hanya
bentangan kuning padi berseri,
terbawa liarnya
angin memburu seribu makna
kadang menengadahkan
bulirnya ke mentari
berkuning rapat
rambut sutra
atau
meliukan rindu ke biru gunung menawan
menata
kembali nafas yang terpagut merona tepi jaman
entahlah
hanya tangkainya yang menggenggam makna
dari
dahinya yang berkerut
dan rongga
matanya yang dalam membisu.
atau……….
biarkan
saja awan jingga dalam angkuhnya
menerpakan
sisi cakrawala barat
tempat
merpati meluruskan sayap
aku
terselip di dalamnya ikut menggetarkan
makna –
makna yang meluruh di gerimis senja
aku
kencangkan genggam jemari
yang
tergolek lesu kalau seribu cermin ego menghimpitku
aku
kabarkan dalam seloroh prosa pujangga
namun hanya
bait yang menunggu merekahnya mawar jingga
beruntai
gerigi tajam menghanyutkan sisi sendiku
aku kembali dalam canda manja alam
atau kepak
kenari yang melambungkanku
menuju
batas pandang yang samar
aku tak
tahu….
sempat pula
sang camar
membenah
pantai dari rerimbunan durjana
yang
menghitami, jantungnya
namun tanpa
mata nanar dan syak wasangka
sang
camarpun hinggap di biru langit
dengan
wajah menunduk, memunguti bentangan
harap
aku dalam
sepi….
masih ada sisa
bait, yang terpendam pada
dalamnya
kalbu, hanya makna yang aku sendiri
lelah
menjinjing di balik wajah yang mencibirkan kelu
mari kita
kembali untuk mengetam padi
meluruskan
pematang sawah kita
agar kuning
padi menyeringai dalam seloroh mentari
hingga belalang
melipatkan sayapnya
kita dalam
damai
agar tiada
lagi sepi….sebuah gambar alam
(Semarang,
8 Pebruari 2012)