Minggu, 27 Mei 2012

Kutunggu Seikat Senyumu


Biarkan tebing terjal menghimpitku…..lautan memisahkanku ..atau kawanan elang mencabik isi jantungku, aku harus tetap menjadi Ody yang braveman, aku tidak mau menjadi pengecut “ teriakan hati Ody, meski hanya dia yang mendengarkan, tapi  terus saja bilik jantungnya yang lebay bergayut di dirinya. Entah sampai kapan dia terus menyeruakan maksud hatinya,  untuk meluluhkan hati Rin, dia sendiri tidak tahu. Dia hanya mampu mengingatnya saat dia mulai sekelas dengan Rin Mahardika “The Silent Girl” dua tahun silam.

Kini usai sudah Ody belajar di bangku sekolah menengah, setelah papanya membuka amplop hasil pengumuman dari wali kelasnya, dan terbaca jelas  kata LULUS di pengumman itu. Papa Ody hanya tersenyum puas, Nampak dengan jelas tidak ada kegembiraan yang berlebihan di raut wajahnya. Demikian pula Ody, yang terbesit dalam relung hatinya, akan sebuah perjalanan panjang yang baru saja dia mulai.Maka Ody tidak mudah berbuat seperti anak ingusan, konyol mencoret coret baju seragamya.

Haya kedua sorot mata Ody, yang menyapu setiap penjuru sekolah untuk menelisik wajah manis yag terkadang hanya dihiasi senyum tipis, atau kala dia mengibas rambutnya yang terurai sebatas bahunya. Kadang pula kedua mata bolanya yang bereksotis di balik kaca matanya, membuat Ody terus saja tidak mau membuang sorot matanya pada The Silent Girl yang sedari pagi terus saja bergayut di lengan mamanya,
***
“Sudah ya Ody !, papa harus ke kantor, nanti sore biar mamamu membuatkan makanan untuk pesta kecil kecilan di rumah. Jangan lupa !, cepat pulang dan nggak usah ikut ikutan turun ke jalan !” pinta papa Ody. Anak ke empat dari Andre Hudoyo itupun hanya menganggukan kepala. Ody bergegas mmburu waktu untuk kumpul bareng dengan sokib sokibnya, yang sebagian besar lulus UN tahun ini. Peluk manja dan derai tawa terdengar di sana sini.

Sorot matanya kini beradu dengan salah satu sudut sekolahnya, yang riuh lantaran banyak sokib sokibnya yang melepas tawa lepas dan bebas, dan ditengah kerumunan itu “The Silent Girl hanya melempar senyum tipisnya pada cowok cowok yang mengurungnya. Ody seketika itupun dengan sigap mencoba laru dengan semua sokib sokibnya, sementara dia terus meloading detak jantungnya, “Mengapa the  silent girl hanya memberikan senyum tipisnya, padahal dia telah lulus. Kapan aku mampu membuat dia bisa terawa lepas. Karena tawa lepas  Rin belum pernah aku jupai sejak aku kenal dia di  kelas XI “.

“Mengapa, kau penasaran dengan senyum lepas cewek itu ?. Itu kan nggak prinsip….” protes sisi jantung Ody. Sisi jantung Ody yang lainpun berusaha membela Ody, “Ah, kamu nggak tau sih, aku ingin sesekali meliha dia tersenyum lepas saat di depanku. Apalagi anak manja itu benar benar nggak pernah nyambung kalau aku ajak bicara !”

“Itu memang bawaan dia sejak kecil, bro !. Maka dia jarang bisa senyum lepas dengan semua orang, apalagi dengan kamu, Ody !”.

Kedua sisi jantung Ody sat inipun terus megedepankan egonya masing masing, maka kini Ody hanya mampu mendengarkan celoteh celoteh yang saling bertentangan ,  maka diapun kini hanya mampu berdiri terpaku di kerumunan sokib sokibnya, yang mirip kumbang sedang memasang belalainya untuk segea menjaring perhatian dari  Si Cantik  The Silent Girl yang ada di pusat kerumunan itu.

