Kamis, 29 Desember 2011

Sketsa Hidup di Awal Tahun

sekar kusuma adji
Barangkali hanya ini, yang aku mampu hidangkan.....
Senampan hidangan makan malam,  dengan menu tergigit
angin malam dari tebing jaman.
Sementara otot tubuhku telah terlipat kerasnya
jalanan hidup, tempat abang becak mengayuh hidup.
Padahal engkau di puncak “Langen Sari”  berteman “Dewi Supraba,
Gagarmayang, Tunjungbiru dan Dewi Lenglengmulat”.

Tapi jangan dulu kau tepiskan sebuah makna
yang telah kau benahi rapi dalam keranjang berbalut
kain sutra,  meski jalan tanah liat menuju untaian pelangi.
Telah basah oleh geimis pagi “berkuku tajam”
Namun masih ada sehelai benang kuning dari “Sang Bagaskara”
yang menusuk celah rumah kita yang tersayat pilu.
Rumahku Impianku

Aku dan kau, kasihku....
Dalam Naungan yang Maha Perkasa
Bersemayam di balik tirai tipis,  setipis antara bilik jantung
yang saling bersebrangan, namun sorot mataNYA menyodorkan
berjuta tangan lembut untuk meluruskan tulang-belulang kita.
Bila engkau berhasrat menanam bunga bunga jiwa
Dalam tetumbuhan “Arcapada”,  tempat kau bermandi keluh
Tersayat sembilu galau dan risau.

Halaman rumah kita, biarkan saja menghitung hari
Memburu setiap detik, menyelingkuhi dirimu dalam cibiran bibir
Bukankah kita masih memiliki taman bunga
Di rongga dada, yang kau taburi dengan wewangian
pengantin baru. Kala angin malam kau jadikan pena untuk
mengambar sumpah serapah kita.

Luruskan benang putih hingga ke jendela langit
Sementara tembang parau kau letakan saja di halaman
rumah gubug kita, terpungut jaman lantas kau biarkan saja
terpelanting oleh angin kembara dari “Negeri Prahara”
yang menguncimu hingga tesengal nafasmu.
Aku masih memiliki lengan yang kokoh,
Sekedar mencandamu bersama nyanyi Kenari dan Derkuku
Hingga pagi nampak elok berdandan  gincu bibir.

Janganlah kau genapi wajahmu dengan ornamen awan gelap
Bila sorot lampu jalan menyilaukan kedua mata .

Jangan pula kau cemburu dengan sepatu kaca
Di etalase rumah berarsitektur romawi

Sementara bila kau dan aku terhuyung pada tepi langit
Maka akan aku gunakan seribu sayapku
Agar kau mampu kuterbangkan ke “Jonggring Saloko”.
Tempat yang ramah, hingga kita lepas bebas
dan menggulai hari dengan bumbu yang renyah
Tempat kita juga mampu menanam ubi dan palawija.

(Semarang, 31 Desember 2011- Di Malam Tahun Baru 2012).






Senin, 26 Desember 2011

Aku Anak Ubi


PUISI ANAK

hamdi beffananda aji
Kala basah mata emak,
Aku jadi sedih, bukankah singkong rebus
untuk makan malam kita telah siap di meja
tersedu juga teh gunung yang tawar tapi hangat
Biarkan Bapak di rantau...bertanam nafas
Dalam buaian hidup, berkalang sumpah serapah

Emak, jangan berkubang air mata
Biar dinding perutku ini, terus memburuku
Dengan “gulai” kasih emak sehalus sutra
Akupun terus panjatkan do’a.
Agar gubug bambu tempat kita merebahkan
badan, terus menyanyi lagu ceria

Aku anak ubi rebus, hanya halaman rumah
Yang tinggal sejengkal yang dapat menyongsong
aku yang terbiasa tanpa alas kaki,
akrab dengan kebon dan palawija

Bapak, esokpun akan aku jemput
Pulang dari kota
Untuk menyemai padi hidup aku***

Hamdi Beffananda Aji

Gerimis

PUISI ANAK

hamdi beffananda aji
Mengapa seharian kau menggigit bumi
Hingga basah yang aku alami
Burung burung terdiam, tulang-tulangku meronta
Meminta seberkas kehangatan,
Aku hanya memiliki suka cita
Bersama ayah dan emaku, meski hidup di
bawah rumah bambu dan beralas tanah kering
kita semuapun setia menunggu gerimis.

