Anita si cewek cantik
jelita, saat itu memucat wajahnya,
apalagi setelah melihat Bu Anggun melipat wajahnya, yang kini duduk di depanya
terbujur dingin. Anita tidak tahu lagi apa yang akan terjadi, bila Bu Guru
Anggun yang hitam manis itu tanpa sedikitpun berhias senyum indah seperti
biasanya. Hari ini memang bagi Anita kegiatan belajar sedari pagi tadi kelihatan
hambar, setelah Bu Anggun sendiri yang menyuruhnya menghadap seusai sekolah
berakhir.
“Anita duduklah !, langsung
saja to the point tentang sesuatu yang
ingin ibu sampaikan. Anita jawablah ?. Ini ibu yang jadul, nggak tahu “playing
love”nya anak muda atau kamu yang harus menuruti nasehat ibu “. Sesuatu yang
dibayangkan sebelumnya oleh Anita kini memang menjadi realita, setelah Bu
Anggun mencoba menelisik privasinya. “Mengapa kedekatan aku dan Ryan mengusik
hatinya ?, apakah bu guru yang cantik itu cemburu denga aku yang lagi enjoy ?.
huuuh, aku cuekin aja. Mama papaku saja tidak melarang aku dekat dengan Ryan ,
apa urusanya dia marah sama aku “ bisik hati Anita kini menggayuti beranda
hatinya.
“Anita, mengapa diam ?.
“Anita tidak mengerti
apa yang ibu maksud ?”
“Kamu mau belajar ?, apa
mau terus-terusan main dan bolos sekolah !”
“Anita mau sekolah,
Anita kemarin-kemarin ijin bu ?. Papa sendiri yang buatkan surat ijin “
“Oh, ya !, betul papamu
yang nulis ijin ?. Bukanya Ryan yang nulis surat ini!. Anita akulah mamamu,
akulah papamu di sini. Sejak kapan kamu pandai berdusta “
“Tapi, bu…..!”
“OK !!!, Anita seribu alasan
pasti akan kamu ajukan ke ibu ?. Karena ibu tahu saat saat seperti kamulah
semua akan terasa kecil, resiko apapun akan kamu abaikan. Anita !, ibu harapkan
kamu sudah mampu membedakan siapa yang tulus memperhatikan kamu dan tidak. Bu
guru sama sekali tidak melarang kamu untuk berpacaran, selama itu menjadi
penyemangat untukmu “
“Tapi Ryan hanya teman
Anita, tidak lebih dari itu !”. Anita masih menyerpihkan seberkas alasan kepada
guru yang selama ini menjadi guru pujaan baginya.
“Inilah yang ibu khawatirkan,
Anita !. Kamu tahu maksud ibu ?”
“Tidak bu !”
Anita sekarang tidak
lebih dari anak ingusan yang tidak berkutik sama sekali di depan wali kelasnya.
Meski selaksa untaian kata telah dia
persiapkan sebelum bertemu Bu Anggun. Namun sentuhan
halus guru yang piawai itu telah membuat tenggorokanya terseumbat. Lantas
bagaimana nantinya aku akan enjoy dengan Ryan, bila aku tak mampu menghadapi
guru ini. Tapi bukankah selama ini Bu Anggunlah yang membimbing aku segalanya
?, berkat sentuhan halus darinya, aku mampu terus-terusan mendapat rangking di
sekolah ini.
“Anita ? hargailah ibu
jangan kamu diam seribu bahasa. Bu guru tidak pernah berniat menjerumuskan
kamu. Meski hati kamu sekarang sedang tidak di hadapan ibu lagi “
“Bu Anggun tidak perlu
khawatir pada Anita, Anita sudah dewasa bu !”
“Dewasa ?, mana Anita yang dewasa !. Persahabatan biasa
tidak mungkin membawamu menjadi siswa yang sering ke cafe pada jam sekolah,
tidak mungkin menjadikanmu siswa yang malas belajar. Tapi persahabatan itu
tidak lebih dari simpatik kamu yang gelap mata pada cowok ganteng seperti Ryan.
Inikah yang disebut dewasa ?”
“Anita tidak pernah ke
café, bu ?”
“Inilah yang sekali
lagi membuat aku kecewa. Anita ?”
“Sungguh, bu !”
“Demi Ryan kamu
berbohong pada ibu ?”
“Tapi Anita sudah gede,
bu !”
“Anita !, bu guru tidak
pernah menelisik kamu pacaran sama Ryan apa tidak ?. Karena kamu sudah gede
seperti katamu. Tapi yang ibu harapkan, kehadiran Ryan dihatimu justru menambah
spirit kamu untuk meraih prestasi. Bukan malah menjadi cewek badung seperti
sekarang ini“
Seberkas titik air kini
mulai membasahi kelopak mata Anita, yang sebenarnya tahu persis bahwa selama
ini dia di depan guru sekaligus figur penyejuknya itu dia berbohong. Mengapa Bu
Anggun selama ini tahu persis tentang dirinya dan Ryan.
