Selasa, 20 Desember 2011

Agatha, Something Wrong ?


PUSPA PRASASTI AJI
Hari ini  Agata merasakan  hari terpanjangnya, karena hari ini adalah saat- saat terakhir sekolah di semester gasal tahun ini. Sebentar-sebentar Agata menjumpai sokib sokibnya yang mengusung wajah berawan gelap, gelisah dan memburu matahari agar segera terbenam di balik tabir cakrawala. Hari ini adalah hari  terakhir mereka ke sekolah, panjangnya liburan akhir tahun hingga awal tahun 2012  sudah menyelinap dalam dalam ke angan mereka.

Bermandi cahaya kembang api di Pantai Parang Tritis, Jogja atau berkemah dan kegiatan out-bond di Pantai Pangandaran, atau happy ending year di hotel berbintang bersama entertainer papan atas serta acara seremonial lainya menggayuti  angan sokib sokib Agatha. Namun cewek centil mirip Ayu Ting Ting sama sekali belum melintas sama sekali di benaknya untuk merencanakan pesta tahun baru ini.


Pernah sekali Bram mengajaknya ke Malioboro untuk gabung dengan bule –bule wisman seantero jagad dan paginya ke Prambanan untuk nonton OVJ Happy New Year, namun dengan halus dan lembut ajakan Bram ditolaknya. Agatha lebih senang bila malam tahun baru berllu begitu saja seperti malam malam lainya. Toh rembulan dan bintang tak akan berbeda dandananya di malam tahun baru dengan malam malam lainnya. Malam ini aku melihat rembulan dengan raut muka yang “putih bersih”  di lingkari kerikil- kerikil besinar gemerlap, adalah keindahan alami yang tiada mengenal waktu. Hanya manusia-manusia yang lebay saja yang membedakan arti sebuah malam.


Bagi Agatha hanya tahu malam berbintang terang, malam gelap berselimut awan hitam atau malam tak mengusung wajah bulan.


“He..Agatha,  malam tahun baru hanya tinggal satu minggu lagi. Ayo dong kita bareng buat acara, terserah kamu saja kita ke mana ?”. Pinta Marcella.


“Aku  staying home  saja, Ell !”

“Kamu nggak setia sama kita-kita. Aku dan semua sokibmu pengin enjoy bareng sama kamu “

“Aduh gimana ya Ell, aku malah senang enjoy di rumah sama mama papa dan adik-adiku. Itu kebiasaanku tiap tahun baru. Ngapain aku repot-repot ?”.


“Kamu kok aneh hari ini, Agatha !”. Bibir Marcella sengaja dicibirkan, suatu isyarat protes terhadap sokib gaulnya itu.


“Apanya yang aneh !,memang tiap malam tahun baru aku selalu di rumah kumpul bareng sama keluarga “.

“Agatha !”


“He..eh, ada apa Ver !”


“Serius dong ! “


“Ini masalahnya bukan serius dan nggak, Ver !, tapi  hanya masalah selera saja !. Coba dong kamu rasakan kumpul sama keluarga tiap malam tahun baru, tiap malam pergantian tahun “


“Sok tahu kamu, Agatha !, ya udahlah kalau kamu nggak mau gabung kita-kita gak pa pa. Cuma kamu pasti

AGATHA
nyesel Agatha !” . Rosma sebenarnya kecewa, karena acara malam tahun baru yang bakal digelar minggu depan tidak menyertakan sokibnya yang paling kental.


“Nyesel kenapa ?”


“Kamu kan pernah kenalan cowok dari Fakultas Tehnik itu, kan ?”


“Yang mana ?”


“Ah nenek pikun !, yang kenal sama kamu waktu les musik di Gabriel Music, ingat kan !. Jadi naksir nggak ?” Rosma mencoba merayu Agatha.