Silent Girl, begitu acuhnya melihat kedatangan cowok ganteng itu,sama sekali dia tidak terusik dengan memberi tegur sapa, atau “saying hallo”, pada Ody yang juga berhasrat memasang jeratnya. Sama sekali tidak loading yang berate bagi silent girl itu terhadap Ody.

“Bro, ayo dong jangan seperti kakek pikun, kemana rencana kamu setelah pengumuman ini ?” pekik Albert dengan menarik bahu Ody, agar lebih dekat lagi Ody mampu berbagi rencana remaja remaja gaul yang sedang menebar jeratnya pada The Silent Girl, yang kini mulai memberikan senyum yang lebih cerah ketimbang pagi tadi.
“Mengapa dia mulai mau mengusung senyuman cerahnya, ah silent girl itu mulai merespon Albert, ah apa sih Albert itu ?, cobalah aku lebih binal lagi memasang jeratku, aku harus punya rencana yang lebih eksotis lagi, agar Rin betul betul tertarik dengan rencanaku. OK Rin, kau harus berubah menjadi cewek yang lepas tertawa hanya pada aku !!!”. Ody tambah menjadi binal menuruti kata hatinya itu.

“OK , friend !, aku sudah lama pengin nongkrong dan berkemah di hutan yang masih perawan dan nyaman. Kita naik ke Gunung Slamet, tetapi di punggungnya kita berkemah. Setelah itu kita enjoy di Baturaden, Jogja dan coming home ! OK ?”

“Nora Kamu Od !, itukan enjoynya anak udik !. Cari dong petualangan lainnya yang lebih syuuuuur !” seru Bram.

“Bro, tiap hari kita hanya melihat hutan beton, asap mikrolet, aspal yang berlobang. Sekali sekali kita menyatu dengan hutan asli di penggung Gunung Slamet, eh Bro di hutan itu nanti akan kita temui banyak mata air, jadi jangan takut. Kebetulan aku punya tenda parasit untuk 8 pendaki cukup, kita akan mendengarkan kicauan  burung burung yang lepas bebas !” Ody begitu meyakinkan, karena pengalaman di sebagai Organisator Out Bond di grup pencinta alam sekitarnya.

“Ody !, kalau cewek bisa ngikut nggak ?”

“ Kenapa takut, hutan Gunung Slamet sudah nggak ada lagi hewan ganas, asal Rin mau mandi di sendang !, kenapa tidak !. Lagian  kita bisa turun ke Baturaden bila kita butuh suplay bekal. Ngikut aja Rin !” pinta Ody.

Rin Mahardika “The Silent Girl” mulai menengadahkan wajahnya yang lembut dengan mata lugu pada cowok ganteng yang renyah itu, diapun mulai mengusung senyum lebar pada Ody.Loading hati Rin mulai menampakan sedikit sentuhan pada ajakan Ody. Lepas bebasnya senyum sang ratu di tengah kicauan burung hutan Gunung Slamet tentunya akan memiliki nuansa tersendiri. Apalagi sejuknya angin dingin Gunung Slamet di pagi hari akan ikut merias wajah Rin.

“Udah Rin !, pastikan kamu ikut ke Gunung Slamet. Kita coba nanti ajak Stefani, Wulan dan Bunga. Atau kita ajak sokib-sokib satu kelas yang butuh enjoying. Gimana Ody !” desak Albert.

Ody bertambah berselera untuk segera mewujudkan petualangan di Gunung Slamet. Saat menyaksikan Rin menganggukan kepala untuk berkencang dengan Punggung Gunung Slamet. Sekali lagi senyuman halus diusung Rin kepada teman temanya dan sekali lagi hati Odypun berdesir kuat. Meski dia belum tahu pastinya, apakah senyum Rin hanya untuk dia atau kepada cowok ganteng lainya yang bareng ngumpul saat itu.