Agar singkong dan ubi di ladang,
Lebih keras lagi memberi sapa
Agar emak  tidak marah menyuruhku jauh mengangsu air

Gerimis berilah kabar kepadaku
Bagaimana aku bisa kuliah di perguruan
Karena bapak dan emak,  hanya  mampu tersenyum pilu

Gerimis, kabarkan ke langit,
Aku pengin menjadi pilot pesawat
Hingga mampu menyentuh langit
Terimakasih gerimis
(Semarang, 26 Desember 2011)

Hamdi Beffananda Aji


Minggu, 25 Desember 2011

Biru Rindumu


puspa prasasti aji
Rehas datang ke acara kumpul bareng sokib-sokib gaulnya di rumah Avda pada sore hari sesuai apoinmen mereka lewat Hp.  Bukan siapa-siapa yang terselip di hatinya kala dia berambisi untuk gabung di rumah Avda, di awal tahun baru ini, bukan pula secangkirkopi dan sekerat roti yang dia buru.   Tapi kata hati, yang terus memberontak menusuk rongga dada, jantung dan urat nadinya.
Avda segera menghamburkan diri ke beranda rumah, kala kelebat tubuh Rahas terlihat di pintu gerbang halaman rumahnya. Avda mengulurkan ke dua tangan, sedangkan Rahas hanya memperepat langkahnya sembari melempar senyum. Perjumpaan ini mirip dua orang “Knight dari Skandinavia” yang bertahun tidak berjumpa dalam kancah pperangan melawan Romawi.  Bagi Rehas selama empat tahun tidak pernah bisa jumpa dengan beberapa sokib kentalnya sejak SMP, memang membuatnya dia ngebet ingin jumpa hari ini, di tengah libur panjangnya. 
“Rehas, kita jumpa lagi, sehatkan ?” kalimat pertama Avda yang lepas berderai tawa memenuhi beranda rumahnya  yang hanya berlantai semen.
“Avda !, aku nggak sangka kamu mau datang !. Rasanya baru kemarin kita pisah !”
Mereka berdua merasakan kehangatan yang renyah, akrab tetapi fresh meski udara di luar terasa dingin akibat gerimis yang mengguyur awal Januari tahun ini. Rehas masih menampakan sebuah duka yang menyerpih di dinding kalbunya meski dia sudah meninggalkan kota lamanya empat tahun silam, sebuah duka tentang pertemuanya dengan Elga dan sebuah perpisahan yang menyakitkan.
“Bangkitlah Rehas !, mendung tidak selamanya membawa hujan !” sebuah advis sejuk datang dari Avda.
“Apa maksudmu ?”
“ Tidak selamnya apa yang kamu duga akan menjadi kenyataan “
“Aku masih belum tahu, cobalah kamu lebih detil saja “
“Ah...kamu kan udah mahasiswa tahun ini, masa nggak tahu sih Has !”
Avda meneguk bebarapa tegukan kopi hangat, sedangkan tak satupun makanan yang belum masuk ke rongga perut Rehas.  Avdapun tahu sebuah kegalauan kini menyelimuti hati sokib dekatnya itu yang datang dari Medan demi apoinmen mereka, atau demi Elga yang rencananya juga mau ngikut  bareng ngumpul.
“Has, kamu coba dong lebih dewasa sehingga bisa memberikan Elga sebuah alasan tentang empat tahun yang lalu. Dia juga sering nanyain kabar kamu kok ! “
“Emang itulah yang akan aku lakukan, moga-moga sore ini aku mampu menjadi The Braveman untuk sebuah penjelasan “. Sendu di wajah Rehas sudah mulai tertepiskan.
“Mengapa tidak kau lakukan di awal awal saja ?”