“Anita sayang ?, Bu
Anggun sudah sering kali menjumpai kasus seperti ini. Tapi Bu Anggun tidak
pernah melarang siapa saja untuk pacaran. Bu Anggunpun pernah muda dan pernah
juga bepacaran. Tapi yang ibu selalu hindari adalah perasaan yang lebai, yang
hanyut dengan romantisma picisan, yang justru akan menenggelamkan kamu ke dalam
lumpur yang dalam. Itulah yang bisa ibu berikan pada kamu, Anita !”
Goresan goresan kecil
yang ada di libuk hati Anita, yang semula menimbulkan kegalauan kini mulai
tertepis karena sentuhan nalar Anita. Hatinya semula terpingit oleh Ryan yang
tampil seperti actor Tom Cruise, dengan janji janji wangi bunga yang tumbuh di
taman hatinya. Namun bukan berarti dia harus menghempaskan Ryan yang mencuri separo hatinya. Tapi justru
dia harus mampu menyejukan cowok badung itu yang melekang diterpa eksotis
jaman.
“Sudahlah, Anita !,
maafin ibu ya !. Semua yang ibu katakan sama kamu semata semata permintaan mama
kamu yang sayang sama kamu. Selebihnya terserah kamu saja “
“Maafin ya bu, Anita
tadi berbohong !”
“Sudahlah, Bu Anggun
tidak menyalahkan kamu. Asal kamu mau berjanji pada ibu “
“Janji apa Bu ?”
“Anita !, jangan kamu
yang tersihir rayuan Ryan. Tapi justru kamulah yang harus mampu membuat Ryan menjadi
anak baik. Perlu kamu ketahui, Anita !. Apabila Ryan masih sering membolos,
maka terpaksa sekolah akan mengeluarkan dia dan ibu harap kamulah sang dewi
penolong bagi Ryan, sanggup ?”
Anita hanya
mengganggukan kepala dan segera berlalu.
Mata yang berkaca kini
mulai menampakan menggambar hati insane remaja itu, pertanda di hatinya mulai
tumbuh semi yang bakal mengokohkan hatinya demi Ryan, demi cintanya, demi
maminya dan Bu Anggun serta demi segalanya.
***
Sebuah sedan biru sendu
metalik kini menderukan mesinya
menggilas genangan air di jalan aspal sisa hujan semalam. Mobil keluar
meninggalkan halaman sekolah di tengah hari dan mobil itu seakan sedang berbagi
rasa dengan seseorang yang duduk di belakang kemudinya, untuk sebuah niatan
tulus demi Sang Dewi Amour. Sementara terlihat cewek remaja itu sibuk merogoh
kantong bajunya untuk mendapatkan Hpnya yang berdering lembut.
“Anita !, aku mau jumpa
kamu sebentar saja. Tadi ngapain kami dipanggil Bu Anggun “
“Ah..nanti saja kita
jumpa, aku capek, aku mau jumpa mamiku dulu, besok besok saja kita ketemu !”
“Anita, nanti dulu..”
“Dah Yan, bye
bye…klik”. Anita segera mematikan Hpnya dan menaruhnya di Dashboard mobilnya.Sementara
dari HiFi stereo mobilnya bergema lagu jadul Elvis Presley “Are You Lonesome To
Night “. Anita kini tertikam udara musim hujan yang dingin dan semilir untuk
beristirahat tidur siang di rumahnya.
***
“Aku tidak mau lagi
nongkrong di café sama kamu lagi Yan !. Aku malu ditegur Bu Anggun dan mami
sekarang demam setelah tahu aku sering bolos sekolah”, pinta Anita seusai sekolah
di siang hari.
“Tapi, kapan kita bisa
bebas jumpa kamu !”
“Kita bukan anak kecil
lagi !, simpan saja egomu yang kaya anak
ABG saja !. Aku nggak mau seperti itu lagi. Yan kamu sudah diancam guru guru,
kamu harus rajin masuk karena sebentar lagi UN “ sekali lagi pinta Anita
disodorkan pada Si Ganteng itu.
“Ah, masa bodo Anita,
aku ya seperti ini. Kamu nggak usah ngatur aku piss !”
“Ya sudah!, Cuma kamu
harus tahu Yan !, kalau kamu mencintai seseorang kamupun harus bisa berbagi
perhatian dengan lainnya, kamu hanya bisa mencintai egomu saja . Itulah
permintaanku pada kamu. Yan aku pulang saja, mami sudah menungguku di rumah “
“Eh Anita, tunggu dulu
!”