“Aku nggak perduli, Rosma. Sebenarnya sih aku pengin lebih dekat lagi dengan Si Ganteng itu. Tapi lain waktu saja “


Rosma menjadi tambah heran dengan sikap Agatha yang tumben tidak merespon kiatnya untuk meluluhkan hati sokibnya itu. Biasanya cewek gaul ini ngebet bukan main kalau puya hasrat deket dengan cowok yang gantengnya seperti di Cover Boy Majalah Play Boy, “Ada apa dengan Agatha ?”, pertanyaan itu terus menyelimuti  anganya.


“Agatha !”


“Idiiih,apa lagi Ros ?”


“Si Ganteng itu rencanaya sih mau bawa mobil sendiri dan gabung dengan kita “


“Darimana kamu tahu ?”


“Ya dari Marcella lah!, coba kamu tanya sendiri sama dia !” Rosma mendorong tubuh Marcella ke arah Agatha.


“Ella kamu nggak usah lah cerita tentang si Ganteng itu. Karena acara ini punya kamu kamu, silakan saja kamu bisa dekat dengan dia. Kalau dia ngebet pengen kenal sama aku, datang saja di acara malam tahun baru di rumahku. Sekalian dia bisa gabung dengan mama, papa, om, tante dan adik-adiku !”


“Agatha !,minta ampun !. Kamu kok susah banget di ajak kompromi !  Something Wrong  with you ?” Vera menjadi uring-uringan menyaksikan sesuatu yang lain pada diri Agatha.


“Kamu sekarang kaya cewek udik, Agatha !”. Marcella mulai merah padam wajahnya.

“Memang kamu kadang-kadang suka kaya gitu sih “  seru Vera.


puspa prasasti aji
“Eh, sahabat-sahabatku !,  enjoy untuk seseorang, meski kita masih abg tidak  selalu sama. Aku merasakan enjoy tiap malam tahun baru bersama seluruh keluargaku, mama, papa, om, tante dan adik-adiku semua. Memang itulah simpatiknya papaku, dia piawai membuat acara tahun baru bersama keluarganya. Meski undangan dari teman bisnisnya banyak, tapi papa selalu menolaknya, aku sangat rindu dengan acara-acara seperti itu di tengah keluargaku, inilah yang disebut keharmonisan keluarga yang nilainya jauh lebih tinggi ketimbang nongkrong-nongkrong. Cobalah kamu semua rancang acara tahun baru seperti keluargaku, pasti lebih  menyentuh. OK teman sorry ya, aku pulang dulu, daaaah !!!!”


Rosma, Vera dan Marcella hanya bengong mendengarkan Si Cantik Agatha menguntai kata. Namun dalam hati mereka semua timbul  rasa heran, tumben cewek gaul yang kolokan itu pandai berfilsafat seperti seorang motivator. Ada apa dengan Agatha, something wrong?.***


Senin, 19 Desember 2011

Saksi Sang Waktu


Aku menjadi saksi sang jaman,
Dalam tikaman sang waktu aku menyusun daun pandan
Kala matahari bersorot ceria, atau
rembulan yang mengusung sendu
aku tetap pada birama yang bercorak biru

Aku tak pernah menarik surut benang kodrat
Biar apa saja ku terjang
Meski bukit yang hanya mampu kupandang
Lebih berwajah Raksasa berkuku tajam
Akupun telah tersobek dada dalam luka nyeri

Jangan kau menundukan wajah, kasihku....
 Tataplah semua pagar warna warni dalam Bougenvil
Yang kita dirikan dengan rumbai ilalang
puspa prasasti aji
Mataharipun menghardiku
Batas langit menelanjangi aku.
Hingga tak ada sepotong katapun aku lemparkan

Biar saja aku tak berdaya
Dikerumuni prosa belukar berwajah bisu
Menuai hidup dengan setengah baju bertelanjang dada
Aku sampaikan pilu dalam tatap sendu
Mereka terdiam,

Malam selimutiah aku
Dalam wajah sejuk  (Semarang, 20 Desember 2011).