“Itupun aku menyesal, yah kita saat itukan masih remaja yang belum dewasa. Perpisahaku dengan Elga hanya menimbulkan emosi di hatiku. Aku benci bila melihat Elga. Namun kebencian itu lama-lama meluruh, meninggalkan kesan pada Elga dari sisi lain “ . Rehas kini mulai membasahi tenggorokanya dengan softdrink yang ada di depanya.
“Sisi yang mana ?”
“Ternyata dia lebih dewasa lagi sekarang, apalagi  setelah lulus SMA. Aku bisa menebaknya, dia jauh lebih dewasa dari umurnya. Betulkan kan , Avda ?”
“Betul Has !,sayang kita berpisah lama. Seandainya kamu masih gabung bareng denganku. Tentunya akan aku ceritakan semua tentang Elga “
“Kamu dekat dengan, Elga ?”  Rehat mulai mencoba menelisik tentang Elga.
“Kebetulan dia kuliah bareng aku, Sehingga dia hampir tiap hari ketemu aku “
“Mengapa kamu nggak crita sama aku ?”
“Orang kamu aja baru sms met tahun baru kemarin, gimana aku tahu posisi dan no hap kamu “
“Banyak yang pdkt sama dia, Avda ?”
puspa prasasti aji
“Dia menjadi bunga kampus, apalagi dengan sikapnya yang dewasa. Dia juga dinilai banyak teman-teman sebagai wanita flamboyan. Aku sarankan kamu pdkt lagi dengan kiat yang santun, halus selembut sutra !”.
Rehas hanya diam membisu.
***
Avda, meski bukan anak seorang gedongan, tapi memiliki karakter yang santun, halus, peduli dan ringan tangan menolong siapapun. Oleh karena itu banyak sekali sokib-sokibnya yang seneng berada di dekatnya, meski belum satupun cewek mahasiswi yang mampu menjadi penambat hatinya. Karena bagi Avda “cinta” bukan selembar hasrat yang harus ditautkan dalam wujud pacaran. Avda hanya mengenal cinta dalam wujud memberikan kebaikan dengan lainnya. Maka bila dia mengantar pulang Elga, Shanty,  Elvi dan seabreg cewek lainnya, dengan sepeda motor bututnya, itulah cinta menurutnya.
Maka kala dia memberikan selorohnya untuk mengumpulkan semua sokibnya di rumahnya yang sederhana,semua sokibnyapun menyambutnya. Mereka kin tidak membuhkan temu bareng di hotel berbintang, atau di pub, restoran dan lain sebagainya. Tetapi meski hanya rumah sederhana di batas kota mereka semua dengan ringan menyetujui kumpul bareng itu.
Rehas belum mampu melepas semua candanya pada semua teman-teman Avda yang sudah mulai gabung dengan duduk di atas tikar, sambil memusari hidangan pecel lele dan nasi hangat serta sambal yang pedas. Tidak ketinggalah daun kemangi dan irisan mentimun juga ikut menambah menu tahun baru yang sederhana.
“Avda !, kita bikin heboh aja kumpul bareng ini !” pinta Kayla.
“OK !, aku yang bawa gitar, siapa yang mau nyanyi !. Kayla please ?”
“Aku nggak bisa nyanyi,  aku bacakan puisi saja ya !, kebetulan aku bawa dari rumah,setuju !”
“Setujuuuuuu....!!!!!”
Semua kebisuan tadi kini menjadi cair, saat Kayla membacakan puisi karya dia sendiri :
Puisi Tentang Tahun Baru
Bukankah  aku  telah  simak
dengan seluruh nadi  darahku
agar  tetap mengalirkan  semua  yang  kau  pinta
lantaran  telah  hilang  lakon hidup