“Aku harus menunggu apa
lagi “
“Aku tadi Cuma ngomong
nggak serius !”
“Kamu masih suka saja
sama egomu itu !”
“Nanti dulu Anita, OK,
OK, ya aku janji . Aku pengin bareng pulang sama kamu. Aku pengin njenguk
mamimu. Aku mau minta maaf sama mami kamu, papi kamu dan kamu, sayang !”
“Sungguh Yan !, aku
sungguh sungguh ! “
“Ya, sayang !”
Daun daun palma di depan
sekolah kembali bereksotis ditiup angin musim hujan. Gerimis mulai membasahi
bumi, sebasah hati Ryan yang mulai lapng dan sejuk ***
anerji.blgspot.comHanya beberapa patah kata saja
yang dapat lepas renyah dari mulut Eva Peron, kala cewek yang feminis dan flamboyan
itu disapa Roksi yang gantengnya mirip
Teungku Wisnu yang kini ada di depanya. Entah apa salah mentari pagi yang
menghangati bumi atau daun- daun palem botol yang basah berselingkuh embun pagi
hari ini, sehingga mereka berdua menjadi cuek tidak ketulungan. Sikap Roksi
yang angkuh seperti peragawan di atas Catwalk itu membuat Irma dan Sylvie,
sokib setia Eva Peron menjadi terbakar hatinya.
Maka mereka berdua segera menghentikan langkah Eva Peron yang sudah
ngebet pengin es jeruknya kantin Tante
Lisa.
“Gila tuh anak !, hai Lela!,
lihat tuh cowok kamu!, sombongnya minta ampun !”. Kedua bola mata Sylvie seakan
keluar dari rongga matanya
“Udahlah !, biarkan saja dia kan
sudah gede, sudah tahu apa yang harus
dia perbuat “.
“Kamu selalu baikan sama dia sih
Lela “ seru Irma
“Irma !, kenapa kita lupa!, kita
kan sedang berhadapan dengan María Eva Duarte de
Perón . Ibu negara Argantina yang berhati baik dan dekat dengan rakyatnya. Makanya
Lela baik hati terus sama cowok yang kaya Arjuna itu “
“Ah kamu tambah ngaco. Biarkan saja dia berada di
sikap seperti itu. Nanti kalau dia butuh bantuanku, dia kan mendekat sendiri
dengan senyumnya yang ramah, disitulah aku baru menganggapnya Roksi Leonanto “,
Sikap Nurlela seperti inilah yang membuat banyak sokibnya ingin selalu dekat
denganya. Bahkan sebagian sokibnya sudah melekat betul memberi panggilan Eva Peron
pada Nurlela.
Termasuk juga Roksi yang sudah beken dengan sikapnya
yang arogan dan egois, diapun tak segan untuk dekat dengan Eva Paron karena ada
maunya, namun bagi cewek yang santer juga dikenal sebagai cewek pemerhati dan
penuh kepedulian itu, sikap Roksi yang
seprti itu hanya ditanggapi dengan dingin dan tangan terbuka. Sehingga
sokib-sokibnya terkadang merasa heran, mengapa bisa sedekat itu dengan Roksi,
mengapa pula mereka terkadang bagaikan kedua remaja yang tidak saling kenal.
Padahal sebenarnya mereka berdua memang telah
akrab menjadi sokib yang saling “take and give” sesamanya, bukan hanya saling
berbagi uluran tangan untuk masalah sekolah saja. Tetapi semua ganjalan hati
mereka berdua selalu dibalas dengan kepedulian dari keduanya. Meski karakter
menjadi batas antara mereka berdua, namun bagi Eva Peron batas itu bukan
merupakan mata pisau yang tajam.
Roksi “The Ellegan Boy “ selalu
berpenampilan metropolis dan eksklusif
di manapun dia melangkahkan kaki. Diantara sokib-sokibnya Roksi selalu berambisi
dengan egonya untuk mendapatkan atensi dari mereka tentang gagasan dan idenya.
Meski dia harus banyak mengeluarkan doku untuk mentraktir apapun niatan
sokib-sokibnya, demi sebuah pujian dan penghargaan semu atas dirinya. Sedangkan Nurlela termasuk type cewek low
profile, renyah, familiar dan licin
kedua tanganya untuk memberi kepedulian sesamanya. Sehingga perihal performan
maupun karakter dari Roksi, Nurlela yang paling tahu dan paling mengerti.
Maka Nurlelapun tidak habis
pikir, “ Mengapa sebagian besar sokib-sokibku banyak yang tidak suka pada sikap
Roksi. Padahal bila mereka mau berkorban untuk menebalkan telinga dan
mengganggap sikap Roksi sebagai hal biasa, maka sebenarnya sikap Roksi adalah
biasa biasa saja”.