Dua Buah Premen


PUISI ANAK

Satu buah premen aku kantongi
Lainnya aku berikan, pada teman sebangkuku
Dia bercerita,  belum sarapan pagi tadi
Sepiring nasi hanya untuk bapaknya
Yang sakit tak  sembuh sembuh

Aku berkata “kasihan bapaknya”
Dia mengusap air matanya
Dia sering dipanggil bu guru
Karema belum membayar SPP.

Aku berjanji padanya,
Esok akan kubawakan sekerat roti
Dia hanya tersenyum

Desember, 2011

Minggu, 18 Desember 2011

Malam Minggu Miliku

Malam minggu ini, aku tersudut di kamar....
Dari celah-celah waktu  yang terbang tak menentu
aku meminjam mega, untuk menggambar wajahmu,
bersudut bunga ranum, terselip pada tiap nyanyi hatimu
maka berilah aku senyum,
meski hanya sebuah lembayung senja

Di malam minggu ini, aku menghela nafas
Dari dadaku yang tersengal, merindu kabar burung,
yang menusukan pandangnya dari balik awan
tentang kamu,
tentang mozaik hati antara kita
yang tak kentara, kau torehkan dalam benakmu

Aku bertanam sekuntum asa, dalam bunga
sekar kusuma adji
yang merona secerah pelangi. Engkau menghempaskan
sehingga langit biru bertepi jelaga,
aku menjaring nyanyian parau dari
daun-daun palma yang mencibirku

Di malam minggu ini, hanya kutemui sisi hati
yang entah dimana aku meletakanya,
atau yang kau pilih harus sebuah kamar berkelambu
jingga, tempat sang pangeran membasuh kaki
dengan kembang setaman
menuju kereta kencana malam,
tanpa ragu mengarungi pekatnya malam.

Di malam minggu ini aku pilih tepi malam
Untuk ku ajak saling menyodorkan seloroh
Tentang hati yang tak bertaut   pada sebuah makna
 tanpa sayap yang mengantarku...membuka jendela langit
hingga mampu aku mensunggu pagi

Di malam minggu ini, akan kuakhiri
Menepiskan kehadiranmu, walau untuk membasuhkan
air embun...untuk sebuah guratan hati
berisi   sebuah perjalanan.... (Semarang, 17 Desember 2011).

Pelacur dan Kunang Kunang

Di malam minggu
Pelacur tua merebahkan sebagian punggungnya
pada rumput meranggas, berteman belalang
di tengan padang hitam
Pelacur muda menghitung hari,karena dialah
yang memiliki hari.

anang indrianto
Pelacur tua hanya mampu meminjam rembulan
Seribu kunang-kunang bergemerlap menghipnotis
liuk tubuh pelacur  muda.
Pelacur tua mulai mengimpikan istana di baik
cakrawala, berpagar bunga melati

pelacur muda merenda sutra
untuk tepian gaunnya
agar malam menerbangkannya.....  ( Semarang, 18 De2011).

Aku Tak Mau

Biarlah aku berlari....
Sekencang mungkin
Walau harus ke batas bumi
Biarlah aku....
Tak mau menghirup
Air dahaga yang kau minta
Biarlah aku.... ( Semarang, 18 De2011).

Isabella

Kau putri dari negeri seribu raja
Bergaun lukisan wajah alam
Saat bulan bermanja melempar cahaya bintang
Kaupun datang meminang cumbu rayuku
Di atas kereta raja,
Kita saling berhias kuning mentari
Kau tersenyum,
Akupun terbangun dari mimpi ..... ( Semarang, 18 De2011).