episoda  demi  episoda
kini  haripun bertabuh  genderang tahun  baru
biarlah  aku  hadirkan  lagi
bahasa  tubuhku  yang  lama  terbang
merengkuh  awan
biarkan  pula  langit  memberikan  senyumnya
asalkan  kita  sewarna  merah,  biru  dan  jingganya
tahun baru.

Saat  ini  tak  mau  aku  menanti  datangnya  mentari
 Lantaran telah aku basuh wajah dengan  senyum  bidadariku
 Yang telah memberikan  aku  secawa  air  pelepas  dahaga
 Biarlah  semua  tergambar jelas 
 
Akan aku   dapatkan  lagi
 Biru langit  bertepi   ormanen  warna  jingga
 Sementara  engkaupun masih menawarkan  lagi
 Sebilah hatimu  yang  telah  meranum  bahagia
  
Kayla, 4 Januari 2012.
 Rehas dan Elga tak sengaja saling bertatap mata, Rehas mengawali dengan seberkas senyum gantengnya. Elgapun mambalasnya dengan sebuah bisik hati , “Rehas bila biru rindumu memberkas katakan saja, akan aku terima dengan kedua tanganku “
Rumah Avda yang berdinding setengah papan itu menjadi saksi pertemuan mereka berdua***


Sabtu, 24 Desember 2011

Selamat Pagi Mama


hamdi beffananda aji
PUISI ANAK


Mama, biarkan aku bercerita.....
Sambil melahap singkong rebus yang mama berikan
Di awal pagi bergerimis
Setelah semalam aku becanda
dengan teman-temanku
melalui facebooku
Aku ceria, hingga tak terasa malam
semakin larut.

Mereka semua mengucapkan
Selamat tahun baru
Padahal di sawah ladang bapak
Tidak mengenal tahun baru
Singkong, padi dan palawija miik Bapak
Terus tumbuh sepanjang waktu

Aku ucapkan saja
Semoga kita sehat
(Desember, 25 Desember 2011).
  
Mimpiku

Bapak membelikanku mobil sport merah jambu
Mampu menderu di jalan-jalan Kota Semarang
Aku tertawa sepanjang hari
Mama tidak menyuruhku pergi ke ladang
Aku meneguk es kelapa muda di rumah makan
besar,  di etalase kaca dipampang sejuta menu makanan
Tapi, tidak ada menu daun singkong dan sambal kacang

Tapi aku tetap tertawa
Mama disampingku mengelus pipiku
“Anaku sayang !, bangunlah hari sudah siang, pergilah
ke  sawah membantu Bapak !”
(Desember, 25 Desember 2011).

Selasa, 20 Desember 2011

Agatha, Something Wrong ?


PUSPA PRASASTI AJI
Hari ini  Agata merasakan  hari terpanjangnya, karena hari ini adalah saat- saat terakhir sekolah di semester gasal tahun ini. Sebentar-sebentar Agata menjumpai sokib sokibnya yang mengusung wajah berawan gelap, gelisah dan memburu matahari agar segera terbenam di balik tabir cakrawala. Hari ini adalah hari  terakhir mereka ke sekolah, panjangnya liburan akhir tahun hingga awal tahun 2012  sudah menyelinap dalam dalam ke angan mereka.

Bermandi cahaya kembang api di Pantai Parang Tritis, Jogja atau berkemah dan kegiatan out-bond di Pantai Pangandaran, atau happy ending year di hotel berbintang bersama entertainer papan atas serta acara seremonial lainya menggayuti  angan sokib sokib Agatha. Namun cewek centil mirip Ayu Ting Ting sama sekali belum melintas sama sekali di benaknya untuk merencanakan pesta tahun baru ini.


Pernah sekali Bram mengajaknya ke Malioboro untuk gabung dengan bule –bule wisman seantero jagad dan paginya ke Prambanan untuk nonton OVJ Happy New Year, namun dengan halus dan lembut ajakan Bram ditolaknya. Agatha lebih senang bila malam tahun baru berllu begitu saja seperti malam malam lainya. Toh rembulan dan bintang tak akan berbeda dandananya di malam tahun baru dengan malam malam lainnya. Malam ini aku melihat rembulan dengan raut muka yang “putih bersih”  di lingkari kerikil- kerikil besinar gemerlap, adalah keindahan alami yang tiada mengenal waktu. Hanya manusia-manusia yang lebay saja yang membedakan arti sebuah malam.


Bagi Agatha hanya tahu malam berbintang terang, malam gelap berselimut awan hitam atau malam tak mengusung wajah bulan.


“He..Agatha,  malam tahun baru hanya tinggal satu minggu lagi. Ayo dong kita bareng buat acara, terserah kamu saja kita ke mana ?”. Pinta Marcella.


“Aku  staying home  saja, Ell !”

“Kamu nggak setia sama kita-kita. Aku dan semua sokibmu pengin enjoy bareng sama kamu “

“Aduh gimana ya Ell, aku malah senang enjoy di rumah sama mama papa dan adik-adiku. Itu kebiasaanku tiap tahun baru. Ngapain aku repot-repot ?”.