“Oh Surely,  kita nanti bisa menyewa tenda di bumi perkemahan Baturaden. OK friend sebaiknya kita rapatkan saja rencana kita besok di sekolah. Sekalian kita minta ijin sekolah”

Kampus sekolah itu kembali sepi. Sejuta rasa penasaran masih tumbuh di hari Ody***

Tuhan Tolonglah Aku


berilah aku seberkas sinar, Tuhanku…
agar lebih kentara perjalanan hati memunguti
sisa jarum detik. Agar riuh di gugusan awan
menjadi terbinasa, diam membisu.
dalam dengus nafasku satu per satu
Kau ikut serta, membimbing arah biduk

aku terkoyak di tengah garis bujur
jauh dari pantai, seloroh buih buih putih
melambungkanku mencumbu awan hitam
hingga telah habis peluhku, berteman kesah

dalam batas kamar bertirai putih
aku ulurkan satu rajutan, agar Kau terima
dan mengisi seluruh denyut nadiku
akau tak akan bimbang lagi
hingga tebing dan lembah aku jangkau
dengan wajahku yang terlindingi air suciMu.

Tuhanku, aku dalam lorong yang sunyi
dalam bara api yang tak menyisakan apa apa
hanya hati berdegup keras…
janganlah kau menjauh, Tuhanku !


telah penat tubuh ini meremda hari
melambung bersama angin perguliran musim
aku buka istana di balik cakrawala
bersama kekasihku,bagian jiwaku
 jangan kau tinggalkan aku, Tuhanku!....(Semarang, 27 Mei  12)


Melati
aku kabarkan pada guguran daun kering
pada hijau rumput, lengkingan suara ombak, kutilang
di pagi hari.
bersama melatiku aku bertanam nasib
meruntuhkan ragu dan mengencangkan lengan
sang melati tiada pernah menggugurkan
kering hasrat, meski kemarau menerkamnya
Tuhan, jagalah melatiku....(Semarang, 27 Mei  12)

Selasa, 22 Mei 2012

Drupadi dan Arjunamu

aku hanyalah hari miliku sendiri
tak perlu kau mengumpat, melentingkan
debu debu binal dari kawanan awan hitam…
di langit kota  bereksotis Huzaren Sla,  Holland Kroket Bitter Ballen
bagai noni Netherland di balik jendela kaca kereta biru malam,
kau usung senyum dalam gelas berornamen negeri kaca

aku patahkan sayapku sendiri,
yang koyak  terhipnotis sendu, deru dan debu.
kala kutawarkan rindu untukmu Drupadiku
angin padangpun mencuri catatan harianku
bintang gemintang merebah dalam keranjang merah jingga
di kotaku yang teriris malam pekat,

akupun melangkah surut saat kau sebut Arjuna
sang maestro warna warni bermanik metropolis
aku terhuyung dalam kembang wewangi
yang dirajut suara alam dari tebing tebing tajam
cakrawala, tempat Hyang Ismoyo merebah

rajutlah nyanyian hatimu Drupadiku, untuk Jonggring Saloko
kau akan bermandi air telaga harum
aku hanya tersudut dalam gubug bambu
untuk merapikan kebon sayur dan batang padi
angin musim yang kau tiupkan
takan leluasa menerbangkan sari
karena kau milik Kedaton Indraprhasta

(Semarang, 22 Mei 2012)


Sabtu, 14 April 2012

bila kau sebut rindu


aku ditengah riuh manja bocah berlarian  di tengah padang
pesolek alam dengan bibir gincu menyengat tak aku pedulikan
lengkingan lugu angin yang melesat dari buluh jerami,
di tiup  mulut mungil bocah desa bertelanjang dada
memenuhi empat penjuru padang berbatas cakrawala,
aku berkata rindu, engkau menyelinap  dalam wajah suka
angin padang bereksotis seperti diriku dalam lekuk tubuhmu

kita berdua berburu hari
hingga batas matahri tak menerkam legam kulitku.
aku mengayunkan lengan menyisir  keberuntungan
menjaring debu dan deru jalanan, hingga kering peluh
yang mengsyahwati asa, berselingkuh dengan pipit dan kenari
hingga pagi, kita dalam rindu

 (Semarang, 15 April 21)