Kamis, 15 Desember 2011

Selamat Jalan Kasihku


Sepi.....
Kau membuang sauh
Riak gelombang
Di belakang, berkeluh
Sedangkan metamorfosis hidup
Adalah nyanyi jiwa

Api.....
Menyirat makna
Membara di dada
Seikat kembang kertas
Memperdaya,
Bukit di belakang tebing
Telah bersyahwat dengan langit

Di depan kita
Jalan berkelit
Berhias jurang menyeringai
Senyum garang
Pada kelopak Kembang Turi
Berkait dengan kerikil

Kita ada di balik
Tirai semu
Merenda fatamorgana
Kau menata halaman rumah
Akupun merajut keranjang bambu

Kau menatap jauh benua
Di balik laut biru
Aku menyemai ketela rambat
Berakar benang sutra
Hingga merengkuh
Bumi, kau lebih suka...
Memburu, bintang bercumbu
dengan bilah rindumu

(Semarang, 15 Desember 2011)

Rabu, 14 Desember 2011

Melati dari Negeri Kaca


Bila engkau mampu seputih buih di laut,
tiada pernah membawa kebohongan hingga ke tepian
merentang sayap dan kelopakmu
hingga kau letakan, tangkai yang menyedu riak dan gelombang
agar menjadi ikatan mawar sehalus sutra.

Melati, tak kan lagi kau berseloroh dengan camar
Yang bergincu ‘nyanyian parau” dari tajamnya kerikil hidup
Benahilah wajah pagi semurni sudut jantungmu
Tajamkan sang waktu, hingga kau jinjng
bekal untuk tidur pulasmu,
Ketika rembulan malam mencibir dengan dandanan
eksotis hidup

meski hanya sebuah rumah bambu
namun mampu kau bersandar pada hijau huma
tempat seblah hidup menawanmu dengan cemerlang
seputih mahkotamu
(Semarang, 14 Desember 2011)

Selasa, 13 Desember 2011

Hanya Sebuah Biduk


gita sekar aji
Ke mana arah benua ?
hanya layar yang kokoh
sanggup menunjukan dengan seloroh angin laut.
Biduk kecil hanya menelan ludah,
bersama ‘ilalang rapuh” 

Pernahkah kita dahulu menakar batas langit
dengan nafas kita sendiri, bukan hanya elang yang mengerling
namun kawanan pasatpun semakin kokoh menjerat.
Jangan berpaling, biar sang pipit yang memunguti buku harian kita.
Sementara ajaklah semua cemara yang menjulang untuk  menuai
angan, yang  membisikan sayatan pilu.

Kita bergegas menyongsong atmosfer berperdu merdu,
dalam rindu ...menghela nafas di bilik bambu rumah kita.
Berhalaman Anyelir dan Kenanga, namun ilalangpun mengurai senyum.

Kita adalah nafas-nafas kecil......
Dengan guratan otot   yang sarat dengan peluh. Masihkah hadir hari -hari
yang  membawakan sajian sarapan ubi dan sekerat daging,
puspa prasasti aji
yang mampu   menawan kita dalam prosa cita rasa
Milik kita yang menyelinap di tepi waktu
Kita telah  terlanjur membuka jendela,
Di tengah sang waktu yang berwajah garang dan bertaring tajam

Rebahkan punggung kita,  pada dinding  beluntas
Agar nafas tak hanya tersimpan di dada,tapi mengalun
dan menjaring perputaran bumi, sang nyanyian burungpun termenung lesu.
Karena belum ada angin sejuk membawa berita,
Kemana cakrawala yang masih  berselingkuh dengan galau.
Saat kita telah bediri tegak,
Namun  sepi.....

(Semarang, 13 Desember 2012).

Minggu, 11 Desember 2011

Merpati Terbang Rendah


indah mahanani
Pada emaku di kampung,
Aku kabarkan sebuah “nyanyi rindu” pada untaian bulu-bulu merpati
Yang menjagakan tiap tidurku

Masih ada kawanan merpati yang menghitung awan, demi sebuah isarat
menepis warna- warni “asap ego” milik bumi,  yang menyesakan dadanya
membelit sumsum tulangnya, sehingga atmofer tak lagi sejuk.
Setelah hantu malam memburu dan berhasrat menerkamnya.
Merpati kini meletakan sayapnya,pada gulungan mega jingga,beralas
kain peraduan biru,  hingga mampu  menjaga bulir padi yang menguning
hamdi beffananda aji
dan membasuhnya dengan kabut tipis putih cemerlang
hingga sang padi mampu berotot kokoh.