“Kamu kok aneh hari ini, Agatha !”. Bibir Marcella sengaja dicibirkan, suatu isyarat protes terhadap sokib gaulnya itu.


“Apanya yang aneh !,memang tiap malam tahun baru aku selalu di rumah kumpul bareng sama keluarga “.

“Agatha !”


“He..eh, ada apa Ver !”


“Serius dong ! “


“Ini masalahnya bukan serius dan nggak, Ver !, tapi  hanya masalah selera saja !. Coba dong kamu rasakan kumpul sama keluarga tiap malam tahun baru, tiap malam pergantian tahun “


“Sok tahu kamu, Agatha !, ya udahlah kalau kamu nggak mau gabung kita-kita gak pa pa. Cuma kamu pasti

AGATHA
nyesel Agatha !” . Rosma sebenarnya kecewa, karena acara malam tahun baru yang bakal digelar minggu depan tidak menyertakan sokibnya yang paling kental.


“Nyesel kenapa ?”


“Kamu kan pernah kenalan cowok dari Fakultas Tehnik itu, kan ?”


“Yang mana ?”


“Ah nenek pikun !, yang kenal sama kamu waktu les musik di Gabriel Music, ingat kan !. Jadi naksir nggak ?” Rosma mencoba merayu Agatha.


“Aku nggak perduli, Rosma. Sebenarnya sih aku pengin lebih dekat lagi dengan Si Ganteng itu. Tapi lain waktu saja “


Rosma menjadi tambah heran dengan sikap Agatha yang tumben tidak merespon kiatnya untuk meluluhkan hati sokibnya itu. Biasanya cewek gaul ini ngebet bukan main kalau puya hasrat deket dengan cowok yang gantengnya seperti di Cover Boy Majalah Play Boy, “Ada apa dengan Agatha ?”, pertanyaan itu terus menyelimuti  anganya.


“Agatha !”


“Idiiih,apa lagi Ros ?”


“Si Ganteng itu rencanaya sih mau bawa mobil sendiri dan gabung dengan kita “


“Darimana kamu tahu ?”


“Ya dari Marcella lah!, coba kamu tanya sendiri sama dia !” Rosma mendorong tubuh Marcella ke arah Agatha.


“Ella kamu nggak usah lah cerita tentang si Ganteng itu. Karena acara ini punya kamu kamu, silakan saja kamu bisa dekat dengan dia. Kalau dia ngebet pengen kenal sama aku, datang saja di acara malam tahun baru di rumahku. Sekalian dia bisa gabung dengan mama, papa, om, tante dan adik-adiku !”


“Agatha !,minta ampun !. Kamu kok susah banget di ajak kompromi !  Something Wrong  with you ?” Vera menjadi uring-uringan menyaksikan sesuatu yang lain pada diri Agatha.


“Kamu sekarang kaya cewek udik, Agatha !”. Marcella mulai merah padam wajahnya.

“Memang kamu kadang-kadang suka kaya gitu sih “  seru Vera.


puspa prasasti aji
“Eh, sahabat-sahabatku !,  enjoy untuk seseorang, meski kita masih abg tidak  selalu sama. Aku merasakan enjoy tiap malam tahun baru bersama seluruh keluargaku, mama, papa, om, tante dan adik-adiku semua. Memang itulah simpatiknya papaku, dia piawai membuat acara tahun baru bersama keluarganya. Meski undangan dari teman bisnisnya banyak, tapi papa selalu menolaknya, aku sangat rindu dengan acara-acara seperti itu di tengah keluargaku, inilah yang disebut keharmonisan keluarga yang nilainya jauh lebih tinggi ketimbang nongkrong-nongkrong. Cobalah kamu semua rancang acara tahun baru seperti keluargaku, pasti lebih  menyentuh. OK teman sorry ya, aku pulang dulu, daaaah !!!!”