Kamis, 05 April 2012

Ilalang di Tengah Awang Awang

tanti ayu
tatkala semua sisi  Jonggring Saloka
meggemparkan dengan tautan warna hari,
senandung lirih menyertai dalam rajutan  Negeri Kahyangan
angin angin yang jeli menyeruak dari  Sekar Kedaton
dalam taman, semua tak berkata dusta
aku terpojok dalam sudut hati
hingga aku melepas ikatan dalam benak  syak wasangka
tak kusadari aku terbaring
di tengah kelambu langit penuh benang kasih
hingga aku sepeti  sang penghuni Indraphrasta

luluh lantak yang terberai dalam cakrawala semu
aku punguti kembali,
aku semaikan dalam kelopak Edelweis,  namun tak kunjung mengering
menjulang dalam tatapan langit
sempat aku baca guratan yang berlalu
aku benamkan dalam lazuardi di balik dada

satu hari melaju…..
bermetamorfosis dalam peredaran bulan dan matahari
sehingga tak terasa satu dua bukit terlampaui
satu dua pulau, telah  akrab dengan pelanginya sendiri
akupun terjebak dalam canda terpingit hari
apalagi bila kembang warna warni turut berprosa
dalam bait yang runtut, namun hening dalam damai

satu hari terkapar
wajah hari lainnya mensemilirkan angin musim
satu hari meradang nanar dalam sorot mata binal
hari lainya menyodorkan Puncak Mahameru
dalam adonan Asmarandhana
hingga aku terpelanting dalam kicau pipit
kutilang, nuri dan burung penjaga pagi
kita di sebersit warna pelangi yang meluruh
karena putaran roda pedati yang rakus tak henti
aku mengusap peluh, engkau mengatur nafas
kita masih tetap dalam waktu

(Semarang, 6 April 2012)





Rabu, 04 April 2012

Kulihat Bulan di Pangkuanmu

tanti ayu
(sajak untuk anaku)

kali ini kau menyeringai, bermesra tentang hari
saat kau menyudahi, lepasnya sendi tulang belulangku
aku terkapar, dalam batas tak dapat kusentuh
tentang bulan yang menyelinap di hausku
aku semai di tengah sawah ladang kagumku

aku balut dalam memori otaku
dalam bilah pita biru jingga
kau coba menyusun hari, akupun tak mengerti
betapa jauh hari yang kau tempuh
batas pandang dalam noktah di cakrawala

aku pinta kau bangkit
di atas telapak kedua kakimu
biar kau saja yang merenda harimu dengan
benang emas namun sekuat baja
sekokoh Mount Everest
selembut putih salju, dalam bahasa yang kau isaratkan
pada terang rembulan, pada padang belantara
akupun hanya mampu berhias senyum

inilah hari,
saat kau menapak sepanjang pematang sawah
saat ibumu hanya memucat wajahnya
lantaran kau gapai hari hanya dengan kepalan tangan
dan besarnya nyali, teruslah kau kembangkan layar
agar satu dua pulau bertanam sayur
menyongsong pagi penuh aroma tawa canda
jangan kau punguti lagi jarum waktu
yang tajam emutus urat nadimu

aku masih dalam dahaga

(Semarang, 4 April 2012).


Senin, 26 Maret 2012

Bandungan dan Sebuah Hasrat

tanti ayu
di Bandungan  aku menyisir hati
engkau menjinjing hari,
kau sapu awan
dalam serpihan..putih bersih
kau titipkan
nyanyian hati pada
pagar bukit…hanya diam


setelah pesat angin berlalu
kau dalam sejuk
kepak sayap pipit
menggenapi gambaran jauh
di sisi  jantungku….


kita dalam tepi
balutan embun menggurati wajah
ayumu bersolek mawar dan rembulan
aku punguti…setian sudut senyumu
kau menawan
hingga tinggal bait indah menyudutkanku
di bilik roman pemuda desa
bersabung padi dan perguliran musim


lalang kunang kunang
cukup sudah untuk
menengok peraduan kita
bersandar sawah ladang
beranyam angin bukit dan warna
pelangi di episode senja
menjadi cemin hatimu




bukankah telah kau urai
kembang pengantin tujuh warna
di atas nampan kayu jati
kala tertuang di prosa hati
kala di Bandungan
kau sejukan rambutmu
dengan aku yang tertegun

(Semarang, 26 Maret 2012)