***
“Ros, aku menjadi tidak enak
sendiri ?” demikian curhat Nurlela di sore hari saat Roksi main ke rumah
Nurlela.
“Mengapa ?, tentang aku ?”
“Ah..nggak Ros. Aku menjadi
terbebani dengan panggilan María Eva Duarte de Perón
padaku”
“Lho,
seharusnya kamu bangga Lela!. Eva Peron kan tokoh wanita dunia dan dia simbol kepedulian pada sesama, terutama
Rakyat Argentina yang miskin”
“Justru itu, Ros!. Banyak teman kita
yang seenaknya memerlakukan aku. Mereka seenaknya minta tolong sama aku untuk
hal-hal yang sepele . Mereka menyamakan aku dengan Eva Peron yang gampang
menolong siapapun. Aku kan Nurlela manusia biasa !”
“Yah ..jangan kamu perdulikan mereka.
Figur Eva Peron sebenarnya bukan seperti itu ?”
“Lantas seperti apa ?”
“Lela !, kamu sebaiknya membaca
sejarah Eva Peron !”
“Aku belum pernah !” jawab Nurlela
seraya menangkat kedua bahunya.
“Ya baca dong !” Sebuah derai tawa
menghiasi wajah Roksi.
“Kamu pernah ?” Nurlela membalasnya
dengan ajah inocen dan sebuah senyuman tipis.
“Lho kok tanya aku !, yang difigurkan
Eva Peron kan kamu !. Mengapa tanya aku! “
“Kamu tadi ngomong tentang peran
sebenarnya Eva Peron, tentunya kamu pernah membaca. Piss aku minta informasi
biodatanya “
“ Cuma sedikit yang aku tahu. María Eva Duarte de
Perón lahir
di Los Toldos sebuah desa terpencil di Argentina Tahun 1919.
Eva Peron merupakan istri ke dua dari President
Argetina Juan Peró n
(1895–1974). Pada tahun 1934,
tepatnya pada usia 15 tahun Eva
hijrah ke Buenos Aires da berkarir di panggung hiburan dan menjadi aktris radio
dan film. Pada Tahun 1944 Eva berkenalan
dengan Kolonel Juan Peron. Satu tahun
kemudian merekapun menikah dan pada Tahun 1946 Juan Peron terpilih sebagai
Presiden Argentina. Itulah yang aku tahu “
“Trim
Ros, tapi mengapa menurut informasi dari teman teman, dia sempat menjadi ibu
negara yang dicintai rakyat Argentina. Betul Ros ?”
“Betul,
karena seluruh hidupnya dicurahkan untuk Argentina. Selama 6
tahun mendampingi Juan Peron, Eva Peron menjadi ibu negara yang sangat
berkuasa. Bahkan telah diberi amanah oleh Rakyat Argentina menjadi Menteri
Tenaga Kerja dan Kesehatan. Oleh karena itu dimanapun dia berada selalu
menyerukan isu hak hak buruh.. Selain itu Eva Peronpun mendirikan yayasan yang
bergerak di perlindungan terhadap perempuan. Tak lama kemudian dia mendirikan
Partai Perempuan Peron (Female Peronist Party ). Kiprah
tersebut membuatnya dia terpilih menjadi wakil presiden Argentina pada Tahun
1951, untuk mendampingi suaminya sebagai Presiden Argentina”
“Sungguh
bahagia ya Ros !.Bila kita bisa sukses seperti Eva Peron ?”
“Tapi
itu relatif, Lela !”
“Apa
maksudmu ?” tanya Nurlela.
“Menurut
sejarah kemashuran Eva Peron rupanya tak
berlangsung lama setelah diagnose dokter menemukan sebuah kanker ganas
menyerang serviknya. Sehingga pada Tanggal 26 Juli 1952 Eva Peron meninggalkan
Rakyat Argentina untuk pulang selama-lamanya. Menyisakan keharuan yang besar
sekali bagi rakyatnya karena sentuhan kemanusiaannya yang begitu membekas
selama memimpin mereka”
“Manusia
memang sudah memiliki takdir sendiri- sendiri, yang jelas tidak kan ada lagi
Eva Peron yang kedua di muka bumi ini”
“Ada,
Lela !”
“Dari
negara mana ?”
“Bukan
dari mana mana dan tidak jauh “
“Hari
sudah sore, ucapanmu semakin ngaco !”
“Kaulah
Eva Peron, Lela !”
“Tambah
ngaco lagi !“ Merah rona wajah Nurlela kini kelihatan jelas terlihat.
“Kamulah
Eva Peron untuk aku,Lela !”
Nurlela
terdiam dan menundukan wajah. Senja telah menjamah beranda rumah Nurlela. Entah
esok pagi apa yang akan mereka perbuat bersama***