Jumat, 22 Januari 2016

Teriakanku







Aku mencari di setiap sendiku
Tentang apa yang terus  terngiang di telinga dan tiap ujung malam
Satu demi satu tabir kulepas hingga meradang tulang igaku
Tapi tak satupun bisa memberiku  sebuah rindu, aku berteriak
 Hingga Semeru dan Merapi menggeliat bagai perempuan binal

Aku terus bercermin pada huma dan nyanyian pipit, seloroh daun Akasia
Untuk  menembuskan pandang menemukanMU jauh di Istana Awan Putih
Akupun menyulam prosa kata kata Munajat dalam doa
Agar tak tampak lagi gugusan awan hitam menggigitku
Dengan taring tajam dan sayatan penuh pedih dan pilu
Lantas apa lagi yang  harus aku tanam , bila taman bungapun terus mongering
Lantaran jalan panjang menukikan nyanyi jiwa sang nenek sihir
Pongah dan kebaya berenda kering butiran debu
Aku terhenyak dari seribu mimpi tentang fatamorgana kilau                                                                                                     
 tepi pantai denga  pagar anyelir tertunduk lesu
Sehingga aku dating dengan benang sutra menjenguk langiMU                                                                                                                                 
kentara aku tanam nyhanyian Puja Kemahahebatmu, aku tertukam                       
hatiku sendiri.

Tuhan betapa sejuk air dingin yang kau curahkan             
Terseibak sudah Rasa sepi dalam aliran darah.(Semarang, 22 Januari 16).


Semarang 22 Januari 16                                                                                                        

Jumat, 17 Mei 2013

Korupsi


Hari ini....
aku bekali rongga dadaku dengan sebuah kejujuran
walau sindiran tajam dari asap pengap aspal jalanan
yang hitam berlobang...terus membidiku dan melentingkanku ke semayam
Bhatari Durga bertaring tajam peluh pucuk ilalang

Keluh dan penat bagai ritme tembang dolanan jawa anak ingusan
yang menutupi tiap lekuk tubuhku...
namun aku tetap menjulang tinggi menawan awan putih bersih
menyibirkan tiap puncak bukit dan tebing yang pongah giginya
mengapa mereka diam bagai tertusuk sembilu ?...diam membisu

sementara hunian taman kembang setaman
menampikan kerah dan baju mereka yang lusuh ditikam Korupsi
mereka semua tidak berani lagi berkaca pada bening air telaga
di bebatuan khatulistiwa negeri para bidadari
bernaung di garis Jaya Wijaya dan Bukit Barisan

kita semua terperangah dalam hitamnya kabut dengus raksasa
bermata juling dan berbaju  sulaman moralitas,
terkikis tergolek lesu oleh terpaan angin Kumbang penyejuk jiwa
aku dalam rona kembara....
aku dalam gambaran kanvas warna warni otaku sendiri
entah siapa yang akan mencibirkanku
aku tetap menampik jelaga dilangit

SEMARANG 18 Mei 2013

Kamis, 14 Februari 2013

Kau yang pergi








saat kau menghilang,
kau sajikan dalam detik yang kau tusuk
dengan tajamnya warna hari,
sebuah episoda datang dan pergi, kau senyum
dalam parau dan rona pipi memerah
menyengatku, merenggangkan tulang igaku

aku hanya bersandar pada perjalanan hari,
tersepih dalam liuk dan tajamnya perjalanan
menembus kabut, awan dan langit berjelaga
entahlah, terbanglah kau bersama angin musim
menuju boulevard indahmu, beranyam anggrek bidadari...
dan hunian para dewa..

kau, aku dan catatan langit
mengisi atap rumbai, alas tanah dan pagar bambu halaman kita
tak sesejuk angin yang kau suka
kencanilah angin padang dalam buaian negeri bunga
(Semarang, 15 Februari 13).


Minggu, 06 Januari 2013

Berilah Aku Sebuah Kisah










berilah aku sepotong kata,
tak kan jera aku mendengarkan,  bukan tentang jeruji besi
rumah ratap dan tangis para koruptor
bukan pula tentang haru biru meyesak dada dan debu debu liar
yang memburu nasibnya sendiri di ketiak beluntas
atau keluh kesah sang buruh yang tiada nyenyak tidurnya
dihimpit rumah papanya yang melekang
terpingit tajamnya taring kehidupan.