Rosma, Vera dan Marcella hanya bengong mendengarkan Si Cantik Agatha menguntai kata. Namun dalam hati mereka semua timbul  rasa heran, tumben cewek gaul yang kolokan itu pandai berfilsafat seperti seorang motivator. Ada apa dengan Agatha, something wrong?.***


Senin, 19 Desember 2011

Saksi Sang Waktu


Aku menjadi saksi sang jaman,
Dalam tikaman sang waktu aku menyusun daun pandan
Kala matahari bersorot ceria, atau
rembulan yang mengusung sendu
aku tetap pada birama yang bercorak biru

Aku tak pernah menarik surut benang kodrat
Biar apa saja ku terjang
Meski bukit yang hanya mampu kupandang
Lebih berwajah Raksasa berkuku tajam
Akupun telah tersobek dada dalam luka nyeri

Jangan kau menundukan wajah, kasihku....
 Tataplah semua pagar warna warni dalam Bougenvil
Yang kita dirikan dengan rumbai ilalang
puspa prasasti aji
Mataharipun menghardiku
Batas langit menelanjangi aku.
Hingga tak ada sepotong katapun aku lemparkan

Biar saja aku tak berdaya
Dikerumuni prosa belukar berwajah bisu
Menuai hidup dengan setengah baju bertelanjang dada
Aku sampaikan pilu dalam tatap sendu
Mereka terdiam,

Malam selimutiah aku
Dalam wajah sejuk  (Semarang, 20 Desember 2011).

Dua Buah Premen


PUISI ANAK

Satu buah premen aku kantongi
Lainnya aku berikan, pada teman sebangkuku
Dia bercerita,  belum sarapan pagi tadi
Sepiring nasi hanya untuk bapaknya
Yang sakit tak  sembuh sembuh

Aku berkata “kasihan bapaknya”
Dia mengusap air matanya
Dia sering dipanggil bu guru
Karema belum membayar SPP.

Aku berjanji padanya,
Esok akan kubawakan sekerat roti
Dia hanya tersenyum

Desember, 2011

Minggu, 18 Desember 2011

Malam Minggu Miliku

Malam minggu ini, aku tersudut di kamar....
Dari celah-celah waktu  yang terbang tak menentu
aku meminjam mega, untuk menggambar wajahmu,
bersudut bunga ranum, terselip pada tiap nyanyi hatimu
maka berilah aku senyum,
meski hanya sebuah lembayung senja

Di malam minggu ini, aku menghela nafas
Dari dadaku yang tersengal, merindu kabar burung,
yang menusukan pandangnya dari balik awan
tentang kamu,
tentang mozaik hati antara kita
yang tak kentara, kau torehkan dalam benakmu

Aku bertanam sekuntum asa, dalam bunga
sekar kusuma adji
yang merona secerah pelangi. Engkau menghempaskan
sehingga langit biru bertepi jelaga,
aku menjaring nyanyian parau dari
daun-daun palma yang mencibirku

Di malam minggu ini, hanya kutemui sisi hati
yang entah dimana aku meletakanya,
atau yang kau pilih harus sebuah kamar berkelambu
jingga, tempat sang pangeran membasuh kaki
dengan kembang setaman
menuju kereta kencana malam,
tanpa ragu mengarungi pekatnya malam.

Di malam minggu ini aku pilih tepi malam
Untuk ku ajak saling menyodorkan seloroh
Tentang hati yang tak bertaut   pada sebuah makna
 tanpa sayap yang mengantarku...membuka jendela langit
hingga mampu aku mensunggu pagi

Di malam minggu ini, akan kuakhiri
Menepiskan kehadiranmu, walau untuk membasuhkan
air embun...untuk sebuah guratan hati
berisi   sebuah perjalanan.... (Semarang, 17 Desember 2011).

Pelacur dan Kunang Kunang

Di malam minggu
Pelacur tua merebahkan sebagian punggungnya
pada rumput meranggas, berteman belalang
di tengan padang hitam
Pelacur muda menghitung hari,karena dialah
yang memiliki hari.

anang indrianto
Pelacur tua hanya mampu meminjam rembulan
Seribu kunang-kunang bergemerlap menghipnotis
liuk tubuh pelacur  muda.
Pelacur tua mulai mengimpikan istana di baik
cakrawala, berpagar bunga melati

pelacur muda merenda sutra
untuk tepian gaunnya
agar malam menerbangkannya.....  ( Semarang, 18 De2011).