 Satu dua benua, ia arungi demi rerimbunan semak yang sejuk
Nafasnya kini mampu mengarungi angin darat, kala sang nelayan melaut
Menyemai ikan tuna, cakalang dan sembilang, demi dinding perutnya
Seberkas angin pasat menjenguk, dalam hitungan hari.
Hingga bulu-bulunya mengusut dan melegam, namun tetap
sebuah senyum menghidangkan teh hangat dan panganan
anak desa,dari tepung terigu dan bumbu-bumbu desa.

Merpati itupun sesekali hinggap di buritan kapal menjulang
Semakin dekat jaraknya dengan fatamorgana langit biru,
Hingga sang elangpun menegurnya dengan suara lantang
Jauhi langit yang  akan meretkn sayapmu, sesekali biar saja langit
Berawan hitam prahara”
Namun kedua paruhnya masih mengusung senyuman pada awan
yang menawanya dan memberi bingkisan sebah senja.

Merpati tak nanar lagi, debu-debu gilanya jaman yang mengusamkan sayap
uly aji
Telah dibenahi dengan seonggok ikatan mesra dan ‘nyanyian jiwa”
Yang ditaukan pada kokohnya cakrawala setiap penjuru..
Sang merpati menggapainya untuk menyusun siang  hari dan
membenahi selimut malam dari kain beludru biru.

Sebuah air kesejukan telah membasahi dinding tenggorokanya
Merpati  itupun telah jera menyentuh langit, atau terhempas beliung
Yang membarakan jiwanya dalam batas pandang meradang pilu
Lebih baik merpati itu, menyusun daun-daun yang bersyahwat dengan debu
Lantas dianyam dengan peduli dan tangan dingin demi
perhelatan pagi hari dengan derkuku dan nuri.

Selamat menyentuh kesejukan sesejuk  air mawar
Demi pagi yang tergambar di pelupuk mata

Semarang, 12 Desember 2011





Selasa, 06 Desember 2011

Cukup Sebuah Senyuman


“Jangan sekali- kali kamu semua mencoba mendapatkan bunga kampus kita, yang suka ngomong seenaknya dan konyol itu “ umpat Sam yang menyelipkan tubuhnya ke tengah sokib sokibnya yang sedang rehat di halaman sekolah di tengah pagi yang cerah. Meski saat itu musim hujan sedang menerpa kota mereka.

“Maksud kamu bunga sekolah yang mana Sam?, yang cuakep kaya Kate Midlleton tapi nggak pernah senyum kaya Mak Lampir itu ?” Richard tanpa selembar tiraipun menutupi  ucapanya, sehingga sebuah tawa dari merekapun berderai di pagi itu. Pohon Akasia yang berjejer memayungi halaman sekolah serasa hampir roboh  dihempas derai tawa cowok-cowok kelas IPS, yang lagi betah nyanggong  menunggu bel masuk
“Sayang ya friend !, Kartika sih sebenarnya cuakep, namun galaknya minta ampun !” sela Rush.

“Lagian dia egois!, man ! “ Hendra mulai interest dengan seloroh mereka.
“Dari mana kamu tahu Kartika egois, emangnya kamu pernah dekat sama dia Dra ?” desak Steven.
“Sok tahu kamu Dra !” bantah Sam yang tidak percaya dengan ucapan Hendra.
“Coba dulu !,  kita dengarkan Si Ganteng Pemburu Cinta ini ngomong dulu, dia ngatain Kartika egois !, mesti dia punya alasan, ayo dong Dra !, terusin omongan kamu “ desak Steven yang kini duduk di samping Hendra,
“Ah, bisa aja kamu Stev !, aku cuma ngomong asal-asalan friend !” Hendra merasa tersudut kini, karena  serangan  temen temen yang membrondongnya.
“He, man !, ayo dong yang konsisten, mengapa you ngomong Kartika egois ?. Menurut aku sih dia angkuh, susah diajak kompromi dan susah dideketin. Betul nggak Sam?, lihat saja Sam yang ngap-ngapan deketin Kartika. Sampai sekarang belum berhasil, percuma kamu Sam punya sokib seperti kita kita ini ! “
“Jangankan Sam, yang kaya anak kampungan. Aku sendiri yang bisa dekat denganya belum bisa mendapatkan dia”. Hendra melemparkan selorohnya yang membuat mereka semua terperangah.
Pandangan mata mereka kini semua terarah ke Hendra. Untuk beberapa  saat derai tawa mereka kini terhenti dan semua membisu.
“Temen temen!,  Kartika sering minta tolong aku untuk ngajarin matematika, aku sering ke rumahnya. Akupun mau- mau saja. Tapi giliran aku butuh teman untuk enjoy dan refresh eh dia nggak mau “.