Berilah aku celoteh satu bait kisah
tentang rumah sederhana berpagar daun pandan
di halaman meliuk tanaman jagung merapatkan angin kemarau
atau dendang ria embun pagi bermanja kuning sinar mentari
kau disana menuai harap, akupun melegam kedua bahu
tanpa sak wasangka hujat atau seteru,  layaknya mereka
yang dijalan bergumul kata hatinya sendiri

Berilah aku  sebuah kisah
bukan rumah kardus untuk menitipkan hidup
di sisi rel tergilas roda besi menyentak di siang hari bolong
dari saudaraku yang terbawa angin hidup tak bermata hati
seribu kisah tentang tidur panjang sang penganten baru
telah tertutup rapat terbungkam gerigi tajam
dari perguliran siang malam tak menyisa setetes air mata
meski lengkung kedua pipi telah kusam dan kering

tinggalah hidup yang kini harus
kita jinjing dalam keranjang tak pasti
memburu detik dan cakrawalasenja




Kamis, 20 Desember 2012

Dalam Kelambu Biru


dalam kelambu biru,hening di tengah malam
sang bidadari menari menyibakan selendang  warna cerah
lautan berhunian naga naga suci menyentakan ....
lunglai sederetan sendi sang  pemilik malam

dalamhening dan ricuhnya gulita malam
selendang bidadari menukikan sejarah...
tentang lembah dan ngarai
tentang biduk yang diterjang ombak....
tentang peredaran matahari dan bulan

sang naga berteriak nyaring,
“adakah kau telah sigap menjemput harimu ?”
sang pemilik malam,  menaikan kedua bahunya..

“hari harimu telah tajamdi tepian geriginya...! “ kembali sang naga berteriak
akulah tiada lebih seorang manusia,
“dalam legam dan penat bahuku, kau sang naga tidak pernah mampu lepas
dari taman bunga di kahyangan,  kau akan menggeliat  hingga merapat semua tulang belulangmu “ sang pemilik malam segera meluruhkan teriak nyaring sang naga

sang naga muncul dari telaga,untuk  menggapai pusaran bumi

sang pemilik malam
melabuhkan biduknya...
sepi...
sang fajar bergayut di cakrawala hening.....

Minggu, 16 Desember 2012

Mendung dan Hujan

Hujan

hujan kau datang lagi...
menjenguk hari..meski hanya selintas
bagaikan genderang perang...ku mengusung harap
aku terperangkap, tak juga kau bawa kabar
tentang dia..

apakah kau pingit dalam telagamu ?
yang kau tebari awan hitam, pekat menakutkan

hujan....
kau pergi...aku buru dengan sejuta sayap
bersama kawanan merpati menebas awan
entah di sisi langit mana kau memingitnya
aku dalam biru rindu...

hujan bawakan dia di taman bungaku
jangan kau sertakan badai dan prahara
aku bagai pemilik Indraloka...menantikan bidadari
yang kau hempaskan dalam nyanyi benci

hujan sampaikan rinduku....

mendung

kembali serambi langit bertirai hitam pekat
gulungan awan pekat...menikam buku harianku
tak sedikitaku berniat menutupnya..
karena sehalaman penuh tertoreh kau di sana
di batas langit,.....

di tengah gulungan awan hitam..
di ngarai berlantai melati dan kenanga....
di boulevard bersama sang arjuna....

aku tertawan dalam tembang parau
berujung gerigi tajam yang kau sedu dengan senyumanmu
berilah kabar meski hanya dengan kepak merpati

bersama hujan...untuk sebuah salam canda
aku dalam benang rindu
hujanmu.menyelinapkan aku dalam gubug kecilku
sepi..tanpamu....

harap...

mendung...
di sisimu aku menunggu..
mungkin sepercik air..
akan melentingkan aku..
bersapa catatan langit


tentang haru biru...
tentang meradangnya antung hati...
aku dan si dia ..
dalam pekat, berselingkuh tepi langit

menunggu benang hidup
secerah tujuh warna pelangi

di tengah mendung...
aku dan dia
menyemai harap

(Semarang,17  Desember 2012)