Aku Tak Mau

Biarlah aku berlari....
Sekencang mungkin
Walau harus ke batas bumi
Biarlah aku....
Tak mau menghirup
Air dahaga yang kau minta
Biarlah aku.... ( Semarang, 18 De2011).

Isabella

Kau putri dari negeri seribu raja
Bergaun lukisan wajah alam
Saat bulan bermanja melempar cahaya bintang
Kaupun datang meminang cumbu rayuku
Di atas kereta raja,
Kita saling berhias kuning mentari
Kau tersenyum,
Akupun terbangun dari mimpi ..... ( Semarang, 18 De2011).

Kamis, 15 Desember 2011

Selamat Jalan Kasihku


Sepi.....
Kau membuang sauh
Riak gelombang
Di belakang, berkeluh
Sedangkan metamorfosis hidup
Adalah nyanyi jiwa

Api.....
Menyirat makna
Membara di dada
Seikat kembang kertas
Memperdaya,
Bukit di belakang tebing
Telah bersyahwat dengan langit

Di depan kita
Jalan berkelit
Berhias jurang menyeringai
Senyum garang
Pada kelopak Kembang Turi
Berkait dengan kerikil

Kita ada di balik
Tirai semu
Merenda fatamorgana
Kau menata halaman rumah
Akupun merajut keranjang bambu

Kau menatap jauh benua
Di balik laut biru
Aku menyemai ketela rambat
Berakar benang sutra
Hingga merengkuh
Bumi, kau lebih suka...
Memburu, bintang bercumbu
dengan bilah rindumu

(Semarang, 15 Desember 2011)

Rabu, 14 Desember 2011

Melati dari Negeri Kaca


Bila engkau mampu seputih buih di laut,
tiada pernah membawa kebohongan hingga ke tepian
merentang sayap dan kelopakmu
hingga kau letakan, tangkai yang menyedu riak dan gelombang
agar menjadi ikatan mawar sehalus sutra.

Melati, tak kan lagi kau berseloroh dengan camar
Yang bergincu ‘nyanyian parau” dari tajamnya kerikil hidup
Benahilah wajah pagi semurni sudut jantungmu
Tajamkan sang waktu, hingga kau jinjng
bekal untuk tidur pulasmu,
Ketika rembulan malam mencibir dengan dandanan
eksotis hidup

meski hanya sebuah rumah bambu
namun mampu kau bersandar pada hijau huma
tempat seblah hidup menawanmu dengan cemerlang
seputih mahkotamu
(Semarang, 14 Desember 2011)

Selasa, 13 Desember 2011

Hanya Sebuah Biduk


gita sekar aji
Ke mana arah benua ?
hanya layar yang kokoh
sanggup menunjukan dengan seloroh angin laut.
Biduk kecil hanya menelan ludah,
bersama ‘ilalang rapuh” 

Pernahkah kita dahulu menakar batas langit
dengan nafas kita sendiri, bukan hanya elang yang mengerling
namun kawanan pasatpun semakin kokoh menjerat.
Jangan berpaling, biar sang pipit yang memunguti buku harian kita.
Sementara ajaklah semua cemara yang menjulang untuk  menuai
angan, yang  membisikan sayatan pilu.

Kita bergegas menyongsong atmosfer berperdu merdu,
dalam rindu ...menghela nafas di bilik bambu rumah kita.
Berhalaman Anyelir dan Kenanga, namun ilalangpun mengurai senyum.

Kita adalah nafas-nafas kecil......
Dengan guratan otot   yang sarat dengan peluh. Masihkah hadir hari -hari
yang  membawakan sajian sarapan ubi dan sekerat daging,
puspa prasasti aji
yang mampu   menawan kita dalam prosa cita rasa
Milik kita yang menyelinap di tepi waktu
Kita telah  terlanjur membuka jendela,
Di tengah sang waktu yang berwajah garang dan bertaring tajam

Rebahkan punggung kita,  pada dinding  beluntas
Agar nafas tak hanya tersimpan di dada,tapi mengalun
dan menjaring perputaran bumi, sang nyanyian burungpun termenung lesu.
Karena belum ada angin sejuk membawa berita,
Kemana cakrawala yang masih  berselingkuh dengan galau.
Saat kita telah bediri tegak,
Namun  sepi.....

(Semarang, 13 Desember 2012).