“Hahaha..sekarang Si Ganteng Pemburu Cinta  kena batunya, tahu rasa kamu !” ejekan Steven menderaikan tawa mereka semua.
“Kamu GR duluan sih Dra ?” jawab Richard.
 “Kakek pikun !, bukan seperti itu cara ndekati Kartika !” Sam masih saja belum bisa menepiskan derai tawanya.
“Makanya lain kali jangan terburu-buru !”
“Eh, udik !, perlu kiat khusus untuk mendapatkan kembang  kampus yang flamboyant tapi angkuh itu, belajar dulu sama kita kita ini !”. Ucapan Richard tadi semakin membawa halaman sekolah itu bertambah semarak di pagi yang mulai dihampiri kuning sinar  mentari.
“Eh, sok pinter  kamu Richard !, buktinya mana ! Kamu belum bisa mendapatkan Kartika, kan ?”
“Asal kamu tahu, aja Dra !, Veny segalanya lebih baik dari Nenek Sihir itu !”
“Udahlah !, jangan berantem. Kita kitakan masih anak ingusan. Masalah pacar yang idamkan,  nanti aja kalau kita sudah mahasiswa.Kita kan belum apa –apa !!” .Pinta Rush pada kedua cowok gaul itu yang sudah meradang nadi darahnya.
Teeet…teet…teet. Bel sekolah mengisaratkan mereka untuk segera masuk ke kelas mereka masing masing. Sementara anak anak IPS tadi segera berhamburan meninggalkan halaman depan sekolah mereka. Pohon palem botol dan Akasia kali inipun bisa bernafas lega, kemudian diam membujur diterpa sinar mentari.
***
Perlahan lahan sinar mentari mulai tertutup mendung tebal, tak berapa lama gerimis membasahi Bulan Desember ini. Mereka yang selesai mengikuti tes semester kini memburu waktu agar tidak terjebak hujan. Kecuali Kartika yang sendirian sengaja menunggu Hendra di pintu depan sekolah
Kedua sorot mata mereka berdua bertatapan, sebuah senyum dari Hendrapun dilemparkan ke arah Kartika, yang dibalas dengan senyum tipis dan sebuah permintaan Kartika pada Hendra, untk mampir di kantin sekolah.
“Apa maksudmu sih Dra ?”
“Tentang apa ?”
“Ya tentang aku “
“Maksudmu ?”

