau ngelamun, apa nggak boleh Bu ?” Tanya Irena dengan pipi masih kemerahan lantaran masih menyimpan seribu kedongkolan.
“Siapa yang melarang ?. Melamun, adalah hak kamu ?. Tapi kami semua khawatir, mengapa kamu semua melamun. Lebih baik masalah yang ada disharingkan dengan guru, jadi kami bisa memberikan way out-nya. Cobalah Irene, sharing denga Bu Shanti,ada masalah apa ?”. Bu Shanti dengan lembutnya membimbing Irene, cewek kaya yang kolokan itu, yang mudah uring uringan dan sering membuat marah guru guru.

“Ah, nggak kok Bu, Cuma masalah anak anak saja kok Bu !”
“Bener ?”
“Bener, Bu ?”
“Baiklah, kamu bisa ke kelas sekarang. Hanya Restu bisa tinggal sebentar?’

Restu atau “The Ice Girl” hanya mengangguk kecil, dan kini Bu Shanti sudah duduk disebelah Ice dengan sorot mata dan senyuman yang lembut.
“Restu ?, kalau Irene hanya masalah anak anak remaja saja. Tapi kalau masalah kamu, memang banyak menarik perhatian guru guru. Kamu dikenal oleh guru sebagai siswa yang baik dan santun, semua masalah yang kamu alami, bukan salah siapa siapa, tapi keadaan memang harus seperti itu. Belajar keras agar kamu lulus dulu, setidak tidaknya kamu sudah sedikit mengatasi masalahmu “
“Baik, Bu ?”
“Tentang masalah keluargamu, jangan kamu berpikir terlalu serius !”
“Maaf, Bu !, tapi aku nggak bisa Bu !. Bapak entah nasibnya bagaimana, Ibu terlalu keras membanting tulang. Sedangkan adik adiku sering menanyakan bapak. Kalu dulu bapak bisa kontak lewat Hp dengan Burhan dan Ikhsan yang masih kecil. Tapi sekarang, ah entah, Bu ?”

“Restu ?, masalah bapak kamu Ibu yakin, nanti juga akan ngirim kabar. Kamu kan tahu keadaan di Yaman sedang kacau, mungkin karena hanya gangguan komunikasi saja. Sedangkan masalah lainnya, adalah masalah yang biasa terjadi dalam kehidupan ini,
Selama manusia masih berniat untuk memperbaiki nasibya, Tuhanpun akan memberikan jalan.”

“Terimakasih, nasehatnya Bu ?”
“Restu !, seperti yang Ibu katakana dulu. Pak Johan mengerti semua dengan keadaanmu, dan diapun tidak main main dengan niatnya. Dia sudah cerita sama Ibu, diapun berniat menyekolahkan kamu sampai perguruan tinggi. Bu Shanti perhatikan, kamu jauh lebih dewasa dengan gadia lain yang seusiamu, mungkin karena kamu sudah terbiasa dengan masalah dalam kehidupan ini. Maka cobalah kau mengerti, kalau kamu belum siap dengan ini semua, setidak tidaknya kamupun bisa mempertimbangkan masalah ini. Jelas sampai kanapanpun Pak Johan akan menunggumu, hingga kamu siap, Restu !, jangan sakit hati ya !”
“Ah, nggak Bu, Restu belum bisa menjawab Bu, entahlah…?”
“Sekarang kembalilah ke kelas !”

The Ice Girls belum mengerti betul, bagaimana dia harus bersikap dalam menghadapi ini semua. Dari balik awan, dia tahu, wajah Pak Johan mengintip dengan kumis tipis melintang, sekali sekali diapun menatap wajah itu di balik cakrawala dan wajah itupun tersenyum manis. Diapun tidak tahu mengapa dia kini menyambut senyuman itu. Apakah Gunung Es di hatinya telah mulai mencair, diapun tidak tahu.

***