“Jangan berlagak bego!, aku tahu semua pembicaraan teman temanmu  tadi pagi di halaman sekolah !
“Dengar dari siapa ?” Tanya Hendra.
“Nggak dengar dari siapa-siapa !”
“Terus bagaimana kamu tahu ?”
“Ya, karena aku duduk di depan kantin  sini dan dengar semua ocehan sokibmu “
“Mereka semua Cuma pengin dekat denganmu,Tika ?” Hendra mencoba mencairkan bara api yang ada di dalam jantung cewek yang telah menautkan benang sutra di hatinya. Cewek yang menjadi kembang kampus di sekolahnya ini, kini telah hadir dalam beranda hatinya.  Meski Hendra telah mengenal dekat dengan Kartika, namun dia masih bimbang bagaimana mengokokan batas antara sebuah persahabatan dengan  sesuatu yang sulit diwujudkan baginya.
“Kalau pengin deket aku,ya deket aja !. Kenapa harus pakai selorohan kasar, si Nenek Sihir !, Mak Lampir ! dan apa lagi !. Hendra !, mereka semua bukan sekedar mau deket dengan aku!, tapi coba kamu pikir!. Seperti Rush, Richard, Sam, Steven itu masih seperti anak kecil, sudah berapa surat yang mereka kirim untuk aku, belum lagi rayuan ingusan lewat hp. Mereka semua belum tahu arti persahabatan, mereka semua hanya mengerti cinta-cinta ingusan !”
“Tapi mungkin lebih baik lagi,  bila kamu selalu memberi senyum pada mereka bila ketemu mereka. Tika !, kalau kamu tidak memberi mereka sebuah harapan, apa harus saling membisu bila berpapaan mereka “pinta Hendra.
“Aku memang the ice girl, namun awalnya aku juga so smilling dengan mereka,namun mereka menartikan lain”

“ Aku juga heran, mengapa mereka menilai kamu seperti itu ?”
“Hendra !, aku juga ingin supaya kamu jangan salah paham. Aku hanya berhasrat merangkai sebuah persahabatan. Aku tidak gampang memberikan harapan pada semua orang. Bila aku mengajakmu belajar bersama, apa ini sesuatu yang lain untuk kita. Maafkan aku ya Dra !, kamu nggak tersinggung,kan ?”Hendra menggelengkan kepalanya, sebuah sorot mata ang lebay terus saja menghiasi wajahnya. Kartikapun tahu bahwa memang cowok ini telah menyimpan sesuatu yang begitu halus dan lembut. Selembut embun pagi.
Namun Kartikapun tahu bahwa perhatian cowok genius ini pada dirinya sungguh lembut. Hendra selalu mengerti perasaan dirinya,  apa yang menjadi batas sebuah persahabatan antar mereka telah  Hendra jaga dengan kokoh, sekokoh pribadinya yang tangguh. Namun hanya sebatas itulah yang mampu Kartika berikan pada cowok ini. Entah sang waktu sajalah yang bakal menorehkan prosa antara mereka.
“Dra !”
“Ya, Tika !”.
“Kamu nggak marah kan ?”
“Nggak !”
“Aku mau minta tolong lagi, mau Dra ?”
“Katakan saja !”
“Kita bahas soal soal matematika tadi di rumahku , maukan ?”
“Asal kamu selalu memberiku senyuman yang terindah, maukan ?”
OK, So Smille So Good !!!!” ***

Selasa, 01 November 2011

Sayap Sayap Patah


Kupatahkan Sayapku sendiri

Biarkan aku terkucil...
membunuh  sorot mata,
membekukan  sudut kamarku,
membelenggu lengan lenganku

aku terbangkan kain hitam tak  bertepi
untuk menghalangi mentari,
hingga pagi terbunuh,
cinta anak ingusan tersayat pilu,

semai cinta dalam vas bunga
telah berkali membentur tebing kokoh
dalam lembah penuh manusia durjana

kupatahkan sayapku
dan  mengait  pada buluh rindu
yang dirajut sang rembulan
(Semarang, 23 Oktober, 2011)

Tetaplah Menjadi  Miliku Apa yang Kupunya

Kau inginkan “bulan berenda emas” ?
di tengah pesta minuman, dengan gelas kaca berelief
negri impian....lantas bajumu bermanik
mutiara tujuh warna...
bukankah itu milikmu sendiri
biarlah ada dalam kantong bajumu
jangan lagi mengerling matamu,
pada diriku  yang galau dan risau

hidup yang kita miliki,
adalah perjalanan menyeberangi benang bertinta hitam
yang kau kaitkan di tengah malam gulita
sehingga langkahku
hanya mampu setengah hati,

Aku adalah ilalang yang kini punya nyali
untuk melepas mawar jingga berduri tajam
yang telah lama menjadi ornamen
baju tidurku.....

(Semarang, 23 Oktober, 2011)